CURAH HUJAN
A. Latar Belakang
Data curah hujan sangat
diperlukan dalam setiap analisis hidrologi, terutama untuk menghitung debut
banjir rencana baik secara empiris maupun model matematik. Hal tersebut
disebabkan karena data debit untuk selang waktu pengamatan yang cukup panjang
belum dapat diperoleh atau tidak ada.
B. Faktor Pengaruh
Permasalahan yang sering dihadapi dalam
pelaksanaan pengukuran curah hujan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut :
- Ketersediaan data yang sangat terbatas
- Pengujian kualitas curah hujan
- Manfaat data curah hujan dalam hidrologi
dan sumber daya air.
C. Pengukuran Curah
Hujan
Metode yang dapat digunakan
untuk merata-rata curah hujan dari suatu DAS adalah sebagai berikut :
1.
Metode rata-rata
hitung
Metode ini ditentukan
dengan cara menjumlahkan tinggi hujan dari semua tempat pengukuran selama kala
tertentu, dibagi dengan jumlah pos pengukuran, metode ini sebaiknya dipakai
pada daerah yang datar, pos hujan banyak dan sifat hujannya merata.
2.
Metode thiesen
Metode ini ditentukan
dengan cara membuat poligon antar pos hujan pada suatu wilayah DAS kemudian
tinggi hujan rata-rata daerah dihitung dari jumlah perkalian antara tiap-tiap
luas poligon dan tinggi hujannya dibagi dengan luas seluruh DAS, metode ini
cocok untuk menentukan tinggi hujan rata-rata, apabila pos hujannya tidak
merata.
3.
Metode isohiet
Metode ini ditentukan
dengan cara menggunakan peta garis kontur hujan daerah dan tinggi hujan
rata-rata DAS dihitung dari jumlah perkalian tinggi hujan rata-rata diantara
garis isohiet dengan luas antara kedua garis isohiet tersebut dibagi luas
seluruh DAS, metode ini cocok untuk daerah pegunungan dan yang berbukit-bukit.
SIFAT HUJAN
Sifat Hujan adalah
Perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan
nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat.
Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu :
Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu :
- Atas Normal ( A )
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya lebih besar dari 115 % - Normal ( N )
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya antara 85 % – 115 % - Bawah Normal ( BN )
Jika nilai perbandingan terhadap rata-ratanya kurang dari 85 %
NORMAL CURAH HUJAN
- Rata-rata Curah Hujan Bulanan
Rata-rata Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun. - Normal Curah Hujan Bulanan
Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. - Standar Normal Curah Hujan Bulanan
Standar Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan selama periode 30 tahun, dimulai dari tahun 1901 s/d 1930, 1931 s/d 1960, 1961 s/d 1990 dan seterusnya.
Tiga Pola Curah Hujan Indonesia
Pembagian pola iklim
menjadi tiga daerah di Indonesia berikut ini berdasarkan metode korelasi ganda.
Pembagian pola iklim ini saya ambil dari disertasi Dr.Edvin Aldrian.
BMG
Berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan, umumnya wilayah
Indonesia dibagi menjadi 3 (tiga) pola hujan, yaitu :
1. Pola hujan monsun, yang wilayahnya memiliki perbedaan
yang jelas antara periode musim hujan dan periode musim kemarau kemudian
dikelompokan dalam Zona Musim (ZOM), tipe curah hujan yang bersifat unimodial
(satu puncak musim hujan,DJF musim hujan,JJA musim kemarau).
2. Pola hujan equatorial, yang wilayahnya
memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua puncak musim hujan
maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kreteria musim hujan. Pola
ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak
hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat
terjadi ekinoks.
3. Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki
distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola monsun. Pola lokal dicirikan
oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi bentuknya
berlawanan dengan tipe hujan monsun.
Pada kondisi normal, daerah yang bertipe
hujan monsun akan mendapatkan jumlah curah hujan yang berlebih pada saat monsun
barat (DJF) dibanding saat monsun timur (JJA).P Pengaruh monsun di daerah yang
memiliki pola curah hujan ekuator kurang tegas akibat pengaruh insolasi pada
saat terjadi ekinoks, demikian juga pada daerah yang memiliki pola curah hujan
lokal yang lebih dipengaruhi oleh efek orografi .
Pola umum curah hujan di Indonesia
antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci pola umum hujan di
Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
- Pantai sebelah barat setiap pulau
memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur.
- Curah hujan di Indonesia bagian barat
lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, deretan
pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat
sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
- Curah hujan juga bertambah sesuai dengan
ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian
antara 600 – 900 m di atas permukaan laut.
- Di daerah pedalaman, di semua pulau
musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga halnya di
daerah-daerah rawa yang besar.
- Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak
DKAT.
- Saat mulai turunnya hujan bergeser dari
barat ke timur seperti:
1) Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan November.
2) Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember.
3) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari – Februari. - Di Sulawesi Selatan bagian timur,
Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda, yaitu bulan
Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas
daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120( Bujur
Timur. Grafik perbandingan empat pola curah hujan di Indonesia dapat Anda
lihat pada gambar dibawah ini.
Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak
sama. Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mm/tahun.
Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah
hujannya tidak sama.
Ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan
sangat rendah dan ada pula daerah yang mendapat curah hujan tinggi:
- Daerah yang mendapat curah hujan
rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi 0,6% dari luas wilayah
Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi (lembah
Palu dan Luwuk).
- Daerah yang mendapat curah hujan antara
1000 – 2000 mm per tahun di antaranya sebagian Nusa Tenggara, daerah
sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.
- Daerah yang mendapat curah hujan antara
2000 – 3000 mm per tahun, meliputi Sumatera Timur, Kalimantan Selatan, dan
Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian Irian Jaya,
Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi.
- Daerah yang mendapat curah hujan
tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun meliputi dataran tinggi di Sumatera
Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa
daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.
Perlu Anda ketahui pula
bahwa hujan terbanyak di Indonesia terdapat di Baturaden Jawa Tengah, yaitu
curah hujan mencapai 7,069 mm/tahun. Hujan paling sedikit di Palu Sulawesi
Tengah, merupakan daerah yang paling kering dengan curah hujan sekitar 547
mm/tahun.
Sebagai bahan perbandingan
curah hujan di daerah lain :540 mm/tahun di Eropa sedangkan dipedalaman 1250
mm/tahun, di Pegunungan Rocky 3400 mm/tahun, di pedalaman Amerika 400 mm/tahun.
Daerah yang memiliki curah hujan tertinggi di Cherrapunji 10820 mm/tahun (
selama 1860-Juli 1861 memiliki curah hujan 2646,12 mm/tahun dan selama 5 hari
berturut-turut dibulan Agustus 1841 sebesar 38000 mm/tahun atau setara dengan curah
hujan selama 4 tahun di New York), sedangkan di Puncak Gunung Waialeale di
Kanai Tengah, Kepulauan Hawaii sebesar 1175,84 mm/tahun.
Hamada (Hamada JI,
Yamanaka MD, Matsumoto J, Fukao S, Winarso PA,Sribimawati T (2002) Spatial and
temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO.
J MeteorolSoc Japan 80: 285–310) membagi Indonesia menjadi empat daerah
iklim, tiga di antaranya sesuai dengan tipe diatas sedang tipe ke empat
merupakan daerah peralihan yang tidak menunjukan secara jelas musim kering dan
musim kemarau.
No comments:
Post a Comment