Wednesday, 3 September 2014

LAPORAN AKHIR DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN PEMBUATAN KOMPOS

Laporan Akhir
DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
PEMBUATAN KOMPOS



Oleh :
REFLI JUNAIDI
1006121470








AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2011




BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana
, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industry, serta limbah pertanian dan perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material orgaengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian.




1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah
1.   Untuk memanfaatkan bahan-bahan organik seperti daun kelapa sawit yang tidak digunakan menjadi  bahan yang lebih bermanfaat.
2.   Untuk mendapatkan mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan, seperti yang ad pada EM4.

1.3. Manfaat
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
  1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
  2. Mengurangi volume/ukuran limbah
  3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
  1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
  2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Aspek bagi tanah/tanaman:
  1. Meningkatkan kesuburan tanah
  2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
  3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
  4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
  5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
  6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
  7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
  8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.
Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Kondisi
Konsisi yang bisa diterima
Ideal
Rasio C/N
20:1 s/d 40:1
25-35:1
Kelembaban
40 – 65 %
45 – 62 % berat
Konsentrasi oksigen tersedia
> 5%
> 10%
Ukuran partikel
1 inchi
bervariasi
Bulk Density
1000 lbs/cu yd
1000 lbs/cu yd
pH
5.5 – 9.0
6.5 – 8.0
Suhu
43 – 66oC
54 -60oC

Ada banyak mikroorganisme yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut antara lain adalah EM4. EM4 adalah campuran kultur yang mengandung Lactobacillus, jamur fotosintetik, bakteria fotosintetik, Actinomycetes, dan ragi (Anonimus, 1998).
Telah dibuktikan bahwa EM4 mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar serta kasar dan meningkatkan palatabilitas bahan pakan. Santoso dan  Kurniati (2000) menemukan bahwa EM4 mampu menurunkan kadar serat kasar pada kotoran ayam petelur dan meningkatkan kadar energinya.
Mikroorganisme Yang Berperan dalam Pengomposan
Mikroorganisme pengurai dapat dibedakan antara lain berdasarkan kepada struktur dan fungsi sel, yaitu:
1.   Eucaryotes, termasuk dalam dekomposer adalah eucaryotes bersel tunggal, antara lain : ganggang, jamur, protozoa.
2.   Eubacteria, bersel tunggal dan tidak mempunyai membran inti, contoh: bakteri.
Beberapa hewan invertebrata (tidak bertulang belakang) seperti cacing tanah, kutu juga berperan dalam pengurai sampah.

Sesuai dengan peranannya dalam rantai makanan, mikroorganisme pengurai dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu :

a.   Kelompok I (Konsumen tingkat I) yang mengkonsumsi langsung bahan organic dalam sampah, yaitu : jamur, bakteri, actinomycetes.
b.   Kelompok II (Konsumen tingkat II) mengkonsumsi jasad kelompok I, dan;
c.   Kelompok III (Konsumen tingkat III), akan mengkonsumsi jasad kelompok I dan Kelompok II.

Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Kelompok Organisme
Organisme
Jumlah/gr kompos
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes; Kapang
109 - 109; 105 108; 104 - 106
Mikrofanuna
Protozoa
104 - 105
Makroflora
Jamur tingkat tinggi
Makrofauna
Cacing tanah, rayap, semut, kutu, dll

CARA MENGAKTIFKAN STARTER
Starter (EM-4) = Effective Microorganism-4, berupa larutan berwarna kuning kecoklatan. Dalam larutan Starter (EM-4 atau Starbio), microorganisme didalamnya masih dalam keadaan tidur (dorman), sehingga perlu diaktifkan terlebih dahulu dengan cara sebagai berikut :
  • Campurkan 1 cc Starter dengan 1 liter air (1.000 cc) dan 1 gram gula (larutan 0,1% starter) atau sesuai petunjuk pabrik
  • Starter sudah siap disemprotkan ke bahan organik dengan Sprayer
  • Jika tidak segera digunakan, simpanlah larutan Starter (yang sudah jadi) dalam- jerigen atau botol plastik yang dapat ditutup rapat (jangan menggunakan botol gelas)
  • Simpan ditempat yang sejuk dan gelap, hindari sinar matahari & jangan dimasukkan kedalam lemari es
  • Starter ini sebaiknya digunakan dalam jangka waktu 3 bulan (lihat anjuran pabrik).
Selain penjelasan mengenai EM4, Masih ada lagi penjelasan lain mengenai EM4 yang digunakan sebagai pembantu dalam pembuatan pupuk organik.

Pukuk Organik Teknologi Effective Microoorganisms (TEM)
Teknologi EM-4 merupakan salah satu teknologi pemanfaatan jasad hidup dalam memperbaiki kesuburan tanah, melalui cara kerja dalam tanah dengan menyeimbangkan populasi mikro-organisme yang menguntungkan (beneficial microorganisms) dan menekan populasi mikroorganisme yang merugikan (deleterious microorganisms) (Subadiyasa, 1997: 7).
EM-4 merupakan larutan yang berisi mikroorganisme. Ada 5 golongan utama microorganisme yang terkandung dalam larutan EM-4 yaitu: lactobacillus sp, ragi (yeast), bakteri fotosintetik, actinomycetes, dan jamur pengurai selulose (streptomyces sp) untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman. Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut bekerja saling membantu guna mencegah pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba peragian dan mengurangi polusi panas, bau busuk serta mengurangi gas beracun lainnya yang timbul akibat proses pembusukan. Melalui fermentasi bahan-bahan organik dengan pemberian EM-4 akan menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan pupuk organik Teknologi EM-4 atau populer dengan nama bokashi (Wididana, 1999: 21).
Kata Bokashi berasal dari bahasa Jepang sebagaimana penemunya yang berarti bahan organik yang telah terfermentasi. Oleh orang Indonesia kata bokashi diperpanjang menjadi bahan organik kaya akan sumber kehidupan (Indriani, 2003: 33).
Dilihat dari karakteristik inovasi, pupuk organik Teknologi EM pada dasarnya adalah teknologi terapan yang dapat diketahui efek positif dan negatifnya dengan baik setelah melalui penggunaan langsung dalam usaha tani, sehingga petani dapat melihat hasilnya dan merasakan manfaatnya.
Teknologi Effective Microorganisms-4 diaplikasikan sebagai inokulan dalam pupuk organik untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. Hal ini dapat memperbaiki dan meningkatkan kesehatan dan kualitas tanah, dan pada gilirannya akan memperbaiki pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan. Penerapan TEM-4 merupakan suatu teknologi alternatif yang memberikan peluang seluas-luasnya untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman pertanian. Cara kerja TEM-4 dalam tanah yang secara sinergis dapat menekan populasi hama dan penyakit tanaman, meningkatkan kesehatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Penggunaan TEM dalam pertanian menurut Higa memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
 (1) petani dapat menghasilkan produk pertanian yang bergizi, sehat dan berkualitas untuk peningkatan kesehatan manusia,
(2) secara ekonomis dan spritual menguntungkan bagi petani dan konsumen,
(3) mudah dipraktekkan,
(4) selaras dengan alam,
(5) melindungi lingkungan, serta
(6) mampu mencukupi bahan pangan umat manusia yang terus bertambah (Higa, 1996: 100-101). Secara umum pemakaian pupuk organik TEM dalam pertanian di Indonesia dapat menekan biaya sebesar 20-50%, dan menaikkan produksi sekitar 20% (Wididana & Muntoyah, 2001: 21).
Dapat disimpulkan bahwa TEM merupakan teknologi alternatif untuk menjawab keterbatasan teknologi produksi pertanian yang ada dan telah dikembangkan selama ini untuk mengatasi kerusakan lingkungan.
3. Microorganisme Utama Teknologi “Effective Microorganisms” dan Kegiatannya dalam Tanah
Teknologi Effective Microorganisms merupakan kultur campuran mikroorganisme yang mengandung bakteri fotosintetik, actinomycetes, ragi, jamur fermentasi, dan Lactobacillus sp. (bakteri penghasil asam laktat) yang dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman mikroba tanah. Ini akan dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas tanah, dan pada gilirannya juga akan memperbaiki pertumbuhan, jumlah dan mutu produksi tanaman.


Fungsi dan kegiatan setiap jenis bakteri tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Bakteri fotosintetik (bakteri fototrofik)
Bakteri fotosintetik adalah mikroorganisme yang mandiri dan swasembada. Bakteri ini membentuk zat-zat yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan, bahan organik dan atau gas-gas berbahaya (misalnya hydrogen sulfide), dengan menggunakan sinar matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Zat-zat bermanfaat tersebut meliputi asam amino, asam nukleik, zat-zat bioaktif dan gula, yang kesemuanya mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Hasil-hasil metabolisme tersebut dapat diserap langsung oleh tanaman dan sebagai substrat bagi bakteri yang terus bertambah.
b) Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.)
Bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat dari gula, sedangkan bakteri fotosintetik dan ragi menghasilkan karbohidrat lainnya. Asam laktat dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perombakan bahan-bahan organik. Selain itu, asam laktat dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selulose, serta memfermentasikannya tanpa menimbulkan pengaruh-pengaruh yang merugikan yang diakibatkan oleh bahan-bahan organik yang tidak terurai. Bakteri asam laktat mempunyai kemampuan untuk menekan pertumbuhan Fusarium, suatu mikroorganisme yang merugikan, yang menimbulkan penyakit pada lahan-lahan yang terus ditanami. Biasanya pertambahan jumlah populasi Fusarium akan melemahkan kondisi tanaman, yang akan meningkatkan serangan berbagai penyakit dan juga mengakibatkan bertambahnya secara tiba-tiba jumlah cacing yang merugikan. Namun dengan adanya bakteri asam laktat, cacing-cacing tersebut secara berangsur akan hilang, karena bakteri asam laktat menekan perkembangbiakan dan berfungsinya Fusarium.
c) Ragi (Yeast)
Ragi membentuk zat-zat yang anti bakteri (zat-zat bioaktif) seperti hormon dan enzim dariasam-asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik, bahan organik dan akar-akar tanaman yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Zat-zat bioaktif seperti hormon dan enzim yang dihasilkan oleh ragi meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar. Sekresi ragi adalah substrat yang baik untuk mikroorganisme efektif seperti bakteri asam laktat dan actinomycetes.
d) Actinomycetes
Actinomycetes, yang strukturnya merupakan bentuk antara bakteri dan jamur, menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik dan bahan organik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri yang merugikan. Actinomycetes dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik. Dengan demikian, kedua spesis ini sama-sama meningkatkan mutu lingkungan tanah, dengan meningkatkan aktivitas anti mikroba tanah.
e) Jamur Fermentasi (Streptomyces sp.)
Jamur fermentasi (peragian) seperti Aspergilus dan Penicillium menguraikan bahan organik secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba. Zat-zat tersebut akan menghilangkan bau dan bersifat racun terhadap hama dan serangga, sehingga mencegah tanaman dari serbuan serangga dan ulat-ulat yang merugikan. Akar-akar tanaman mengeluarkan zat-zat seperti karbohidrat, asam amino dan asam organik serta enzim-enzim. Bakteri dari TEM memanfaatkan zat sekresi tersebut untuk tumbuh. Selama proses ini mereka juga mengeluarkan dan memberikan asam amino dan asam nukleik serta berbagai vitamin dan hormon pada tanaman. Oleh sebab itu, tanaman akan tumbuh dengan baik sekali dalam tanah-tanah yang didominasi oleh bakteri TEM.
Agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Factor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi, temperature, dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.






BAB III
BAHAN DAN METODE
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Ember Cat                           : 3 Buah/Kelompok
2. Pengaduk

3.1.2.Bahan
1. Daun sawit yang di cacah   : 5 Kg/Kelompok
2. Pupuk kandang                   : 10 Kg/Kelompok
3. EM-4                                   : 3 ml / liter air
4. serbuk Gergaji                     : 2 Kg/Orang
5. Sekam Padi                         : 2 Kg/Orang
6. Tanah                                  : 2 Kg/orang
7. Starter

3.2 Metode

1.   Sediakan bahan-bahan untuk pembuatan kompos, bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos yang kami lakukan adalah pupuk kandang, sekam padi, serbuk gergaji, tanah, EM4, starter, cacahan daun sawit dan ember cat sebagai tempat pengomposan.
2  Campurkan pupuk dengan tanah dengan perbandingan 1 : 3, 20 cm bawah diberi daun sawit, masukkan serbuk gergaji, sekam, baru atasnya pupuk, tanah, cairan EM4 3ml/liter starter, kemudian tutup ember dengan rapat.
3.   Setelah 1 minggu di aduk dengan rata, dan di pecahkan bagian yang menggumpal hingga semua terurai. Lakukan pengadukan secara rata dan pemecahan bagian yang menggumpal setiap seminggu sekali sampai minggu ke 4.
4.   Setelah 4 minggu, kompos dikeluarkan dari ember cat. Kompos diayak dengan saringan kasa 2 cm, kemudian di masukkan kedalam plastic packing, pupuk kompos siap untuk digunakan






BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil
Berdasarkan praktikum tentang pembuatan kompos yang kami lakukan,pupuk kompos kelompok kami yaitu kelompok 9 hanya matang 2 ember, sedangkan 1 ember belum matang.
4.2. Pembahasan
Pada saat melaksanakan praktikum tentang pembuatan kompos, kami melakukan beberapa tahapan, tahapan yang kami lakukan adalah sebagai berikut :
  1. Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah anorganik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan. Bahan–bahan yang kami gunakan dalam pembuatan kompos adalah pupuk kandang, sekam padi, serbuk gergaji, tanah, EM4,starter, cacahan daun sawit dan ember cat sebagai tempat pengomposan.
  1. Pengecil Ukuran
Pengecilan ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos, daun sawit perlu dilakukan pengecilan ukuran karena daun sawit memiliki ukuran yang relatif besar sehingga akan mempercepat pengomposan.
  1. Penyusunan Tumpukan
Setelah pemilahan dan pengecil ukuran bahan organik kemudian disusun menjadi tumpukan.  Penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan dimensi panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m, tetapi pada praktikum yang kami lakukan kami melakkukan penumukan sesuai dengan ukuran ember cat, yaitu pada 20 cm bawah diberi daun sawit, masukkan serbuk gergaji, sekam, baru atasnya pupuk, tanah, cairan EM4 3ml/liter starter.
  1. Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil. Pembalikan dilakukan setiap seminggu sekali sampai minggu ke-4.
  1. Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 4–5 minggu, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.
  1. Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses, bahan yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu.
  1. Pengemasan dan Penyimpanan
Kompos yang telah matang siap untuk di pakai, apabila kompos tidak segera dipakai maka perlu dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran,kami melakukan penngemasa dengan memasukkan hasil kompos yang telah matang kedalam karung, agar aman kompos disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembaban dan aerasi, temperature, dearajat keasaman, serta, mikroorganisme yang terlibat.
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, ada kompos yang matang dan ada pula kompos yang tidak matang, ini mungkin dikarenakan kompos yang belum matang memiliki kelembaban yang kurang baik. Kisaran kelembaban kompos yang baik harus dipertahankan karena jika tumpukan bahan terlalu lembab, proses pengomposan akan terjadi lebih lambat.
kelebihan kandungan air akan menutupi rongga udara dalam tumpukan bahan kompos sehingga kadar oksigen yang ada didalam tumpukan bahan kompos akan berkurang (kadar oksigen yang baik 10 – 80% namun jika tumpukan terlalu kering proses proses pengoposan akan terganggu karena mikroorganisme perombak sangat membutuhkan air sebagai tempat hidupnya. Mikroorganisme yang berperan dalam pengomposan memerlukan oksigen. Bahan organic yang ditimbun akan mengalami dekomposisi dengan cepat jika berada dalam keadaan aerob. Aerasi yang tidak seimbang akan menyebabkan bau busuk dari gas yang banyak mengandung belerang, dan dikarenakan juga oleh temperature yang rendah, sebab pengomposan akan lambat peda teperatur yang rendah, untuk mempertahankan temperature yang tinggi, maka harus diperhatikan dalam penumpukan bahan mentah.
            Derajat keasaman , ukuran bahan,dan rasio C/N juga mungkin tidak sesuai dengan mikroorganisme, sehingga pengomposan menjadi lambat.

BAB V
KESIMPULAN
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek yaitu Aspek Ekonomi, Aspek lingkungan dan Aspek bagi tanah/tanaman.
EM-4 merupakan larutan yang berisi mikroorganisme. Ada 5 golongan utama microorganisme yang terkandung dalam larutan EM-4 yaitu: lactobacillus sp, ragi (yeast), bakteri fotosintetik, actinomycetes, dan jamur pengurai selulose (streptomyces sp) untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar tanaman. Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut bekerja saling membantu guna mencegah pembusukan bahan organik menjadi proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba peragian dan mengurangi polusi panas, bau busuk serta mengurangi gas beracun lainnya yang timbul akibat proses pembusukan. Melalui fermentasi bahan-bahan organik dengan pemberian EM-4 akan menghasilkan pupuk organik yang dikenal dengan pupuk organik Teknologi EM-4
Agar diperoleh hasil pengomposan yang optimal perlu memperhatikan beberapa factor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan diantaranya ukuran bahan,rasio C/N, kelembabab dan aerasi, temperatur, dearajat keasaman, serta mikroorganisme yang terlibat.
Dalam pembuatan kompos ada tahap-tahap yang harus dilakukan yaitu, Pemilahan Sampah, Pengecil Ukuran, Penyusunan Tumpukan, pembalikan, pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan, apabila tahapan ini dilakukan dengan benar, maka akan didapat hasil yang baik.










DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim, Oim. 2008. Pengaruh Kompos Terhadap Ketersediaan Hara Dan Produksi Tanaman Caisin Pada Tanah Latosol Dari Gunung Sindur, sebuah skripsi. Dalam IPB Repository, diunduh 13 Juni 2010.
Gaur, D. C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R. (ed). Improvig Soil Fertility Through Organic Recycling, Compost Technology. FAO of United Nation. New Delhi.
Guntoro Dwi, Purwono, dan Sarwono. 2003. Pengaruh Pemberian Kompos Bagase Terhadap Serapan Hara Dan Pertumbuhan Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Dalam Buletin Agronomi, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Handayani, Mutia. 2009. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Bibit Salam, sebuah skripsi. IPB press.
Isroi. 2008. KOMPOS. Makalah. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.
Rohendi, E. 2005. Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta, sebuah prosiding. Bogor, 17 Februari 2005.
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan Organik Tanah.
Anonimus. 1998. Teknologi EM dalam Berita. IPSA. Denpasar, Bali.













No comments:

Post a Comment