Laporan
Akhir
DASAR-DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN
PEMBUATAN
KOMPOS
Oleh
:
REFLI JUNAIDI
1006121470
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara alami bahan-bahan organik akan
mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya.
Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat.
Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana
,
sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi
pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara
alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan
dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah
organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah
organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat
beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes),
OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling
banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak
membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan
bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini
merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian
di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari
pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis,
menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan,
sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan
sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku
pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti
kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah
1. Untuk
memanfaatkan bahan-bahan organik seperti daun kelapa sawit yang tidak digunakan
menjadi bahan yang lebih bermanfaat.
2. Untuk
mendapatkan mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan, seperti yang ad
pada EM4.
1.3. Manfaat
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari
beberapa aspek:
Aspek
Ekonomi :
- Menghemat biaya untuk transportasi
dan penimbunan limbah
- Mengurangi volume/ukuran limbah
- Memiliki nilai jual yang lebih
tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek
Lingkungan :
- Mengurangi polusi udara karena
pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang
membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
- Mengurangi kebutuhan lahan untuk
penimbunan
Aspek bagi
tanah/tanaman:
- Meningkatkan kesuburan tanah
- Memperbaiki struktur dan
karakteristik tanah
- Meningkatkan kapasitas penyerapan
air oleh tanah
- Meningkatkan aktivitas mikroba
tanah
- Meningkatkan kualitas hasil panen
(rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
- Menyediakan hormon dan vitamin
bagi tanaman
- Menekan pertumbuhan/serangan
penyakit tanaman
- Meningkatkan retensi/ketersediaan
hara di dalam tanah
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Kompos adalah hasil
penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat
dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi
lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari
J.H. Crawford, 2003).
pengomposan adalah proses
dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat
terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang
seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator
pengomposan.
Tabel Kondisi
yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi
|
Konsisi
yang bisa diterima
|
Ideal
|
Rasio C/N
|
20:1 s/d 40:1
|
25-35:1
|
Kelembaban
|
40 – 65 %
|
45 – 62 % berat
|
Konsentrasi oksigen tersedia
|
> 5%
|
> 10%
|
Ukuran partikel
|
1 inchi
|
bervariasi
|
Bulk Density
|
1000 lbs/cu yd
|
1000 lbs/cu yd
|
pH
|
5.5 – 9.0
|
6.5 – 8.0
|
Suhu
|
43 – 66oC
|
54 -60oC
|
Ada banyak mikroorganisme yang dapat
digunakan untuk tujuan tersebut antara lain adalah EM4. EM4
adalah campuran kultur yang mengandung Lactobacillus, jamur
fotosintetik, bakteria fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi (Anonimus,
1998).
Telah dibuktikan bahwa EM4
mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar serta kasar dan meningkatkan
palatabilitas bahan pakan. Santoso dan Kurniati (2000) menemukan bahwa EM4
mampu menurunkan kadar serat kasar pada kotoran ayam petelur dan meningkatkan
kadar energinya.
Mikroorganisme Yang Berperan dalam Pengomposan
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan
kepada struktur dan fungsi sel, yaitu:
1. Eucaryotes,
termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes bersel tunggal, antara lain
: ganggang, jamur, protozoa.
2. Eubacteria,
bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri.
Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang
belakang) seperti cacing tanah, kutu juga berperan dalam pengurai sampah.
Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan,
mikroorganisme pengurai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a. Kelompok I
(Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan organic dalam sampah,
yaitu : jamur, bakteri, actinomycetes.
b. Kelompok II
(Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
c. Kelompok III
(Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad kelompok I dan Kelompok II.
Tabel organisme
yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok
Organisme
|
Organisme
|
Jumlah/gr
kompos
|
Mikroflora
|
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
|
109 - 109;
105 108; 104 - 106
|
Mikrofanuna
|
Protozoa
|
104 - 105
|
Makroflora
|
Jamur tingkat tinggi
|
|
Makrofauna
|
Cacing tanah, rayap, semut, kutu,
dll
|
CARA
MENGAKTIFKAN STARTER
Starter (EM-4) = Effective Microorganism-4, berupa larutan
berwarna kuning kecoklatan. Dalam larutan Starter (EM-4 atau Starbio),
microorganisme didalamnya masih dalam keadaan tidur (dorman), sehingga perlu
diaktifkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut :
- Campurkan 1 cc Starter dengan 1
liter air (1.000 cc) dan 1 gram gula (larutan 0,1% starter) atau sesuai
petunjuk pabrik
- Starter sudah siap disemprotkan
ke bahan organik dengan Sprayer
- Jika tidak segera digunakan,
simpanlah larutan Starter (yang sudah jadi) dalam- jerigen atau botol
plastik yang dapat ditutup rapat (jangan menggunakan botol gelas)
- Simpan ditempat yang sejuk dan
gelap, hindari sinar matahari & jangan dimasukkan kedalam lemari es
- Starter ini sebaiknya digunakan
dalam jangka waktu 3 bulan (lihat anjuran pabrik).
Selain penjelasan mengenai EM4,
Masih ada lagi penjelasan lain mengenai EM4 yang digunakan sebagai pembantu
dalam pembuatan pupuk organik.
Pukuk Organik Teknologi Effective Microoorganisms
(TEM)
Teknologi EM-4
merupakan salah satu teknologi pemanfaatan jasad hidup dalam memperbaiki
kesuburan tanah, melalui cara kerja dalam tanah dengan menyeimbangkan populasi
mikro-organisme yang menguntungkan (beneficial microorganisms) dan
menekan populasi mikroorganisme yang merugikan (deleterious microorganisms)
(Subadiyasa, 1997: 7).
EM-4 merupakan
larutan yang berisi mikroorganisme. Ada 5 golongan utama microorganisme yang
terkandung dalam larutan EM-4 yaitu: lactobacillus sp, ragi (yeast),
bakteri fotosintetik, actinomycetes, dan jamur pengurai selulose
(streptomyces sp) untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa
organik yang mudah diserap oleh akar tanaman. Mikroorganisme-mikroorganisme
tersebut bekerja saling membantu guna mencegah pembusukan bahan organik menjadi
proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba peragian dan mengurangi polusi
panas, bau busuk serta mengurangi gas beracun lainnya yang timbul akibat proses
pembusukan. Melalui fermentasi bahan-bahan organik dengan pemberian EM-4 akan
menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan pupuk organik Teknologi EM-4
atau populer dengan nama bokashi (Wididana, 1999: 21).
Kata Bokashi
berasal dari bahasa Jepang sebagaimana penemunya yang berarti bahan organik
yang telah terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata bokashi diperpanjang
menjadi bahan organik kaya akan sumber kehidupan (Indriani, 2003: 33).
Dilihat dari karakteristik
inovasi, pupuk organik Teknologi EM pada dasarnya adalah teknologi terapan yang
dapat diketahui efek positif dan negatifnya dengan baik setelah melalui
penggunaan langsung dalam usaha tani, sehingga petani dapat melihat hasilnya
dan merasakan manfaatnya.
Teknologi Effective
Microorganisms-4 diaplikasikan sebagai inokulan dalam pupuk organik untuk
meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini dapat
memperbaiki dan meningkatkan kesehatan dan kualitas tanah, dan pada gilirannya
akan memperbaiki pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara
berkelanjutan. Penerapan TEM-4
merupakan suatu teknologi alternatif yang memberikan peluang seluas-luasnya
untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman pertanian. Cara
kerja TEM-4 dalam tanah yang secara sinergis dapat menekan populasi hama dan
penyakit tanaman, meningkatkan kesehatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Penggunaan TEM dalam
pertanian menurut Higa memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
(1) petani
dapat menghasilkan produk pertanian yang bergizi, sehat dan berkualitas untuk
peningkatan kesehatan manusia,
(2) secara ekonomis dan spritual menguntungkan
bagi petani dan konsumen,
(3) mudah dipraktekkan,
(4) selaras dengan alam,
(5) melindungi lingkungan, serta
(6) mampu mencukupi bahan pangan umat manusia yang
terus bertambah (Higa, 1996: 100-101). Secara umum pemakaian pupuk organik TEM
dalam pertanian di Indonesia dapat menekan biaya sebesar 20-50%, dan menaikkan
produksi sekitar 20% (Wididana & Muntoyah, 2001: 21).
Dapat disimpulkan bahwa
TEM merupakan teknologi alternatif untuk menjawab keterbatasan teknologi
produksi pertanian yang ada dan telah dikembangkan selama ini untuk mengatasi
kerusakan lingkungan.
3. Microorganisme Utama Teknologi “Effective Microorganisms” dan Kegiatannya dalam Tanah
Teknologi Effective
Microorganisms merupakan kultur campuran mikroorganisme yang mengandung
bakteri fotosintetik, actinomycetes, ragi, jamur fermentasi, dan Lactobacillus
sp. (bakteri penghasil asam laktat) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keragaman mikroba tanah. Ini akan dapat memperbaiki kesehatan dan
kualitas tanah, dan pada gilirannya juga akan memperbaiki pertumbuhan, jumlah
dan mutu produksi tanaman.
Fungsi dan kegiatan setiap jenis bakteri tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
a) Bakteri fotosintetik (bakteri
fototrofik)
Bakteri
fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan swasembada. Bakteri ini
membentuk zat-zat yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan
organik dan atau gas-gas berbahaya (misalnya hydrogen sulfide), dengan
menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat
bermanfaat tersebut meliputi asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan
gula, yang kesemuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Hasil-hasil metabolisme tersebut dapat diserap langsung oleh tanaman dan
sebagai substrat bagi bakteri yang terus bertambah.
b) Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.)
Bakteri asam
laktat menghasilkan asam laktat dari gula, sedangkan bakteri fotosintetik dan
ragi menghasilkan karbohidrat lainnya. Asam laktat dapat menekan pertumbuhan
mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan
bahan-bahan organik. Selain itu, asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan
organik seperti lignin dan selulose, serta memfermentasikannya tanpa
menimbulkan pengaruh-pengaruh yang merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan
organik yang tidak terurai. Bakteri asam laktat mempunyai kemampuan untuk
menekan pertumbuhan Fusarium, suatu mikroorganisme yang merugikan, yang
menimbulkan penyakit pada lahan-lahan yang terus ditanami.
Biasanya pertambahan jumlah populasi Fusarium akan melemahkan kondisi
tanaman, yang akan meningkatkan serangan berbagai penyakit dan juga
mengakibatkan bertambahnya secara tiba-tiba jumlah cacing yang merugikan. Namun
dengan adanya bakteri asam laktat, cacing-cacing tersebut secara berangsur akan
hilang, karena bakteri asam laktat menekan perkembangbiakan dan berfungsinya
Fusarium.
c) Ragi (Yeast)
Ragi membentuk
zat-zat yang anti bakteri (zat-zat bioaktif) seperti hormon dan enzim
dariasam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik, bahan
organik dan akar-akar tanaman yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Zat-zat
bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi meningkatkan jumlah
sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi ragi adalah substrat yang baik untuk
mikroorganisme efektif seperti bakteri asam laktat dan actinomycetes.
d) Actinomycetes
Actinomycetes, yang strukturnya merupakan bentuk
antara bakteri dan jamur, menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino
yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat anti
mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan. Actinomycetes
dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan demikian, kedua
spesis ini sama-sama meningkatkan mutu lingkungan tanah, dengan meningkatkan
aktivitas anti mikroba tanah.
e) Jamur Fermentasi (Streptomyces sp.)
Jamur
fermentasi (peragian) seperti Aspergilus dan Penicillium menguraikan
bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti
mikroba. Zat-zat tersebut akan menghilangkan bau dan bersifat racun terhadap
hama dan serangga, sehingga mencegah tanaman dari serbuan serangga dan
ulat-ulat yang merugikan. Akar-akar tanaman mengeluarkan zat-zat seperti
karbohidrat, asam amino dan asam organik serta enzim-enzim. Bakteri dari TEM
memanfaatkan zat sekresi tersebut untuk tumbuh. Selama proses ini mereka juga
mengeluarkan dan memberikan asam amino dan asam nukleik serta berbagai vitamin
dan hormon pada tanaman. Oleh sebab itu, tanaman akan tumbuh dengan baik sekali
dalam tanah-tanah yang didominasi oleh bakteri TEM.
Agar diperoleh hasil pengomposan yang
optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh karena
proses ini merupakan proses biologi. Factor yang mempengaruhi laju pengomposan
diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi, temperature,
dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.
BAB
III
BAHAN
DAN METODE
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1.
Alat
1. Ember
Cat : 3 Buah/Kelompok
2. Pengaduk
3.1.2.Bahan
1. Daun sawit yang di cacah : 5 Kg/Kelompok
2. Pupuk kandang : 10 Kg/Kelompok
3. EM-4 : 3 ml / liter air
4. serbuk Gergaji : 2 Kg/Orang
5. Sekam Padi : 2 Kg/Orang
6. Tanah : 2 Kg/orang
7. Starter
3.2 Metode
1. Sediakan
bahan-bahan untuk pembuatan kompos, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
kompos yang kami lakukan adalah pupuk kandang, sekam padi, serbuk gergaji,
tanah, EM4, starter, cacahan daun sawit dan ember cat sebagai tempat
pengomposan.
2. Campurkan pupuk dengan tanah dengan
perbandingan 1 : 3, 20 cm bawah diberi daun sawit, masukkan serbuk gergaji,
sekam, baru atasnya pupuk, tanah, cairan EM4 3ml/liter starter, kemudian tutup
ember dengan rapat.
3. Setelah 1 minggu di aduk dengan rata, dan di
pecahkan bagian yang menggumpal hingga semua terurai. Lakukan pengadukan secara
rata dan pemecahan bagian yang menggumpal setiap seminggu sekali sampai minggu
ke 4.
4. Setelah 4 minggu, kompos dikeluarkan dari ember cat. Kompos diayak dengan saringan kasa 2
cm, kemudian di masukkan kedalam
plastic packing, pupuk kompos siap untuk digunakan
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Berdasarkan
praktikum tentang pembuatan kompos yang kami lakukan,pupuk kompos kelompok kami
yaitu kelompok 9 hanya matang 2 ember, sedangkan 1 ember belum matang.
4.2.
Pembahasan
Pada saat
melaksanakan praktikum tentang pembuatan kompos, kami melakukan beberapa tahapan, tahapan
yang kami lakukan adalah sebagai berikut :
- Pemilahan Sampah
Pada tahap ini
dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan
barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan
menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan. Bahan–bahan yang kami gunakan
dalam pembuatan kompos adalah pupuk kandang, sekam padi, serbuk gergaji, tanah,
EM4,starter, cacahan daun sawit dan ember cat sebagai tempat pengomposan.
- Pengecil Ukuran
Pengecilan ukuran
dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah
dan cepat didekomposisi menjadi kompos,
daun sawit perlu dilakukan pengecilan ukuran karena daun sawit memiliki ukuran
yang relatif besar sehingga akan mempercepat pengomposan.
- Penyusunan Tumpukan
Setelah pemilahan dan pengecil ukuran bahan organik kemudian disusun menjadi tumpukan. Penumpukan yang biasa digunakan adalah
desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m, tetapi pada praktikum yang kami
lakukan kami melakkukan penumukan sesuai dengan ukuran ember cat, yaitu pada 20
cm bawah diberi daun sawit, masukkan serbuk gergaji, sekam, baru atasnya pupuk,
tanah, cairan EM4 3ml/liter starter.
- Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas
yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan
proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta
membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil. Pembalikan dilakukan setiap seminggu
sekali sampai minggu ke-4.
- Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 4–5 minggu, suhu tumpukan akan semakin menurun
hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah lapuk,
berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14
hari.
- Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh
ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan
bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses
pemilahan di awal proses,
bahan yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan
bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
- Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang telah matang siap untuk di pakai, apabila
kompos tidak segera dipakai maka perlu dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran,kami melakukan penngemasa dengan
memasukkan hasil kompos yang telah matang kedalam karung, agar aman kompos disimpan dalam gudang yang aman dan
terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa
oleh angin.
Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembaban
dan aerasi, temperature, dearajat keasaman, serta, mikroorganisme yang
terlibat.
Dari
hasil praktikum yang kami lakukan, ada kompos yang matang dan ada pula kompos
yang tidak matang, ini mungkin dikarenakan kompos yang belum matang memiliki
kelembaban yang kurang baik. Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan
karena jika tumpukan bahan terlalu lembab, proses pengomposan akan terjadi
lebih lambat.
kelebihan kandungan air akan
menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang
ada didalam tumpukan bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 –
80% namun jika tumpukan terlalu kering proses proses pengoposan akan terganggu
karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya.
Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan memerlukan oksigen. Bahan
organic yang ditimbun akan mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam
keadaan aerob. Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan bau busuk dari gas yang
banyak mengandung belerang, dan dikarenakan juga oleh temperature yang rendah,
sebab pengomposan akan lambat peda teperatur yang rendah, untuk mempertahankan
temperature yang tinggi, maka harus diperhatikan dalam penumpukan bahan mentah.
Derajat
keasaman , ukuran bahan,dan rasio C/N juga mungkin tidak sesuai dengan
mikroorganisme, sehingga pengomposan menjadi lambat.
BAB
V
KESIMPULAN
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara
artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat,
lembab, dan aerobik atau anaerobik.
Sedangkan pengomposan adalah proses
dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh
mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari
beberapa aspek yaitu Aspek Ekonomi, Aspek lingkungan dan Aspek bagi tanah/tanaman.
EM-4 merupakan larutan yang berisi mikroorganisme. Ada 5
golongan utama microorganisme yang terkandung dalam larutan EM-4 yaitu: lactobacillus
sp, ragi (yeast),
bakteri fotosintetik, actinomycetes, dan jamur pengurai selulose
(streptomyces sp) untuk memfermentasi bahan organik menjadi
senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman.
Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut bekerja saling membantu guna mencegah
pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba
peragian dan mengurangi polusi panas, bau busuk serta mengurangi gas beracun
lainnya yang timbul akibat proses pembusukan. Melalui fermentasi bahan-bahan
organik dengan pemberian EM-4 akan menghasilkan pupuk organik yang dikenal
dengan pupuk organik Teknologi EM-4
Agar diperoleh hasil pengomposan
yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh
karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju
pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi,
temperatur, dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.
Dalam pembuatan kompos ada tahap-tahap yang harus dilakukan
yaitu, Pemilahan Sampah, Pengecil Ukuran, Penyusunan Tumpukan, pembalikan, pematangan,
penyaringan, pengemasan dan penyimpanan, apabila tahapan ini dilakukan dengan
benar, maka akan didapat hasil yang baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurohim, Oim.
2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin
Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010.
Gaur, D. C. 1980. Present Status of
Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil
Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of
United Nation. New Delhi.
Guntoro Dwi,
Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap
Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam
Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian
Bogor.
Handayani,
Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit
Salam, sebuah skripsi. IPB press.
Isroi. 2008. KOMPOS.
Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.
Rohendi, E.
2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah
prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
Toharisman, A.
1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan
Organik Tanah.
Anonimus. 1998. Teknologi EM dalam Berita. IPSA. Denpasar,
Bali.
No comments:
Post a Comment