Wednesday, 3 September 2014

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM AGROKLIMATOLOGI

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
AGROKLIMATOLOGI


Disusun Oleh :
REFLI JUNAIDI
1006121470


LABORATORIUM TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2011

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia pertanian sangat dipengaruhi oleh banyak factor termasuk factor iklim di dalamnya. Bagaimana factor iklim ini mempengaruhi keadaan tanah,mempengaruhi hama tanaman,perkecambahan benih, dan bagaimana pula fenomena produksi tanaman dan perubahan iklim. Seperti dilihat dari pengertian agroklimatologi itu sendiri yaitu ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara dunia pertanian dan keadaan iklim atau cuaca,sebaliknya bagaimana pengaruh iklim atau cuaca terhadap dunia pertanian. Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan hal-hal tersebut.

1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah antara lain sebagai berikut :
a. Menjelaskan bagaimana iklim mempengaruhi tanah
b. Menjelaskan bagaimana iklim mempengaruhi hama tanaman
c. Menjelaskan bagaimana iklim memepengaruhi perkecambahan benih
d. Menjelaskan fenomena produksi tanaman dan perubahan iklim
e. Menjelaskan kaitan radiasa matahari dan kehidupan tanaman
f. Menjelaskan radiasi sinar matahari,dan
g. Menjelaskan perubahan kualitas cahaya matahari dan respon tajuk



Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Agroklimatologi,Iklim,Dan Cuaca
1.Agroklimatologi
Agroklimatolgi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan kehidupan tanaman.Radiasi Matahari adalah sesuatu pancaran bersumber dari sinar matahari pada peristiwafotosintesis yang terjadi dalam atmosfer yang di anggap penting bagi sumber kehidupan dan sangat berpengaruh terhadap hasil produksi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan,kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apa bila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di wilayah Indonesia bagian utara,meningkatnya hujan pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak se baik di Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sektor pertanian.
Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.Upaya yang sistematis dan terintegrasi,serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sector pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050 yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan terjadinya pe manasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub.naiknya tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El Ninodan La Nina. Fenomena El Nino dan LaNina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia.
Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La Nina merupakan ke balikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar
Perubahan iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut. Di sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim,lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.
Kerentanan suatu daerah terhadap perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur sosial-ekonomi, besarnya dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang tersedia. Di Indonesia, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990,walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi target penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada sektor pertanian,perlu ditetapkan strategi nasional mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara terintegrasi, yang melibatkan berbagai instansi terkait.

2.Iklim
klim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan meliputi wilayah yang luas.
Matahari adalah kendali iklim yang sangat penting dan sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus laut. Kendali iklim yang lain, misalnya distribusi darat dan air, tekanan tinggi dan rendah, massa udara, pegunungan, arus laut dan badai..





3.Cuaca
Cuaca adalah keadaan udara pada saat tertentu dan di wilayah tertentu yang relatif sempit dan pada jangka waktu yang singkat. Cuaca itu terbentuk dari gabungan unsur cuaca dan jangka waktu cuaca bisa hanya beberapa jam saja.
Misalnya: pagi hari, siang hari atau sore hari, dan keadaannya bisa berbedabeda untuk setiap tempat serta setiap jamnya. Di Indonesia keadaan cuaca selalu diumumkan untuk jangka waktu sekitar 24 jam melalui prakiraan cuaca hasil analisis Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Departemen Perhubungan. Untuk negara negara yang sudah maju perubahan cuaca sudah diumumkan setiap jam dan sangat akurat (tepat).

2.2 Hubungan Iklim degan Pertanian
Yang dipelajari dalam agroklimatologi adalah bagaimana unsur-unsur iklim itu berperan di dalam kehidupan tanaman.
Kita akan mempelajari bagaimana agar fotosintesis bisa tinggi, respirasi optimal, transpirasi normal, sehingga hasil bisa tinggi. Arah dari ilmu ini adalah bagaimana fotosintesis bisa lebih tinggi dari Respirasi
yang dipengaruhi unsur udara dan air.
Kisaran Agroklimatologi :
Radiasi
Suhu
Kelembapan Udara
Angin
Awan
Hujan
Gas
Sebaran tipe-tipe iklim tersebut turut membentuk keragaman varietas tumbuhan asli dan penyebaran plasma mutlak di seluruh dunia berinteraksi dengan faktor penentu lain yakni faktor genetik, tanah (zat hara) dan lingkungan biologi (manusia, hewan, tumbuhan dan jasad renik). Tiap tipe iklim juga berpengaruh kuat terhadap tanaman yang dibudidayakan terlebih lagi untuk kultivar yang didatangkan dari daerah lain yang iklimnya berbeda.

Keragaman iklim antar wilayah di dunia dikendalikan beberapa faktor alam yaitu:
1. Daya pancar radiasi di permukaan surya
2. Derajat lintang tiap tempat di permukaan bumi.
3. Ketinggian tempat di atas permukaan laut (m.dpl).
4. Halangan pegunungan (topografi).
5. Pusat-pusat tekanan tinggi dan rendah semi permanen.
6. Posisi tempat terhadap samudera.
7. Gerakan massa udara regional.
8. Arus lautan.
Di antara faktor tersebut 2, 3, 5 dan 7 berpengaruh jelas terhadap tanaman dan pertanian di Indonesia.

Derajat lintang bumi mengendalikan penerimaan radiasi surya di tiap tempat sehingga mengatur sebaran energi untuk proses biologi tumbuhan. Akibatnya terjadi perubahan teratur antara derajat lintang bumi di seluruh dunia dalam hal intensitas penerimaan radiasi surya, panjang hari, suhu udara dan juga presipitasi. Hal ini berakibat kepada sebaran keragaman varietas tumbuhan dan "growing season" (periode tumbuhan aktif). Akibatnya perubahan derajat lintang yang cukup
besar akan berakibat pada aktivitas pertanian.
Ketinggian tempat di atas permukaan laut mudah berubah antar tempat pada jarak pendek faktor ini berpengaruh terhadap suhu udara. Penurunan suhu udara berhubungan erat dengan kenaikan tinggi tempat (lapse rate).
Perpindahan pusat-pusat tekanan udara tinggi dan rendah semi permanen antar benua di belahan bumi berbeda seperti contoh antara benua Asia dan Australia membangkitkan gerakan massa udara regional yang berganti arah setiap 6 bulan, disebut aktivitas Monsun atau angin musim.
Fakta membuktikan bahwa tipe angin ini telah mengakibatkan pola distribusi air hujan dan musim (musim hujan dan musim kemarau) di sebagian kepulauan Indonesia. Selanjutnya juga telah mengakibatkan pola perwilayahan tanaman pangan dan tanaman perkebunan serta pola kegiatan pertanian.

Pengaruh iklim terhadap tanaman

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca terutama radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. Fotosintesis dan respirasi adalah merupakan proses biokimia, sehingga memerlukan katalisator sebagaimana proses kimia fisik. Kecepatan proses tergantung pada aktivitas katalisator yang diatur oleh suhu. Pada kisaran suhu toleransi terlalu tinggi suhu akan mempercepat proses dan meningkatkan
produksi. Perbedaannya adalah pada proses biokimia katalisatornya adalah enzim. Enzim adalah protein, zat yang peka terhadap suhu.

Pada proses fotosintesis, suhu reaksi dan jumlah energi yang terserap sangat ditentukan oleh intensitas radiasi PAR, sehingga pada daun di puncak tajuk yang memperoleh radiasi langsung pengaruh suhu terhadap fotosintesis tak terlalu besar. Fotosintesis hanya berlangsung siang hari. Adapun intensitas respirasi daun sepenuhnya dipengaruhi oleh suhu udara dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang umur tanaman. Maka semakin rendah suhu udara harian akan semakin rendah penggunaan karbohidrat untuk respirasi. Produksi gugus karbohidrat netto harian pada tanaman merupakan produk bruto fotosintesis siang hari dikurangi pemanfaatan untuk respirasi selama 24 jam. Maka pada kisaran toleransi, semakin tinggi intensitas radiasi PAR yang berlangsung semakin lama, disertai suhu udara yang rendah akan menghasilkan produk fotosintesis netto yang semakin tinggi.

2.3 Komiditi yang ditanam

2.3.1 Pinang
Tanaman pinang (Areca catechu L.) Sudah dimanfaatkan sejak lama terutama daerah-daerah Asia selatan dan Timur sampai daerah Kepulauan Pasifik. Komoditi yang termasuk subsektor perkebunan banyak yang berpotensi untuk diekspor. Salah satunya adalah pinang. Tanaman ini sudah menyebar di seluruh pelosok wilayah Indonesia. Namun, dibanding dengan komoditas perkebunan lainnya yang dapat memberikan devisa negara, pinang masih ketinggalan.
Tanaman pinang (Areca catechu L.) termasuk dalam famili Arecaceae, merupakan tanaman yang sekeluarga dengan kelapa. Salah satu jenis tumbuhan monokotil ini tergolong palem-paleman. Secara rinci, sistimatika tanaman pinang dapat diuraikan seperti berikut :
Divisi : Plantae
Kelas : Monokotil
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae atau Palmae (palem-paleman)
Genus : Areca
Spesies : Areca catechu L.
Pinang termasuk jenis tanaman yang sudah dikenal luas di masyarakat karena secara alami penyebarannya cukup luas di berbagai daerah. Ada beberapa jenis pinang diantaranya pinang biru, pinang hutan, pinang irian, pinang kelapa, dan pinang merah.

Salah satu jenis pinang yang sudah dikenal masyarakat adalah pinang sirih yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1). Pohon tumbuh satu-satu, tidak berumpun seperti jenis palem umumnya.

2). Batang lurus agak licin tinggi dapat mencapai 25 cm.

3). Diameter batang atau jarak antar-ruas batang sekitar 15 cm

4). Garis lingkaran batang tampak jelas.

5). Bentuk buah bulat telur, mirip telur ayam, dengan ukuran sekitar 3,5 – 7,7 cm serta berwarna hijau waktu muda dan berubah merah jingga atau merah kekuningan saat masak atau tua.


SYARAT TUMBUH TANAMAN PINANG
Setiap tanaman memerlukan syarat tumbuh yang berbeda, bila penanaman dilakukan di tempat yang sesuai dengan syarat tumbuhnya maka akan memberikan dampak yang baik sehingga menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang optimal. Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan di dalam penanaman pinang antara lain :


1. Tinggi Tempat

Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0–1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idialnya ditanam pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut.


2. Tanah

Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan aluvial.

Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang sekitar pH 4 - 8.




3. Curah Hujan

Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150 hari.

Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan agak basah dengan bulan basah 3 - 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 - 8 bulan/tahun.

4. Suhu dan Kelembaban

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20º - 32º C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 – 90 %.

5. Penyinaran.

Penyinaran yang sesuai untuk tanaman pinang berkisar antara 6-8 jam/hari. Pengaruh cahaya matahari terhadap tanaman pinang sebagai berikut :

1). Ruas batangnya lebih pendek dibanding tanaman yang terlindung.

2). Tanaman tidak cepat tinggi.

3). Fisik tanaman lebih kuat.

4). Persentase bunga untuk menjadi buah lebih besar.
Beberapa tindakan budidaya tanaman yang menyangkut faktor penyinaran adalah pengaturan tanam, jarak tanam, sistem intercropping, penggunaan naungan dan pohon pelindung, serta penambahan cahaya.


BAHAN TANAMAN

Bibit bermutu berasal dari benih terpilih yang berasal dari pohon induk terpilih. Seleksi pohon induk dapat dilakukan pada individu pohon, yaitu melalui seleksi sebagai berikut:

a. Pohon induk tumbuh tegar, batang lurus, mahkota pohon berbentuk setengah bulat dan pertumbuhan daun terbagi rata.

b. Pohon bebas dari serangan hama dan penyakit

c. Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun.

d. Lingkar batang lebih dari 45 cm (diukur pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah).

e. Daun yang terbuka penuh lebih dari 8 helai,

f. Jumlah tandan lebih dari 4 buah,

g. Jumlah buah per tandan lebih dari 50 butir.

TEKNIK BUDIDAYA.

Untuk budidaya tanaman pinang agar mendapatkan tanaman yang baik harus melalui beberapa tahap yaitu :



A. Persiapan Bibit.

Perbanyakan tanaman pinang dilakukan dari penyemaian biji. Kerugian pembibitan dengan biji adalah akan terjadi segregasi (penurunan kualitas keturunan) secara genetik pada tanaman yang bersifat heterosigous dan jangka waktu untuk berproduksinya akan sangat lama.

1). Jumlah bibit.
Kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 50 % dari jumlah bibit yang diharuskan ditanam dalam setiap hektar areal tanam. Untuk jarak tanam 2,7 m X 2,7 m, akan diperoleh sebanyak 1.300 tanaman/Ha. Oleh karena itu disiapkan sebanyak 1.950 biji pinang untuk disemaikan.

2). Kriteria buah untuk bibit

Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan bibit, yaitu ukuran, berat, dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukurankecil sampai besar.

Kriteria untuk ukuran buah besar adalah sebagai berikut:

a. Sebaiknya buah diambil yang mempunyai ukuran besar dan seragam, buah yang besar berpotensi menghasilkan buah yang besar.

b. Berat buah yang dijadikan bibit sekitar 60 buah/kg. Semakin sedikit jumlah per kilogramnya maka bijinyapun semakin baik dijadikan benih.




c. Umur Pohon yang baik untuk bibit.

Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun. Buah untuk benih harus matang sempurna (warna oranye) dengan bobot di atas 35 g.

3). Perlakuan buah

Dalam pembibitan pinang ada yang tanpa perlakuan langsung menyemaikan buah dan ada yang diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai dengan merendam buah selama 24 jam. Air sangat mempengaruhi percepatan perkecambahan biji selain suhu, oksigen dan cahaya.

* Sebaiknya perendaman buah dalam air jangan terlalu lama
* Suhu yang tinggi akan memacu percepatan perkecambahan sejalan dengan naiknya suhu.
* Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi. Dengan sistem drainase dan pengolahan pengaturan bedengan yang baik akan mempercepat perkecambahan karena aerasi berjalan dengan baik. Aerasi yang baik ini terjadi karena kebutuhan oksigen terjamin.

4). Persiapan lahan.

Sebelum dilakukan kegiatan perkecambahan biji, lahannya perlu disiapkan terlebih dahulu agar pertumbuhan optimal. Untuk kebutuhan bibit pada penanaman di lahan seluas 1 ha maka luas perkecambahan yang diperlukan sekitar 4-5 m² atau sekitar 400 biji/m². Langkah-langkah menyiapkan lahan sebagai berikut :


1. Pilih lokasi lahan yang cukup baik atau subur dan aman dari ganggguan orang, ternak, dan organisme pengganggu lainya.

2. Bersihkan lahan dari rumput terlebih dahulu dengan cara dicangkul.

3. Buat bedengan memanjang sesuai keadaan lahan dengan lebar 1 m. Caranya dengan menggali saluran drainase di antara dua bedengan dan tanah galiannya diuruk ke tengah sambil diratakan. Sebaiknya saluran drainase dirapikan.

5).Perkecambahan

Setelah lahan disiapkan, tahap selanjutnya adalah menyemai biji-biji yang sudah dipilih. Proses perkecambahan biji ini akan berlangsung sekitar 1,5-2 bulan. Saat itu akar atau tunas dari biji sudah bermunculan, tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut :

1). Susun biji pinang terpilih pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan menjadi maksimal.

2). Tutup biji pinang tersebut dengan lapisan tanah subur setebal 0,5 cm.

3). Bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi dan sore hari.

4). Bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan piaraan.

B. Cara Pembibitan.

Setelah biji berkecambah, kegiatan selanjutnya adalah pembibitan. Pembibitan ini dibagi dua tahap sebagai berikut :

1. Pembibitan tahap pertama.

Pada tahap pembibitan pertama ini kecambah biji dibibitkan pada lahan dengan lebar 1 m dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan bedengan diberi dinding keliling dari papan setinggi polybag ( 15 Cm). Tujuan agar polybag dapat disusun tegak dan rapi.
Setelah lahan pembibitan siap, kegiatan selanjutnya adalah menyiapkan polybag untuk pembibitan. Polybag yang digunakan berukuran volume 1 kg atau setinggi 15 cm. Polybag harus memiliki lubang di bagian bawahnya agar drainasenya baik. Kemudian isi polybag dengan tanah hingga setinggi ¾ bagian, lalu dipadatkan.
Polybag diisi dengan kecambah biji pinang, pengambilan kecambah ini harus hati-hati agar tunas dan akarnya tidak rusak. Biji kecambah dibenamkan sedalam 4 Cm atau posisi rata dengan permukaan tanah, setiap polybag berisi satu kecambah, kecambah ini ditutupi dengan tanah secukupnya agar kelihatan rapi.
Agar terhindar dari sengatan matahari bedengan diberi naungan. Tinggi tiang naungan sekitar 2,5 m. Sebagai atap bisa dari daun kelapa, nipah dan alang-alang , naungan mulai dikurangi setelah bibit berumur 1,5 bulan. Pengurangan ini dilakukan hingga bibit akan dipindahkan pada
pembibitan kedua atau sudah berumur 5 bulan.
Agar bibit dapat tumbuh baik perlu dipelihara seperti berikut :
1). Penyiraman dilakukan setiap pagi atau sore hari sebanyak 0,25 l/polybag.

2). Penyiangan gulma dilakukan bila di dalam dan disekitar polybag tumbuh gulma. Jika ada penyusutan tanah sebaiknya ke dalam polybag ditambahkan tanah baru.

3). Pemupukan di polybag diberi pupuk NPK dengan dosis 4 g/polybag. Bila menggunakan urea, dosis sekitar 2 g/l air, lalu disemprotkan ke daun, batang, dan tanah.


4). Pencegahan hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida dan fungisida.

5). Seleksi bibit yang baik adalah bibit yang berpangkal batang relatif besar mirip botol dan helai daun melengkung. Bibit yang lurus ke atas adalah bibit jantan yang tidak akan pernah berbuah.

2. Pembibitan tahap ke dua.

Untuk pembibitan tahap ke dua jarak antar polybag sekitar 30 cm X 30 cm. Keadaan lahannya harus datar agar polybag bibit tidak rebah.

Polybag yang disiapkan bervolume sekitar 6 kg media tanam. Ke dalam polybag diisi tanah subur 2/3 bagian. Selain tanah subur, ke dalam polybag pun dapat diisi dengan kompos plus. Dari 2/3 bagian polybag yang akan diisi dengan media tanam, 50 % adalah kompos plus(pada bagian bawah) dan 50 % sisanya diisi tanah biasa (pada bagian atas).

Setelah media tanamnya dimasukan didalam polybag besar, bibit dari polybag kecil pada pembibitan tahap pertama dapat dipindahkan. Caranya dengan menyobek polybag kecil, lalu bibit ditanam dalam polybag besar. Tanahnya harus relatif padat dan pangkal batang bibit tepat pada permukaan polybag.

Agar pertumbuhan tanaman dalam polybag lebih sempurna pertumbuhannya perlu dilakukan pemupukan NPK dengan dosis 20 g setiap polybag.

Pada areal pembibitan ke dua ini tidak perlu ada pelindung dari sinar matahari, karena sinar matahari sangat diperlukan bibit untuk pertumbuhannya.

Lokasi pembibitan sebaiknya diberi pagar keliling untuk menghindari gangguan dari hewan peliharaan, sebaiknya lokasi pembibitan dekat dengan sumber air.

Pemeliharaan tahap ke dua ini dilakukan selama tujuh bulan atau hingga bibit berumur satu tahun terhitung dari pembibitan tahap pertama. Dan bibit siap di tanam.

C. Persiapan Lahan Penanaman

Tahapan yang harus dilakukan setelah lokasi tanam di tentukan lahan perlu dilakukan pengolahan lahan dari pembukaan lahan sampai dengan pembuatan lobang tanam.

1. Pembukaan lahan.

* Lahan yang dapat ditanami tanaman pinang adalah lahan semak belukar, lahan tidur, dan pekarangan.

a. Lahan semak belukar.
Lahan ini biasanya didominasi oleh semak belukar dan pohon berkayu atau pohon lain yang dianggap tidak berguna dapat di tebang, membersihkan gulma sebaiknya dengan herbisida, terlebih kalau arealnya cukup luas. Herbisida yang dapat digunakan antara lain Pelithapon, Dalapon, Round-Up, Gramoxone S, Para-Col, Spak, Dual, Ronstar, Polaris, Basta, dan Dawpon.

b. Lahan Pekarangan.

Lahan pekarangan umumnya ditanami beragam jenis tanaman baik tanaman yang produktif maupun tanaman yang tidak produktif. Untuk tanaman yang tidak produktif perlu di ganti dengan tanaman produktif. Tanaman yang tidak produktif disingkirkan dan dengan cara di tebang dan gulma yang tumbuh perlu di cabut.

c. Lahan tidur

Lahan tidur adalah lahan yang peruntukannya belum direncanakan, untuk lahan yang belum atau sudah pernah di tanami namun gagal sehingga ditinggalkan dan dibiarkan sehingga tumbuh gulma atau pohon yang tidak diinginkan tumbuh. Lahan tidur inipun cocok untuk ditanami pinang dengan terlebih dahulu dibersihkan. Bila lahan sering tergenang air, perlu dibuatkan saluran drainase.

d. Lahan Pertanaman Kelapa

Penanaman di lahan pertanaman kelapa (pinang sebagai tanaman sela) dapat dilakukan pada lahan pertanaman kelapa yang memiliki jarak tanam 9 x 9 meter segi empat. Tanaman pinang dapat ditanam diantara dua baris tanaman kelapa dengan jarak tanam 2,5 x 2,5 meter segi empat

2. Penentuan jarak tanam

Jarak tanam yang biasa di tanam dilapangan adalah 2,7 m X 2,7 m. Jarak tanam ini dianggap cukup efisian untuk pertumbuhan tanaman.

Diantara tanaman dalam barisan dapat ditanami dengan tanaman lain seperti tanaman palawijo sebagai tanaman tumpang sari.
3. Pemancangan Tiang Ajir

Pemancangan dilakukan setelah lahan penanaman bersih. Dengan pemancangan akan memudahkan penentuan letak lubang tanam dengan jarak teratur.

Pemancangan didasarkan pada kerapatan pohon per hektar, jarak tanam, dan topografi daerah setempat. Pemancangan di areal rata dilakukan sesuai jarak tanam. Sedangkan dilahan berbukit atau berkontur, pemancangan dilakukan dengan arah barisan menurut kontur lahan dan jarak antar barisan menurut proyeksi jarak antar barisan.

Alat yang digunakan untuk melakukan pemancangan adalah tali nylon (tali polythylene). Tali nylon disiapkan sepanjang 100 m. Pada tali tersebut diberi tanda (diikat diikat dengan benang) batas setiap panjang 3 m. Sebaiknya ada perbedaan mencolok antara warna tali nylon dengan benang. Fungsi tanda tersebut adalah memudahkan penancapan ajir di areal.

Ajir biasanya dibuat dari bambu dengan diameter minimal 2 cm. Tinggi anjir sekitar 1,5 m. Jumlah ajir yang disiapkan sesuai jumlah tanaman yang seharusnya disiapkan untuk luasan tertentu. Dengan jarak tanam 2,7 m x 2,7 m maka yang perlu disiapkan sekitar 1.300 ajir (untuk luasan 1 hektar). Agar ajir mudah ditancapkan ketanah bagian pangkalnya diruncingkan.

Setelah alat dan ajir disiapkan, pemancangan dapat segera dilakukan. Tancapan satu ajir di sudut tertentu dari lahan, misalnya sudut sebelah timur dan ikatkan tali nylon pada ajir tersebut. Tarik tali seluruhnya kearah sudut lainnya (barat). Beri ajir disudut barat dan ikat tali pada ajir tersebut. Tarikan tali ini nantinya akan merupakan barisan pertama. Tali harus ditarik lurus ke arah sudut lain. Penancapan ajir tersebut dapat disesuaikan dengan lahan terpanjang walaupun tanpa arah.

Setelah itu, tancapan ajir satu per satu sesuai tanda pada tali. Bila sudah selesai, tali dapat dipindahkan pada barisan di sebelahnya atau barisan kedua yang sebelumnya sudah diukur dengan jarak 2,7 m. Lakukan pemancangan ajir seperti pada barisan pertama, demikian seterusnya hingga seluruh lahan diberi ajir. Setiap selesai pemancangan ajir pada satu barisan.

4.Stripclearing

Strip clearing merupakan kegiatan pembersihan kayu-kayu di sepanjang jalur antara setiap dua barisan ajir atau tiang pancang. Jalur ini nantinya akan dijadikan jalan. Lebar jalan cukup 1 M. Tunggul atau batang kayu yang masih ada dijalur tersebut sebaiknya dipotong atau dimusnahkan. Strip clearing berfungsi jika pada areal tersebut ditanami rumput penutup tanah (kacang-kacangan), tetapi tidak berguna jika pada sela-sela barisan tanaman pinang ditanami tanaman tumpang sari. Ini disebabkan rumput penutup tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah, bahkan dapat memanjat atau menggulung hingga ke tanaman pokok. Akibatnya seluruh areal pertanaman akan dapat tertutupi oleh tanaman pokok maka di areal tersebut perlu dibuat jalan, minimal lebarnya 60 cm. Kalau tidak ada jalan, tanaman penutup tanah ataupun kacang-kacangan akan terinjak-injak saat melakukan kegiatan perawatan.

Sebaliknya kalau yang ditanam adalah tanaman sela maka jalan tidak perlu dibuat. Ini disebabkan tanaman sela tidak akan menutupi tanah. Di antara tanaman sela tersebut kita masih bisa berjalan. Contoh tanaman sela yang dapat ditanam pada areal pertanaman pinang adalah jagung atau kacang tanah.

5. Pembuatan lubang tanam
.
Lubang tanam untuk pinang dibuat dengan ukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm. Lubang tanam harus sudah dibuat 1 bulan sebelum penanaman karena perlu dibiarkan terbuka kena sinar matahari selama 1 bulan. Setelah itu lubang dapat di isi tanah lapisan atas yang telah dicampur dengan kompos atau pupuk kandang sebanyak 1 kg. Selain itu, tanah lapisan atas tersebut pun dapat dicampur pupuk NPK sebanyak 50-75 g/lubang. Tanah tercampur pupuk tersebut dimasukan ke lubang hingga 1/3 bagian saja.





6. Penanaman tanaman penutup tanah.

Bila lahan luas dan tidak ditanami tanaman tumpang sari, sebaiknya tanah ditanami tanaman penutup tanah (cover crops). Penanaman dilakukan segera setelah lahan bersih, pemancangan ajir, atau penyemprotan herbisida. Penanaman tanaman penutup tanah sebaiknya saat musim penghujan.


Biasanya tanaman penutup tanah adalah dari jenis kacang-kacangan seperti Pueraria javanica, Centrocema pubercen, Calopogonium mucunoides, Psophocarpus palutris, dan Calopogonium caeruleum. Tanaman ini dapat ditanam dari biji atau dari stek.

Tanaman penutup tanah sangat berguna untuk menambah cadangan unsur hara, memperbaiki sifat-sifat tanah, mencegar terjadinya erosi, dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu atau gulma.


D. Penanaman

Ada dua teknik penanam pinang yang dapat dilakukan, yaitu penaman dengan sistem monokultur dan sistem tumpang sari.

1. Penanaman sistem monokultur.

Penanaman sistem monokultur artinya tanaman yang ditanam dalam satu areal hanya satu jenis tanaman menghasilkan. Penanaman sebaiknya pada musim penghujan. Bibit yang ditanam sebaiknya sudah merupakan hasil seleksi.


2. Penanaman sistem tumpang sari.
Dengan penanaman sistem tumpang sari dapat memberikan nilai tambah petani karena tanaman pinang baru berproduksi pada umur 5 tahun. Tanaman tumpang sari yang biasa ditanam adalah tanaman palawija (Jagung, kacang-kacangan). Dengan adanya tanaman tumpang sari petani sudah mendapat pendapatan sebelum tanaman pinang berproduksi.

E. Pemeliharaan tanaman

Untuk memperoleh hasil yang maksimal maka yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Penyisipan tanaman

Penyisipan dilakukan terhadap tanaman pinang yang mati atau tanaman tidak sehat sebaiknya tanaman dicadangkan 5 % dari jumlah total populasi per hektar.

2. Pemupukan tanaman

Pemupukan tanaman dilakukan dua kali dalam 1 tahun yaitu pada awal musim penghujan dan pada akhir musim penghujan. Dosis pupuk untuk tanaman yang berumur 4 tahun keatas (tanaman mulai berbunga) adalah: 100 g N; 40 g P2O5; dan 140 g K2O (setara dengan 220 g urea; 80 g TSP; dan 240 KCL) dan 12 kg kompos atau pupuk kandang per pohon per tahun. Untuk tanaman muda berumur 1 tahun (tanaman baru dipindahkan ke lapangan) sampai 3 tahun, dosis pupuk masing-masing 25 %, 50 % dan 75 % dari dosis tanaman mulai berbunga.




3. Penyiangan gulma.
Penyiangan dilakukan agar tanaman terbebas dari gangguan gulma. Diusahakan agar disekitar batang (daerah piringan) dengan diameter 0,5 sampai 2,0 m tidak ada rumput/gulma yang tumbuhnya melewati pohon pinang. Pengendalian gulma ini dilakukan setiap dua bulan.

Stripweeding
Strip weeding artinya membersihkan gulma di sepanjang barisan tanaman hingga bersih. Lebar yang dibersihkan cukup 1 m secara memanjang sesuai barisan tanaman. Alat yang digunakan cangkul, tajak, sabit, Selain itu gulma dapat diberantas dengan bahan kimia. Kegiatan ini dilakukan hingga lima kali setahun secara berulang-ulang. Pinang yang sudah berumur 1-4 tahun cukup dilakukan pembersihan dua kali setahun.

b.Stripspraying

Srtip spraying artinya membersihkan gulma sepanjang barisan tanaman dengan cara penyemprotan herbisida seperti : Paracol dengan konsentrasi 1,2-1,5 l/400 l air/ha dan Gramozone dengan konsentrasi 1,2-1,5 l/400 l air/ha. Kegiatan ini untuk tanaman yang sudah berumur setahun atau lebih. Untuk tanaman yang sudah berumur 2-3 tahun dapat dilakukan dua kali setahun. Lebar jalur Strip spraying cukup 1,5 m, yaitu masing-masing 73 cm dari kanan-kiri batang memanjang sesuai barisan tanaman.

c. Penyiangan bundaran pohon (ring weeding)

Penyiangan dilakukan di sekeliling pohon dengan radius 75-150 cm tergantung besarnya pohon.


4. Pengairan

Tanaman pinang sangat peka terhadap kekeringan, oleh sebab itu penting dilakukan pada daerah yang memiliki musim kering panjang. Tanaman perlu diairi sekali dalam 4-7 hari tergantung jenis tanah dan iklim.

2.3.1  Jangung
Tanaman jagung merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Dalam bentuk biji utuh, jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung jagung, beras jagung, dan makanan ringan (pop corn dan jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak goreng, margarin, dan formula makanan. Pati jagung dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan seperti es krim, kue, dan minuman.
Karena cukup beragamnya kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman jagung tersebut diatas, dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, kualitas dan ramah lingkungan /berkelanjutan.
TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
A. Syarat Benih Jagung
Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt air semalam).

B. Pengolahan Tanah
Lahan dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm.
Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek. Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari GLIO yang sudah dicampur dengan pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu pada tanaman jagung.
C. Pemupukan
Takaran per hektar pupuk kandang 2 ton, urea 300 kg, SP36 150 kg, KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali, masing-masing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan pupuk kandang, SP36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam.
D. Penanaman Jagung
Waktu tanam • Sebaiknya musim penghujan.
1.  Penentuan Pola Tanaman Jagung
Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan :
-    Tumpang sari ( intercropping ),melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi gogo.
-   Tumpang gilir ( Multiple Cropping ),dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh: jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah, dll.
-   Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan kacang panjang.
- Tanaman Campuran ( Mixed Cropping ), penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh: tanaman campuran seperti jagung, kedelai, ubi kayu.
2. Lubang Tanam dan Cara Tanam Tanaman Jagung
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang).
-  Penjarangan dan Penyulaman
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.

-  Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari.
-
 Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang.
-  Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung.
Iklim
Tanaman jagung manis berasal dari daerah tropis, tetapi karena banyak tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya, jagung manis dapat tumbuh baik pada berbagai iklim. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung manis adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis atau tropis basah. Jagung manis dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o lintang utara hingga 0o-40o lintang selatan
Jagung manis sebagai tanaman daerah tropis dapat tumbuh subur dan memberikan hasil yang tinggi apabila tanaman dan pemeliharaannya dilakukan dengan baik .Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperatur rata-rata antara 14-30 0C, pada daerah yang ketinggian sekitar 2200 m di atas permukaan laut (dpl),

2.3.3 Cabai

Cabai dapat ditanam di dataran tinggi maupun rendah, pH 5-6. Bertanam cabai dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko), diantaranya, teknis budidaya, kekurangan unsur, serangan hama dan penyakit, dll.
PT. Natural Nusantara ( NASA ) berupaya membantu penyelesaian masalah tersebut, agar terjadi peningkatan produksi cabai secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K-3 ), sehingga petani dapat berkompetisi di era pasar bebas.


TEKNIS BUDIDAYA CABE
A. Persemaian Tanaman Cabe
Tahap awal budidaya cabe adalah membuat persemaian guna menyiapkan bibit tanaman yang sehat, kuat dan seragam sebagai bahan tanam di lapangan. Media semai yang dipergunakan hendaknya mempunyai struktur yang remah, tidak menahan air dan cukup nutrisi. Bahan yang dapat digunakan adalah campuran kompos, tanah, dan pasir dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Untuk menambahkan nutrisi berikan pupuk NPK grand S-15 sebanyak 80 gram yang telah dihaluskan untuk tiap 3 ember campuran bahan tersebut.
Setelah bahan tercampur, masukkan bahan pada kantung plastik dengan ukuran 8 x 9 cm sampai 90 % penuh, dan buat lubang pembuangan air pada plastik bagian bawah yang telah terisi media.
Atur media pada bedeng semai yang telah disiapkan. Bedeng semai dibuat dengan tinggi 20 – 50 cm dengan lebar 80 – 100 cm dan panjang menyesuaikan kondisi. Arah bedengan diatur membujur utara selatan dengan memberikan atap penutup dari plastic dengan tiang penyangga bagian timur 100 cm dan bagian barat 80 cm atau atap dapat dibuat dengan model ½ lingkaran . Hal ini dimaksudkan agar bibit yang tumbuh cukup mendapatkan sinar matahari sehingga tidak mengalami etiolasi.
Langkah selanjutnya adalah pemeraman benih yang bertujuan untuk mengecambahkan benih. Media pemeraman yang digunakan adalah kain handuk atau 3 – 5 lapis kertas merang yang disemprot dengan larutan fungisida Victory dengan kosentrasi 3 gram / liter. Benih ditaburkan secara merata pada media dan diusahakan tidak menumpuk. Benih yang digunakan sebaiknya benih cabe hibrida yang telah diberi perlakuan pestisida.
Media digulung atau dilipat dan disimpan dalam suhu kamar. Untuk menjaga kelembaban media peram, semprotkan air dengan handspray setiap pagi dan sore. Setelah 4 sampai 7 hari, benih akan mengeluarkan radikula atau calon akar. Dengan bantuan penjepit, benih yang telah mengeluarkan calon akar di tanam pada media semai yang disiram terlebih dahulu
Setiap pagi dan sore persemaian perlu disiram. Untuk mencegah gangguan cendawan, semprot persemaian dengan fungisida Starmyl 25WP dan Victory 80WP secara bergantian dengan konsentrasi 0,5 gram / liter. Untuk mencegah gangguan hama persemaian, semprot dengan insektisida winder 100ec dengan konsentrasi 0,5 cc / liter.
Persemaian juga dapat dilakukan dengan meletakkan benih secara langsung pada media semai tanpa diperam terlebih dahulu.
B. Pengolahan Tanah untuk Penanaman Cabe
Lahan yang akan dipakai tempat penanaman harus dibersihkan dari segala macam gulma dan akar bekas tanaman lama, agar pertumbuhan akar tidak terganggu dan untuk menghilangkan tumbuhan yang menjadi inang hama dan penyakit. Apabila lahan banyak ditumbuhi gulma, pembersihannya lebih baik menggunakan Herbisida Sistemik seperti Rambo 480AS dengan dosis 2 sampai 4 liter per Hektar.
Selanjutnya lahan dibajak dan digaru dengan hewan ternak maupun dengan bajak traktor. Pembajakan dan penggaruan bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk menghilangkan OPT yang bersembunyi di tanah.
Buat bedengan dengan ukuran lebar 100 – 110 cm dengan ketinggian bedengan 50 – 60 cm dan lebar parit 50 – 60 cm . Panjang bedengan disesuaikan dengan kondisi lahan.
Pengukuran pH tanah juga perlu dilakuan dengan alat pH meter atau dengan kertas lakmus. Untuk menaikkan pH tanah lakukan pengapuran lahan menggunakan dolomint atau kapur gamping dengan dosis 2 – 4 ton/Ha atau 200 – 400 gram / meter persegi tergantung pH tanah yang akan dinaikkan. Pengapuran diberikan pada saat pembajakan atau pada saat pembuatan bedengan bersamaan dengan sebar kompos atau pupuk kandang. Pupuk kandang yang diperlukan adalah 10 sampai 20 ton / Ha atau ½ sampai 1 zak untuk 10 meter panjang bedengan.
Pupuk dasar yang diberikan adalah pupuk NPK grand S-15, 2 kg untuk 10 meter panjang bedengan atau 2 ton / hektar.
Tahap berikutnya adalah pemasangan mulsa plastic hitam perak yang berguna untuk menekan perkembangbiakan hama dan penyakit, pertumbuhan gulma, mengurangi penguapan, mencegah erosi tanah, mempertahankan struktur, suhu dan kelembaban tanah serta dapat mencegah terjadinya pencucian pupuk. Pemasangan mulsa dilakukan dengan cara membentang dan menarik antara dua sisi dengan permukaan perak di bagaian atas. Setiap ujung dan sisi mulsa dikancing dengan pasak. Agar pemasangan mulsa lebih optimal dan dapat menutup permukaan bedengan dengan baik sebaiknya dilakukan pada siang hari atau saat cuaca panas.
C. Teknik Bertanaman Cabe
Jarak tanam yang digunakan adalah 50 – 60 cm jarak antar lubang dan 60 – 70 cm untuk jarak antar barisan dengan pola penanaman model segitiga atau zig-zag.
Pembuatan lubang tanam sedalam 8 sampai 10 cm dilakukan bersamaan dengan pembuatan lubang pada mulsa yang berpedoman pada pola yang dipakai dan sesuai jarak tanam yang dianjurkan .
Pembuatan lubang pada mulsa dapat juga menggunakan system pemanasan dengan menggunakan kaleng dengan diameter kurang lebih 8 – 10 cm. Lubang tanam dibuat dengan cara menugal tanah sedalam 8 – 10 cm.
Bibit cabe dipersemaian yang telah berumur 15 – 17 hari atau telah memiliki 3 atau 4 daun, siap dipindah tanam pada lahan. Semprot bibit dengan fungisida dan insektisida 1 – 3 hari sebelum dipindahtanamkan untuk mencegah serangan penyakit jamur dan hama sesaat setelah pindah tanam
Seleksi dan pengelompokan bibit berdasarkan ukuran besar kecil dan kesehatanya. Penanaman sebaiknya dilakukan pada sore hari atau pada saat cuaca tidak terlalu panas, dengan cara merobek kantong semai dan diusahakan media tidak pecah dan langsung dimasukkan pada lubang tanam



2.4 kompos
2.4.1 Serbuk Gergaji
Serbuk gergaji memiliki kandungan air kering sampai sedang. Sebagai bahan baku kompos serbuk gergaji bernilai sedang hingga baik walau tidak seluruh komponen bahan dirombak dengan sempurna. Serbuk gergaji ada yang berasal dari kayu lunak dan ada pula kayu keras. Kekerasan jenis kayu menentukan lamanya proses pengomposan karena kandungan lignin didalamnya. Kualitas serbuk gergaji tergantung pada macam kayu, asal daerah penanaman, dan umur kayu. Makin halus ukuran partikel serbuk gergaji makin baik daya serap air dan bau yang dimilikinya
2.4.2 Enceng Gondok
.Eceng Gondok sebagai Bahan KomposPenggunaan eceng gondok sebagai bahan kompos diharapkan dapatmembawa perubahan yang lebih baik bagi dunia pertanian. Tujuan pemberiankompos pada suatu lahan antara lain untuk memperkaya bahan makanan bagitanaman dan memperbaiki sifat fisik tanah akibat pencucian. Tujuan tersebut akanterpenuhi jika bahan yang akan dikomposkan mengandung unsur-unsur hara yangdibutuhkan oleh tanaman
2.4.3 Serasah
Untuk pertumbuhan optimal, tanaman memerlukan hara atau zat makanan yang memadai di dalam tanah. Secara alami hara tersebut terpenuhi dari serasah dedaunan, kotoran ternak dan bermacam organisme lain yang mengalami proses penguraian yang akhirnya menjadi makanan bagi tanaman.
Hara yang berasal dari serasah dedaunan atau kotoran ternak tersebut disebut humus. Kini humus tersebut dapat dibuat yaitu dengan menambahkan bahan pengurai yang disebut decomposer kepada serasah daun/kotoran ternak, hasil penguraian tersebut disebut kompos/bokash

2.4.4 Sampah Pasar
Sampah pasar memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dengan sampah dari perumahan. Komposisi sampah pasar lebih dominan sampah organik. Sampah-sampah plastik jumlahnya lebih sedikit daripada sampah dari perumahan. Apalagi jika sampahnya berasal dari pasar sayur atau pasar buah-buahnya. Limbahnya lebih banyak sampah organiknya., lebih khusus lagi sampah-sampah dari pasar sayur dan buah. Sampah pasar diolah menjadi kompos dan pupuk organik granul.
2.4.5 Ciri-ciri kompos yang telah matang
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji dilaboratorium untuk atau pun pengamatan sederhana di lapang. Berikut ini disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Dicium/dibaui
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.
3. Penyusutan
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.
4. Tes kantong plastik
Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan. Kompos kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan disimpan di dalam suhu ruang selama kurang lebih satu minggu. Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidak berbau atau berbau tanah berarti kompos telah matang.
5. Tes perkecambahan
Contoh kompos letakkan di dalam bak kecil atau beberapa pot kecil. Letakkan beberapa benih (3– 4 benih). Jumlah benih harus sama. Pada saat yang bersamaan kecambahkan juga beberapa benih di atas kapas basah yang diletakkan di dalam baki dan ditutup dengan kaca/plastik bening. Benih akan berkecambah dalam beberapa hari. Pada hari ke-5 / ke-7 hitung benih yang berkecambah. Bandingkan jumlah kecambah yang tumbuh di dalam kompos dan di atas kapas basah. Kompos yang matang dan stabil ditunjukkan oleh banyaknya benih yang berkecambah.
6. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50oC, berarti proses pengomposan masih berlangsung aktif.
7. Kandungan air kompos
Kompos yang sudah matang memiliki kandungan kurang lebih 55-65
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
A.Pinang
1. Tinggi Tempat

Tanaman Pinang dapat berproduksi optimal pada ketinggian 0–1.000 m dpl (meter diatas permukaan laut). Tanaman pinang idialnya ditanam pada ketinggian dibawah 600 m diatas permukaan laut.

2. Tanah

Tanah yang baik untuk pengembangan pinang adalah tanah beraerasi baik, solum tanah dalam tanpa lapisan cadas, jenis tanah laterik, lempung merah dan aluvial.

Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman pinang sekitar pH 4 - 8.

3. Curah Hujan

Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150 hari.

Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan agak basah dengan bulan basah 3 - 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 - 8 bulan/tahun.

4. Suhu dan Kelembaban

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20º - 32º C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 – 90 %.

5. Penyinaran.

Penyinaran yang sesuai untuk tanaman pinang berkisar antara 6-8 jam/hari. Pengaruh cahaya matahari terhadap tanaman pinang sebagai berikut :

1). Ruas batangnya lebih pendek dibanding tanaman yang terlindung.

2). Tanaman tidak cepat tinggi.

3). Fisik tanaman lebih kuat.

4). Persentase bunga untuk menjadi buah lebih besar.
Beberapa tindakan budidaya tanaman yang menyangkut faktor penyinaran adalah pengaturan tanam, jarak tanam, sistem intercropping, penggunaan naungan dan pohon pelindung, serta penambahan cahaya.
B.Cabai
1. pengolahan tanah
dapat dilakukan membajak atau mencangkul sedalam 25 – 30 cm hingga tanah menjadi gembur . setelah itu biarkan 7 – 14 hari untuk mendapatkan sinar matahari
2. pesemaian
pesemaian merupakan kegiatan untuk menghasilkan bibia. membuat bedeng atau tempat pesemaianb. penyemaian benih
kebutuhan benih untuk satu hektar berkisar antar
300 – 500 benih . sebelum benih disemai atau ditabur
3. penanaman
bibit tanaman cabai rawit yang telah berumur 1 bulan segera ditanam . penanaman sebaiknya pada sore hari agar tanaman tidak layu
4. pemeliharaan tanaman
a. penyiraman
penyiraman dilakukan 2 kali sehari atau di sesuaikan dengan keadaan tanah .
C.Jagung
1.Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata.
2.Penjarangan dan Penyulaman
Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam
3.Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll.
4.Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Budidaya Komoniti
1.Jagung
Lubang perangkap (pitfall traps), jaring serangga, kertas label, kantong plastik, alat tulis berupa buku catatan dan pensil.

Metode
1. 1. Penarikan Contoh
Pada setiap komoditas jagung yang diamati diambil 40 tanaman contoh. Letak tanaman contoh di dalam petak pertanaman ditentukan secara acak sistematik. Tanaman contoh yang diambil merupakan perwakilan dari setiap guludan (gambar 1). Setiap perwakilan guludan yang diambil adalah tanaman tengah. Unit contoh dan jumlah contoh yang diamati disesuaikan dengan ketersediaan waktu pengamatan. Penentuan unit contoh berdasarkan bagian tanaman yang diserang hama dan penyakit yang diamati.
1. 2. Pemetaan Wilayah Pengamatan
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
Gambar 1.  Denah tanaman contoh (luas lahan 2500 m2)
Keterangan:
: guludan contoh (masing-masing guludan yang diamati diambiltanaman tengah dari masing-masing guludan tersebut)
: guludan yang tidak di amati
Pola pengambilan sampel dengan menggunakan metode acak sistematis. Tanaman diambil dari guludan yang telah ditentukan dan di dalam guludan tersebut satu sampel diambil secara acak. Pengambilan sampel seperti ini diharapkan setiap sampel tanaman dapat mewakili guludan yang diamati.
1. 3. Cara Pengamatan
1. Pengamatan langsung pada tajuk tanaman
Setiap kelompok mengamati 40 rumpun tanaman yang ditentukan secara acak sistematis. Kemudian dihitung kerapatan populasi hama (masing-masing jenis hama), atau intensitas kerusakan hama, kejadian dan keparahan penyakit, dan kerapatan populasi musuh alami (masing-masing jenis musuh alami).
1. Pengamatan menggunakan jaring serangga
Dilakukan penjaringan sebanyak 5 kali ayunan tunggal kemudian artropoda (serangga dan laba-laba) yang tertangkap dimasukkan ke dalam kantong plastik. Penjaringan diulang sampai 5 kali pada petak yang berbeda (secara diagonal). Artropoda yang tertangkap diidentifikasi dan dihitung jumlahnya setiap jenis.
1. Pengamatan dengan lubang perangkap (pitfall traps)
Lubang perangkap terbuat dari botol bekas air mineral 240 ml. Kemudian  dimasukkan formalin 2% sekitar 60 ml ke dalam gelas. Kemudian gelas dipasang pada guludan dengan cara membuat lubang terlebh dahulu menggunakan sekop. Selanjutnya gelas dimasukkan dan permukaan atas gelas dibuat rata dengan permukaan tanah (gambar 2). Gelas diberi atap agar terhindar dari hujan. Setelah itu, dipasang selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam diangkat, diberi label, dan diamati di laboratorium dengan mikroskop. Serta dicatat jenis dan jumlah artropoda yang tertangkap.
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O O
Gambar 2.  Denah peletakan pitfall padapertanaman jagung
Keterangan :
:           : Tempat peletakan pitfall pada pertanaman Jagung
: Tanpa pemasangan pitfall
2.Pinang
Alat yang digunakan tali nylon (tali polythylene) untuk melakukan pemancangan ,bambu dengan diameter minimal 2 cm,benang

Pemancangan dilakukan setelah lahan penanaman bersih. Dengan pemancangan akan memudahkan penentuan letak lubang tanam dengan jarak teratur.

Pemancangan didasarkan pada kerapatan pohon per hektar, jarak tanam, dan topografi daerah setempat. Pemancangan di areal rata dilakukan sesuai jarak tanam. Sedangkan dilahan berbukit atau berkontur, pemancangan dilakukan dengan arah barisan menurut kontur lahan dan jarak antar barisan menurut proyeksi jarak antar barisan.

Tali nylon disiapkan sepanjang 100 m. Pada tali tersebut diberi tanda (diikat diikat dengan benang) batas setiap panjang 3 m. Sebaiknya ada perbedaan mencolok antara warna tali nylon dengan benang. Fungsi tanda tersebut adalah memudahkan penancapan ajir di areal.

Ajir biasanya dibuat dari bambu dengan diameter minimal 2 cm. Tinggi anjir sekitar 1,5 m. Jumlah ajir yang disiapkan sesuai jumlah tanaman yang seharusnya disiapkan untuk luasan tertentu. Dengan jarak tanam 2,7 m x 2,7 m maka yang perlu disiapkan sekitar 1.300 ajir (untuk luasan 1 hektar). Agar ajir mudah ditancapkan ketanah bagian pangkalnya diruncingkan.

Setelah alat dan ajir disiapkan, pemancangan dapat segera dilakukan. Tancapan satu ajir di sudut tertentu dari lahan, misalnya sudut sebelah timur dan ikatkan tali nylon pada ajir tersebut. Tarik tali seluruhnya kearah sudut lainnya (barat). Beri ajir disudut barat dan ikat tali pada ajir tersebut. Tarikan tali ini nantinya akan merupakan barisan pertama. Tali harus ditarik lurus ke arah sudut lain. Penancapan ajir tersebut dapat disesuaikan dengan lahan terpanjang walaupun tanpa arah.

Setelah itu, tancapan ajir satu per satu sesuai tanda pada tali. Bila sudah selesai, tali dapat dipindahkan pada barisan di sebelahnya atau barisan kedua yang sebelumnya sudah diukur dengan jarak 2,7 m. Lakukan pemancangan ajir seperti pada barisan pertama, demikian seterusnya hingga seluruh lahan diberi ajir. Setiap selesai pemancangan ajir pada satu barisan.
4. Strip clearing

Strip clearing merupakan kegiatan pembersihan kayu-kayu di sepanjang jalur antara setiap dua barisan ajir atau tiang pancang. Jalur ini nantinya akan dijadikan jalan. Lebar jalan cukup 1 M. Tunggul atau batang kayu yang masih ada dijalur tersebut sebaiknya dipotong atau dimusnahkan. Strip clearing berfungsi jika pada areal tersebut ditanami rumput penutup tanah (kacang-kacangan), tetapi tidak berguna jika pada sela-sela barisan tanaman pinang ditanami tanaman tumpang sari. Ini disebabkan rumput penutup tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah atau kacang-kacangan akan tumbuh menutupi tanah, bahkan dapat memanjat atau menggulung hingga ke tanaman pokok. Akibatnya seluruh areal pertanaman akan dapat tertutupi oleh tanaman pokok maka di areal tersebut perlu dibuat jalan, minimal lebarnya 60 cm. Kalau tidak ada jalan, tanaman penutup tanah ataupun kacang-kacangan akan terinjak-injak saat melakukan kegiatan perawatan.

Sebaliknya kalau yang ditanam adalah tanaman sela maka jalan tidak perlu dibuat. Ini disebabkan tanaman sela tidak akan menutupi tanah. Di antara tanaman sela tersebut kita masih bisa berjalan. Contoh tanaman sela yang dapat ditanam pada areal pertanaman pinang adalah jagung atau kacang tanah.




x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x

5 m -------------------------- B -----------------------------

x x x x x x x x xx x x x x x x x x x x x x x x x x

1 m A



Pengaturan jalur dalam kebun jalur A (lebar 1 M) sebagai jalan, jalur B ditanami kacang-kacangan. Jalur X sebagai barisan tanaman pinang.
3.Cabai
Bahan dan Alat
1. alat yang diperlukan untuk menanam cabai
- cangkul
- garpu tanah
- kored
- gembor ember
- sprayer
- ember
- meteran
- keranjang
- timbangan
- tali kenca ( pelurus )
2. bahan – bahan yang diperlukan untuk menanam cabai
- benih cabai
- pupuk kandang
- urea
- TSP
- Bambo
- Insektisida
- Fungisida
- KCL
- Pelastik kecil bumbungan
- Lalang atau daun kelapa

3.3.2 Pengatan Iklim Dan Cuaca
!.Cabai
Pada umumnya cabai dapat ditanam di dataran rendah sampai pegunungan (dataran tinggi) + 2.000 meter dpl yang membutuhkan iklim tidak terlalu dingin dan tidak terlalu lembab. Temperatur yang baik untuk tanaman cabai adalah 240 - 270 C, dan untuk pembentukan buah pada kisaran 160 - 230 C. Setiap varietas cabai hibrida mempunyai daya penyesuaian tersendiri terhadap lingkungan tumbuh. Cabai hibrida Hot Beauty dan Hero dapat berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi + 1200 m dpl. Sedangkan cabai hibrida Long Chili lebih cocok ditanam pada ketinggian antara 800 - 1500 m dpl. Khusus untuk cabai Paprika umumnya hanya cocok ditanam di dataran tinggi.
2.Pinang
CurahHujan

Curah hujan yang dikehendaki tanaman pinang antara 750-4.500 mm/tahun yang merata sepanjang tahun atau hari hujan sekitar 100 - 150 hari.

Tanaman pinang sangat sesuai pada daerah yang bertipe iklim sedang dan agak basah dengan bulan basah 3 - 6 bulan/tahun dan bulan kering 4 - 8 bulan/tahun.
Suhu dan Kelembaban

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20º - 32º C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 – 90 %.



3.Jagung
Suhu dan Kelembaban

Tanaman pinang dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum antara 20º - 32º C. Tanaman pinang menghendaki daerah dengan kelembaban udara antara 50 – 90 %.
Iklim
Tanaman jagung manis berasal dari daerah tropis, tetapi karena banyak tipe dan variasi sifat-sifat yang dimilikinya, jagung manis dapat tumbuh baik pada berbagai iklim. Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung manis adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis atau tropis basah. Jagung manis dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o lintang utara hingga 0o-40o lintang selatan
Jagung manis sebagai tanaman daerah tropis dapat tumbuh subur dan memberikan hasil yang tinggi apabila tanaman dan pemeliharaannya dilakukan dengan baik .Agar tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperatur rata-rata antara 14-30 0C, pada daerah yang ketinggian sekitar 2200 m di atas permukaan laut (dpl),

3.2.3 Pembibitan Pinang
BAHAN TANAMAN

Bibit bermutu berasal dari benih terpilih yang berasal dari pohon induk terpilih. Seleksi pohon induk dapat dilakukan pada individu pohon, yaitu melalui seleksi sebagai berikut:

a. Pohon induk tumbuh tegar, batang lurus, mahkota pohon berbentuk setengah bulat dan pertumbuhan daun terbagi rata.

b. Pohon bebas dari serangan hama dan penyakit

c. Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun.

d. Lingkar batang lebih dari 45 cm (diukur pada ketinggian 1 m dari permukaan tanah).

e. Daun yang terbuka penuh lebih dari 8 helai,

f. Jumlah tandan lebih dari 4 buah,

g. Jumlah buah per tandan lebih dari 50 butir.

tanaman yang baik harus melalui beberapa tahap yaitu :

A. Persiapan Bibit.

Perbanyakan tanaman pinang dilakukan dari penyemaian biji. Kerugian pembibitan dengan biji adalah akan terjadi segregasi (penurunan kualitas keturunan) secara genetik pada tanaman yang bersifat heterosigous dan jangka waktu untuk berproduksinya akan sangat lama.

1). Jumlah bibit.

Kebutuhan biji untuk disemaikan sebaiknya dicadangkan sebanyak 50 % dari jumlah bibit yang diharuskan ditanam dalam setiap hektar areal tanam. Untuk jarak tanam 2,7 m X 2,7 m, akan diperoleh sebanyak 1.300 tanaman/Ha. Oleh karena itu disiapkan sebanyak 1.950 biji pinang untuk disemaikan.

2). Kriteria buah untuk bibit.

Beberapa kriteria tentang buah pinang yang baik untuk dijadikan bibit, yaitu ukuran, berat, dan umur buah. Khusus untuk ukuran buah, sangat tergantung pada varietas pinang. Ukuran buah pinang bervariasi dari ukuran kecil sampai besar.

Kriteria untuk ukuran buah besar adalah sebagai berikut:

a. Sebaiknya buah diambil yang mempunyai ukuran besar dan seragam, buah yang besar berpotensi menghasilkan buah yang besar.

b. Berat buah yang dijadikan bibit sekitar 60 buah/kg. Semakin sedikit jumlah per kilogramnya maka bijinyapun semakin baik dijadikan benih.

c. Umur Pohon yang baik untuk bibit.

Umur pohon lebih dari 10 tahun dan telah stabil berproduksi, yaitu sekitar 4-5 tahun. Buah untuk benih harus matang sempurna (warna oranye) dengan bobot di atas 35 g.

3). Perlakuan buah

Dalam pembibitan pinang ada yang tanpa perlakuan langsung menyemaikan buah dan ada yang diberi perlakuan terlebih dahulu sebelum disemai dengan merendam buah selama 24 jam. Air sangat mempengaruhi percepatan perkecambahan biji selain suhu, oksigen dan cahaya.

* Sebaiknya perendaman buah dalam air jangan terlalu lama
* Suhu yang tinggi akan memacu percepatan perkecambahan sejalan dengan naiknya suhu.
* Oksigen sangat diperlukan untuk respirasi. Dengan sistem drainase dan pengolahan pengaturan bedengan yang baik akan mempercepat perkecambahan karena aerasi berjalan dengan baik. Aerasi yang baik ini terjadi karena kebutuhan oksigen terjamin.

4). Persiapan lahan.

Sebelum dilakukan kegiatan perkecambahan biji, lahannya perlu disiapkan terlebih dahulu agar pertumbuhan optimal. Untuk kebutuhan bibit pada penanaman di lahan seluas 1 ha maka luas perkecambahan yang diperlukan sekitar 4-5 m² atau sekitar 400 biji/m². Langkah-langkah menyiapkan lahan sebagai berikut :

1. Pilih lokasi lahan yang cukup baik atau subur dan aman dari ganggguan orang, ternak, dan organisme pengganggu lainya.

2. Bersihkan lahan dari rumput terlebih dahulu dengan cara dicangkul.

3. Buat bedengan memanjang sesuai keadaan lahan dengan lebar 1 m. Caranya dengan menggali saluran drainase di antara dua bedengan dan tanah galiannya diuruk ke tengah sambil diratakan. Sebaiknya saluran drainase dirapikan.

5). Perkecambahan

Setelah lahan disiapkan, tahap selanjutnya adalah menyemai biji-biji yang sudah dipilih. Proses perkecambahan biji ini akan berlangsung sekitar 1,5-2 bulan. Saat itu akar atau tunas dari biji sudah bermunculan, tahapan perkecambahan biji adalah sebagai berikut :

1). Susun biji pinang terpilih pada bedengan dengan posisi horizontal. Penyusunan harus rapat agar daya tampung bedengan menjadi maksimal.

2). Tutup biji pinang tersebut dengan lapisan tanah subur setebal 0,5 cm.

3). Bedengan diberi naungan agar kelembaban terjaga dan terhindar dari sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan pada setiap pagi dan sore hari.

4). Bedengan diberi pagar agar terhindar dari gangguan hewan piaraan.
3.2.4 Pembuatan Kompos
Pembuatan Kompos Yang Sederhana dan Praktis
Metoda pembuatan kompos yang akan dijabarkan disini adalah metoda pembuatan kompos yang paling sederhana dan paling murah, yaitu metoda Windrow.  Metoda windrow ini dalam pelaksanaannya mengadopsi konsep yang dikembangkan oleh Departemen of Agriculture & Biological Engineering, New York State College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University, Amerika Serikat, dikombinasikan dengan metoda pembuatan kompos dari Jepang (Bokashi),  dengan mempergunakan aktivator EM-4.  
Dalam pelaksanaan pembuatannya, telah dilakukan beberapa penyesuaian dan perubahan yang disesuaikan dengan keadaan setempat di beberapa lokasi pengolahan (di Indonesia).  
Penyiapan Bahan
1. Bahan Hijauan, bahan yang berwarna hijau biasanya banyak mengandung Nitrogen (N) tinggi, diantaranya Kotoran Ternak (sapi, kerbau, ayam, kambing atau babi), daun kacang-kacangan, daun jagung, limbah pertanian segar, potongan rumput segar dan lain-lain.
2. Bahan Coklatan, bahan yang berwarna coklat biasanya banyak mengandung Carbon (C) tinggi, diantaranya Jerami padi, serbuk gergaji, coco peat, dedak, sekam, potongan kayu, potongan kertas, dan lain-lain.
3. Bahan lain, Limbah Rumah Tangga, Abu dapur.
Untuk bahan tertentu yang berukuran besar atau panjang seperti jerami, batang jagung, belukar, agar bahan kompos mudah terdekomposisi,  maka bahan sebaiknya harus dihaluskan dengan cara dicincang dengan ukuran 4 – 10 cm.
Penyiapan Alat
Alat-alat yang diperlukan antara lain :
1. Tempat pembuatan kompos, sebaiknya ada naungan.
2. Sekop,
3. Cangkul garpu
4. Gembor/embrat
5. Drum air
6. Ember
7. Lembaran plastik penutup
8. Termometer
9. Alat timbang
Penyusunan Bahan Baku
1. Susun kompos berdasarkan ketersediaan bahan baku. Sebaiknya bahan yang mangandung karbon tinggi terlebih dahulu disimpan paling bawah sebagai alas. Misalnya Jerami, serbuk gegaji, sekam atau coco peat.
2. Selanjutnya di atas bahan tadi susun kotoran ternak seperti kotoran sapi, kambing, ayam
Susunan bahan baku yang biasa dilakukan adalah:
Jerami (paling bawah)
Kotoran Sapi
Serbuk gergaji
Kotoran Kambing
Kotoran ayam,  dll
Proses penyusunan bahan kompos ini dapat dilakukan sampai ketinggian 1 m
3.3 Presedur Kerja
3.3.1 Pengamatan Stasiun Alat

3.3.2  Pembuatan dan pengamatan Kompos
Mencampur Kompos
Setelah bahan disusun lengkap, kemudian setahap demi setahap bahan dicampur sampai rata, sambil dilhat kelembabannya, apabila kurang lembab, tambahkan air, sambil ditambahkan bahan aktivator atau fermentor.  
Setelah bahan dicampur rata dengan kelembaban yang cukup dan lengkap dengan penambahan fermentornya, lalu ditumpuk kembali seperti semula, sampai ketinggian 1 m, membentuk bedengan memanjang.  Lebar antara 2 s/d 5 m dan panjang bisa sampai 50 m. Tumpukan kompos kemudian ditutup terpal plastik, supaya jangan kena sinar matahari langsung atau kehujanan. Pada waktu menutup perhatikan supaya tetap ada jalan untuk sirkulasi udara.
Mengukur Temperatur
Pengukuran temperatur dilakukan setiap hari pada beberapa titik kemudian dicatat.  Hasil pemetaan pengukuran dapat memberikan indikasi tentang proses pembuatan kompos, apakah pencampuran sudah baik dan benar, apakah komposisi seimbang, apakah kelembaban memadai dan seterusnya.
 
 Setelah secara berkala dilakukan pengukuran, hasil pengukuran dapat dicatatkan pada tabel dibawah ini untuk memudahkan analisa dan pengembangan lebih lanjut.
 
Membalik Kompos
Pada hari ke 4 komposting, saat pembalikan kompos yang pertama, perhatikan pada titik titik no 2, 7, 8, 9, 14, amati kelembabannya, campuran bahan dan siklus oksigennya. Apabila kurang lembab, atau campuran kurang rata, atau siklus oksigen tidak lancar, maka pada saat membalik harus sambil dilakukan pencampuran ulang dengan kompos dari tempat yang mempunyai temperatur tinggi, yang kelembaban atau campuran atau siklus oksigennya baik.
Lakukan pengamatan temperatur pada hari berikutnya, petakan, kemudian amati. Apabila masih ada yang kurang rata, lakukan seperti tindakan di atas. Apabila tindakan dilakukan dengan benar, maka pada pembalikan berikutnya perbedaan temperatur sangat kecil dan relatif rata.
Pembalikan kompos selain dengan mempergunakan peta temperatur, juga harus dilakukan dengan cara :
1. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan di atas ke bawah
2. Membalik, mencampur dan minyimpan tumpukan tengah ke luar, kiri kanan
3. Membalik, mencampur dan menyimpan tumpukan samping, kiri dan kanan ke tengah
4. Membalik, mencampur dan menyusun tumpukan tengah bawah ke atas
Apabila proses pembalikkan kompos sudah 4 kali, amati perubahan warna, aroma dan temperatur.
Apabila warnanya sudah berubah menjadi coklat kehitaman, kemudian aroma kompos menyerupai aroma tanah, maka proses komposting sudah selesai. Tinggal menunggu penurunan temperatur.
Penyaringan
Setelah proses pengomposan selesai, kemdian dilakukan stabilisasi temperatur, maka tahap berikutnya adalah dilakukan penyringan untuk memperoleh ukuran yng seragam dan penampilannya menjadi lebih baik.  Disamping itu apabila telah diayak, maka pada waktu penerapan di lapangan akan jauh lebih mudah

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil
4.1.1 Pengamatan Iklim
Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit dikendalikan. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerluan biaya dan teknologi yang tinggi. Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi pertanian. Karena sifatnya yang dinamis, beragam dan terbuka, pendekatan terhadap cuaca/iklim agar lebih berdaya guna dalam bidang pertanian , diperlukan suatu pemahaman yang lebih akurat teradap karakteristik iklim melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antar instasi pengelola dan pengguna data iklim demi menunjang pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Menyimak pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang semakin rawannya ketersediaan pangan di Indonesia tentunya sangat memprihatinkan. Pengaruh kegagalan panen, bangkrutnya petani dan harga pangan yang makin meningkat dapat meruntuhkan prospek pertumbuhan ekonomi. Kondisi dimana harga bahan pangan dan komoditi lain yang tinggi tentu saja berakibat pada peningkatan inflasi. Semakin rawannya ketahanan pangan di Indonesia merupakan akibat semakin menurunnya luas lahan pertanian dan produktivitas lahan yang tidak mungkin ditingkatkan. Artinya beberapa upaya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian sudah tidak ekonomis lagi.
Peningkatan kebutuhan terhadap produksi pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk di satu sisi, dan semakin terbatasnya jumlah sumber daya pertanian disisi lain, menuntut perlunya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian, terutama lahan dan air. Oleh sebab itu, sistem usahatani yang selama ini lebih berorientasi komoditas (commodity oriented) harus beralih kepada sistem usahatani yang berbasis sumber daya (commodity base), seperti halnya sistem usahatani agribisnis. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.
Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan berbagai unsur iklim. Namun dalam kenyataannya, iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan kekurang selarasan sistem usahatani dengan iklim akibat kekurang mampuan kita dalam memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi resiko dan sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, sering tingkat hasil dan mutu produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan gagal sama sekali.
Sesuai dengan karakteristik dan kompleksnya faktor iklim, maka kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memodifikasi dan mengendalikan iklim sangat terbatas. Oleh sebab itu pendekatan yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya iklim adalah menyesuaikan sistem usahatani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data.
Peranan unsur-unsur iklim bagi tanaman
Pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan hasil akhir dari proses fotosintesis dan berbagai fisiologi lainnya. Proses fotosintesis sebagai proses awal kehidupan tanaman pada dasarnya adalah proses fisiologi dan fisika yang mengkonversi energi surya (matahari) dalam bentuk gelombang elektromagnetik menjadi energi kimia dalam bentuk karbohidrat. Sebagian energi kimia tersebut direduksi/ dirombak menjadi energi kinetik dan energi termal melalui proses respirasi, untuk memenuhi kebutuhan internal tanaman. Sedangkan bagian lainnya direformasi menjadi beberapa jenis senyawa organik, termasuk asam amino, protein dan lain-lain melalui beberapa proses metabolisme tanaman.
Selain radiasi surya, proses fotosintesis bulir padi sangat ditentukan oleh ketersediaan air, konsentrasi CO2 dan suhu udara. Sedangkan proses respirasi dan beberapa proses metabolisme tanaman secara signifikan dipengaruhi oleh suhu udara dan beberapa unsur iklim lain. Proses transpirasi yang menguapkan air dari jaringan tanaman ke atmosfer merealisasikan proses dinamisasi dan translokasi energi panas, air, hara dan berbagai senyawa lainnya di dalam jaringan tanaman. Secara fisika, proses transpirasi tanaman sangat ditentukan oleh ketersediaan air tanah (kelembaban udara), radiasi surya, kelembaban nisbi dan angin.
Selain proses metabolisme, proses pembungaan, pengisian biji dan pematangan biji atau buah tanaman padi juga sangat dipengaruhi oleh radiasi surya (intensitas dan lama penyinaran), suhu udara dan kelembaban nisbi serta angin. Oleh sebab itu, produkstivitas dan mutu hasil tanaman padi yang banyak ditentukan pada fase pengisian dan pematangan biji atau buah sangat dipengaruhi oleh berbagai unsur iklim dan cuaca, terutama radiasi surya dan suhu udara.
Pada Tabel 1 disajikan matriks relative peranan unsur-unsur iklim dalam berbagai proses fisiologis, pertumbuhan dan produksi tanaman.
Secara aktual, berbagai proses fisiologi, pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca, yaitu keadaan atmosfer dari saat ke saat selama umur tanaman, ketersediaan air (kelembaban tanah) sangat ditentukan oleh curah hujan dalam periode waktu tertentu dan disebut sebagai unsur iklim, yang pada hakikatnya adalah akumulasi dari unsur cuaca (curah hujan dari saat ke saat). Demikian juga, pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan manivestasi akumulatif dari seluruh proses fisiologi selama fase atau periode pertumbuhan tertentu oleh sebab itu dalam pengertian yang lebih teknis dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh berbagai unsur iklim (sebagai akumulasi keadaan cuaca) selama pertumbuhan tanaman.
Pemanfaatan Informasi Iklim dalam Budidaya tanaman
Secara teknis dalam budidaya tanaman padi sawah, hampir semua unsur iklim berpengaruh terhadap produksi dan pengelolaan tanaman. Namun masing-masing mempunyai pengaruh dan peran yang berbeda teradap berbagai aspek dalam budidaya tanaman.
Sedangkan secara konseptual, pendekatan dan informasi iklim dalam pembangunan pertanian berkaitan dengan 5 aspek atau kegiatan (Las, Fagi & Pasandaran, 1999 dalam Surmaini, dkk.), yaitu :
a. pengembangan wilayah dan komoditas pertanian seperti kesesuaian lahan, perencanaan tata ruang, pemwilayahan agroekologi dan komoditi, sistem informasi geografi (GIS) dan lain-lain
b. perencanaan kegiatan operasional (budidaya) pertanian, seperti perencanaan pola tanam, pengairan, pemupukan, PHT (pengendalian hama terpadu), panen, dan lain-lain
c. peramalan dan analisis sistem pertanian, seperti daya dukung lahan, ramalan produksi, pendugaan potensi hasil dan produktivitas pertanian
d. pengelolaan dan konservasi lahan (tanah dan air)
e. menunjang kegiatan penelitian komoditas dan sumberdaya lahan serta pengkajian teknologi pertanian, terutama dalam merumuskan atau menyimpulkan hasilnya.
Informasi iklim sangat dibutuhkan dalam mengidentifikasi potensi dan daya dukung wilayah untuk penetapan strategi dan arah kebijakan pengembangan wilayah, seperti pola tanam seperti IP 200 (padi-padi-palawija) dan IP 300 (padi-padi-padi), cara pengairan (intermitn), pemwilayahan agroekologi, dan komoditi. Pemwilayahan komoditi pertanian dapat disusun berdasarkan agroklimat, karena tiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh tertentu untuk berproduksi optimal. Suatu tanaman yang tumbuh, berkembang dan berproduksi optimal secara terus-menerus memerlukan kesesuaian iklim. Kondisi kesesuaian tersebut memungkinkan suatu wilayah untuk dikembangkan menjadi pusat produksi suatu komoditi pertanian. Kajian sumberdaya agroklimat pada strata ini harus sejajar dan padu dengan kajian tanah, sosial ekonomi dan faktor produksi lainnya.
Informasi iklim yang dibutuhkan dalam pengembangan wilayah adalah identifikasi dan interpretasi potensi dan kendala iklim berdasaran data meteorologi, seperti curah hujan, suhu udara, radiasi surya dan unsure iklim lainnya. Pada kajian yang lebih kuantitatif data iklim dibutuhkan sebagai input utama dalam pemodelan/simulasi pendugaan potensi produksi atau produktivitas dan daya dukung lahan.
Keadaan iklim aktual (cuaca) pada periode tertentu sangat menentukan pola tanam padi, jenis Varietas, teknologi usahatani, pertumbuhan , produksi tanaman, serangan hama/penyakit dan lain-lainnya. Apalagi sistem usahatani pada lahan kering seperti padi gogo, berbagai unsur iklim terutama pola dan distribusi curah hujan sangat dominan teradap produksi.
Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan, kalaupun bisa memerluan biaya dan teknologi yang tinggi. Untuk itu, pendekatan yang memerlukan input rendah adalah menyesuaikan kegiatan budidaya dan paket teknologi pertanian dengan iklim dan cuaca yang ada pada suatu wilayah.
Efektivitas dan efisiensi pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit pada tanaman padi sawah juga sangat ditentukan oleh curah hujan, suhu udara dan kelembaban. Pengendalian hama terpadu (PHT) dengan menggunakan musuh alami yang dimungkinkan atas dasar pengetahuan tentang iklim dan cuaca. Faktor cuaca, suhu, curah hujan, kelembaban dan faktor cuaca lainnya dapat mempengaruhi cara dan keberhasilan pengendalian hama penyakit, baik yang dilakukan dengan cara kimiawi, hayati maupun kultur teknis.
Kegiatan operasional pertanian memerlukan prakiraan cuaca /iklim yang lebih akurat dan kuantitatif dalam periode harian, dasarian, bulanan atau musiman. Ini dapat dilakukan melalui pengembangan /penerapan sistem analisis dan teknik prakiraan cuaca dan pendugaan iklim yang lebih kuantitatif dengan model statistik. Akurasi analisis dalam prakiraan tersebut sangat tergantung pada ketersediaan, sebaran dan mutu data meteorologi.
Dibandingkan dengan faktor produksi atau sumberdaya pertanian lainnya, peranan dan pertimbangan terhadap sumberdaya iklim dalam pembangunan dan peningkatan produksi pertanian relatif terbatas. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
a. perbedaan persepsi terhadap karakteristik iklim. Banyak kalangan mengagnggap iklim bukan sebagai sumberdaya, melainkan sebagai kendala produksi pertanian.
b. Kurangnya apresiasi terhadap sumberdaya iklim. Sumberdaya iklim yang dinilai bersifat “given” harus diterima apa adanya dan tidak perlu dilakukan upaya antisipasi dan upaya memanfaatkannya secara optimal.
c. Sangat terbatasnya informasi iklim efektif dan aplikatif (berdayaguna) untuk bidang atau kegiatan pertanian. Informasi agroklimat yang efektif dan aplikatif dapat berupa identifikasi, analisis dan interpretasi, prediksi, ramalan, zonasi, modeling dan lain-lain.
Selain sangat erat kaitannya dengan kemampuan dan penguasaan teknik dan metodologi analisis iklim, keterbatasan informasi yang aplikatif dan efektif juga disebabkan oleh terbatasnya jumlah, mutu dan sebaran data iklim. Beberapa faktor penting untuk mengatasi keterbatasan tersebut adalah melalui memperbanyak peralatan/stasiun pengamatan serta penyediaan dan pembinaan SDM untuk meningkatkan mutu pengamatan dan kemampuan analisis.
Informasi Iklim dalam Ketahanan Pangan dan Pengembangan Agribisnis
Resiko pertanian akibat pengaruh iklim antara lain terjadi melalui dampak kekeringan, kebasahan atau banjir, suhu tinggi, suhu rendah atau “frost”, angin, kelembaban tinggi dan lain-lain. Resiko pertanian akibat iklim tersebut, selain menyebabkan rendahnya hasil baik secara kuantitas maupun kualitas, juga ketidakstabilan produksi pertanian secara nasional. Faktor penyebab resiko pertanian antara lain, fluktuasi dan penyimpangan iklim, ketidaktepatan peramalan iklim, perencanaan usahatani dan pemilihan komoditas/varietas yang kurang sesuai dengan kondisi iklim.
Analisis iklim dalam kaitannya dengan resiko pertanian antara lain adalah pemodelan iklim untuk peramalan iklim dan penyimpangannya, karakteristik dan analisis sifat curah hujan, peluang deret hari kering (tanpa hujan) dalam kaitannya dengan kekeringan, intensitas dan pola curah hujan dalam kaitannya dengan resiko ancaman banjir, erosi dan lain-lain.
Dalam pembangunan pertanian yang lebih berorientasi atau berbasis dan bertujuan untuk optimalisasi dan efisiensi sumberdaya pertanian termasuk sumberdaya agroklimat dibutuhkan suatu sistem pertanian preskriptif (prescriptif farming). Sistem preskriptif adalah sistem usaha pertanian yang sesuai (produkstivitas tinggi dan efisien) dengan potensi sumberdaya, faktor sosial ekonomi dan kelembagaan (Makarim, Sirman dan Sarlan, 1999).
Dalam sistem pertanian preskriptif dibutuhkan informasi yang lengkap dan handal seluruh komponen dan sub komponen dalam sistem produksi, termasuk iklim (Bell and Doberman, 1997 dalam Surmaini, 2000). Berbeda dengan komponen produksi lain, peluang untuk memanipulasi faktor iklim sangat kecil, sulit diduga tetapi sangat menentukan produktivitas tanaman. Oleh sebab itu, informasi iklim sangat strategis dan menjadi pertimbangan yang lebih dini dalam pengembangan pertanian preskreptif tersebut.
Berdasarkan analisis resiko akibat iklim, dapat dikembangkan sistem pengelolaan lahan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan karakteristik biofisik, terutama sumberdaya tanah dan iklim. Untuk lebih efektif dan berdaya hasil tinggi dan berkelanjutan, diperlukan kombinasi optimal antara teknologi produksi dan komoditas padi tertent dengan sistem pengelolaan sumberdaya lahan secara optimal.
Konsep budidaya tanaman padi tangguh yang antara lain dicirikan oleh sistem agribisnis adalah Budidaya yang mampu menghasilkan produksi secara optimal, mantap (stabil) dan berkelanjutan yang secara ekonomi menguntungkan serta mampu melestarikan sumberdaya dan lingkungan. Oleh sebab itu, analisis resiko iklim tidak hanya ditujukan untuk memproteksi tanaman dari deraan iklim, tetapi juga memproteksi atau mengkonservasi sumberdaya lahan secara efektif dan antisipatif.
Hambatan Pengembangan Jaringan Pengamatan dan Data Base Iklim
Dinamika iklim yang sangat tinggi membutuhkan teknik dan metode analisis yang komprehensif dengan sistem data base yang iklim yang handal dan berkelanjutan. Untuk itu, data base iklim harus diperaharui dan untuk kebutuhan berbagai analisis iklim pada umumnya membutuhkan data seri waktu dalam periode tertentu. Oleh sebab itu, pengkayaan dan pemutakhiran data iklim yang didukung oleh sistem pengamatan yang baik haruslah berkelanjutan.
Selain adanya interaksi antar unsurnya, kondisi iklim suatu lokasi saling berkorelasi dengan lokasi lainnya, baik dalam skala lokal (meso) maupun regional dan global (makro). Oleh sebab itu, untuk menghasilkan informasi iklim dan analisis resiko iklim yang efektif dan akurat dibutuhkan data iklim dari beragai stasiun pengamatan iklim yang satu sama lain saling melengkapi dan bersifat sinergis (Las, Irianto & Surmaini, 2000).
Kegunaan stasiun iklim adalah :
(a) untuk mengetahui kondisi cuaca dan iklim secara real time untuk berbagai keperluan/tujuan,
(b) pengkayaan data (berdasarkan waktu dan lokasi) untuk keperluan analisis dan interpretasi iklim yang membutuhkan data time series dari banyak lokasi,
(c) untuk mendukung peramalan/pendugaan iklim. Oleh sebab itu, kerapatan stasiun sangat besar pengaruhnya terhadap akurasi analisis dan interpretasi iklim. Untuk setiap pembangunan stasiun iklim harus diintegrasikan dalam satu sistem dengan stasiun lainnya, tanpa harus mempertimbangkan sistem kepemilikan (Las, Irianto & Surmaini, 2000).
Data iklim yang tersedia saat ini masih sangat terbatas dengan sebaran yang tidak merata. Namun demikian sebagian diantaranya malah over lapping akibat belum efektifnya sistem koordinasi dan jejaringan kerjasama antar instansi penyedia dan pengguna data iklim. Jenis unsur iklim yang diamati dan periode pengamatan masih sangat beragam dan sering terputus. Akibatnya sebagian data tidak dapat dimanfaatkan.
Selain sistem koordinasi, standarisasi alat dan sistem pengamatan juga perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pengamatan dalam suatu jaringan stasiun iklim. Sebagian alat yang ada diamati dengan interval pengamatan yang tidak sama untuk tujuan yang sama atau sebaliknya ada pengamatan yang sama untuk tujuan yang berbeda.
4.2.2 Pengamatan Kompos
Lamanya proses dan hasil pengomposan yang dilakukan di lapang disajikan pada
Tabel 3. Lamanya pengomposan menunjukkan kecepatan bahan baku untuk
dikomposkan. Terlihat dari tabel bahwa kompos dari rumput mengalami proses
dekomposisi paling lama yaitu 68 hari. Rumput yang digunakan adalah rumput liar yang
mengandung lignin sehingga lebih sulit untuk terdekomposisi. Selain kandungan bahan,
sifat bahan juga mempengaruhi lamanya pengomposan.
Pengomposan dari bahan tanaman lebih lama dibandingkan dari kotoran hewan.
Kotoran hewan banyak mengandung selulosa yang lebih mudah terdekomposisi,
sedangkan sisa tanaman walaupun juga mengandung selulosa namun juga mengandung
lignin maupun polifenol yang lebih sulit terdekomposisi (Brady, 1990).
Jenis bahan baku dan proses pengomposan juga mempengaruhi hasil yang
diperoleh. Dari dua ton bahan mentah, diperoleh hasil kotoran hewan yang lebih berat
dibandingkan dengan sisa tanaman terkait dengan kadar air maupun jumlah padatan
bahan asalnya. Namun bila dilihat dari bobot isi, kotoran hewan memiliki bobot isi yang
lebih besar dibandingkan sisa tanaman.
Tabel 3. Lamanya proses dan hasil pengomposan
Jenis Kompos
Lama Pengomposan
(hari)
Hasil yang diperoleh
(kg)
Batang Pisang 30 250
Kotoran Ayam 56 472
Kotoran Sapi 25 452
Rumput 68 288
Jerami Padi 50 432
Bahan kompos yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan adanya
ketersediaan bahan di lapang, berupa kotoran ayam, kotoran sapi, batang pisang, rumput
dan jerami padi. Sifat masing-masing kompos baik kadar air maupun kandungan hara
masing-masing kompos yang digunakan disajikan pada Tabel 4. Perbedaan kandungan
kadar air terkait dengan kemampuan untuk memegang air. Perbedaan yang paling nyata
pada kompos dari bahan batang pisang yang memiliki kadar air yang sangat besar
(257,98%) dengan kondisi yang sama, setelah proses pengomposan dilakukan
pengeringan terhadap kompos. Dari hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa kompos
dari bahan batang pisang memiliki kemampuan menahan air yang sangat besar. Hal ini
justru menunjukkan kurangnya jumlah hara yang ditambahkan ke dalam tanah disbanding kompos lainnya.




4.1.3 Pengamatan Budidaya Tanaman
Jagung
Keuntungan dari pupuk daun adalah di dalamnya terkandung unsur hara mikro. Umumnya tanaman sering kekurangan unsur hara mikro bila hanya mengandalkan pupuk akar yang mayoritas mengandung unsur hara makro. Dengan penambahan pupuk daun tersebut maka kekurangan unsure hara mikro dapat teratasi. Selain itu, juga dapat memperkecil kerusakan tanah. Berdasarkan tabel dan histogram purata tinggi tanaman jagung diatas, dapat dilihat perlakuan yang menghasilkan tinggi tanaman paling baik yaitu pemberian pupuk daun 21 hari setelah tanam yaitu sebesar 200 cm dan yang paling pendek pada tanaman yang diberi pupuk daun 14 hari setelah tanam yaitu 161 cm.
Hal ini bisa terjadi karena tanaman jagung sangat membutuhkan nutrisi dalam pertumbuhannya saat usia tanam 21 hari. Pada saat tanaman membutuhkan banyak nutrisi, pupuk diberikan mengakibatkan tanaman semakin cepat tinggi karena pupuk berfungsi sebagai penambah unsur yang dibutuhkan tanaman baik unsur N, P dan K.

Tabel 4.3.1.3 Anova Berat total kering jagung terhadap saat pemupukan
Source dF SS MS F P
Perlakuan 3 1.061173 353909446 0.59 0.630
Ul 5 2.17899 435798477 0.73 0.614
Error 15 8.98477 598984535
Total 23 1.22255
NS: Non Signifikan


Berdasarkan tabel anova diatas memperlihatkan bahwa probabiliti berat total kering tanaman jagung lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa pemberian pupuk daun berpengaruh tidak nyata pada tanaman jagung. Hal itu dikarenakan tanaman jagung masih mendapatkan kadar pupuk yang sama walaupun waktunya yang berbeda. Antar tanaman jagung belum mengadakan persaingan yang besar dalam mendapatkan unsur hara maupun cahaya matahari karena masih tercukupi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam semua masa tumbuh tanaman Jagung bisa menyerap unsur hara yang diberikan.

Tabel 4.3.1.4 Anova Berat Tongkol Dengan Klobot Jagung Terhadap Saat Pemupukan
Source dF SS MS F P
Perlakuan 3 12375.6 4125.19 2.38 0.111
Ul 5 26199.0 5239.80 3.02 0.044
Error 15 26008.5 1733.90
Total 23 64583.1
NS: Non Sigfikan

Berdasarkan tabel anova diatas memperlihatkan bahwa probabiliti berat tongkol dengan klobot jagung tanaman jagung lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata pada berat tongkol dengan klobot tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena kadar pupuk yang diberikan sama. Unsur dari pupuk tersebut salah satunya berfungsi untuk mempercepat proses pembuahan sehingga jika kadar pupuk sama hasilnyapun sama walaupun dengan waktu pemberian pupuk yang tidak sama. Klobot merupakan bagian dari daun yang melindungi buah.

Tabel 4.3.1.5 Anova Berat Tongkol Tanpa Klobot Jagung Terhadap Saat Pemupukan
Source dF SS MS F P
Perlakuan 3 2652.1 884.04 1.06 0.394
Ul 5 7278.2 14455.64 1.75 0.184
Error 15 12469.6 831.31
Total 23 22400.0
NS: Non Signifikan

Berdasarkan tabel anova diatas memperlihatkan bahwa probabiliti saat berbunga tanaman jagung lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata pada berat tongkol tanpa klobot jagung. Hal ini disebabkan karena kadar pupuk yang diberikan sama. Unsur dari pupuk tersebut salah satunya berfungsi untuk mempercepat proses pembuahan sehingga jika kadar pupuk sama hasilnyapun sama walaupun dengan waktu pemberian pupuk yang tidak sama.



Tabel 4.3.1.6 Anova Saat Berbunga Jagung Terhadap Saat Pemupukan
Source dF SS MS F P
Perlakuan 3 10.7926 3.59752 2.61 0.090
Ul 5 1.4976 0.29951 0.22 0.950
Error 15 20.6511 1.37674
Total 23 32.9412
NS: Non Signifikan

Berdasarkan tabel anova diatas memperlihatkan bahwa probabiliti saat berbunga tanaman jagung lebih besar dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa pemberian pupuk daun tidak berpengaruh nyata pada tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena fungsi salah satu unsur yang terdapat dalam pupuk tersebut yaitu unsur K adalah mempercepat proses pembungaan. Semakin cepat pemberian pupuk, semakin cepat pupuk tersebut bereaksi sehingga saat berbungapun semakin cepat.

B.Cabai
Hasil Cabai
Komponen hasil seperti jumlah buah per pohon dan berat per buah tidak
dipengaruhi oleh perlakuan pengelolaan lengas tanah, akan tetapi varietas yang ditanam
menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 3). Varietas Hot Chili memperlihatkan keunggulan
dimana jumlah buah maupun berat buah yang dihasilkan lebih banyak dan lebih berat
dibanding dengan jumlah buah dan berat buah yang dihasilkan oleh varietas Jatilaba dan Tit
Super. Keadaan ini menggambarkan bahwa selain potensi hasil varietas yang berbeda juga
menunjukkan bahwa varietas cabai Hot Chili jauh lebih baik pertumbuhannya sehingga
dapat memberikan hasil yang lebih tinggi.
Tabel 3. Keragaan komponen hasil dan hasil cabai pada cara pengelolaan lengas tanah di
lahan rawa lebak tengahan, di Desa Tawar pada MK. 2004
Perlakuan Berat buah
(g)
Jlh buah/
Tan.
Hasil
(t/ha)
Pengelolaan lengas tanah
Tanpa olah tanah + mulsa gulma
Olah tanah + mulsa gulma
Tanpa olah tanah tanpa mulsa
6,09 a
6,26 a
5,90 a
55,43 a
51,96 a
50,79 a
10,71 a
10,57 a
10,47 a
Varietas cabai
Jatilaba
Tit Super
Hot Chili
6,23 a
5,78 a
6,25 a
49,55 a
47,54 b
60,73 c
7,65 a
11,27 b
13,20 c
Keterangan : Angka dalam kolom diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

DMRT
Perlakuan pengelolaan lengas tanah melalui penerapan cara penyiapan lahan dan
pemberian mulsa tidak menunjukkan beda nyata terhadap hasil cabai. Meskipun demikian
pengelolaan lengas tanah dengan cara tanpa olah tanah dan diberi mulsa gulma masih
memberikan pengaruh relatif lebih baik sehingga hasil cabai yang didapat relatif Plebih
345
tinggi (10,71 t/ha) dibanding dengan dua cara penyiapan lahan lainnya. Dari data hasil ini
tampaknya peran mulsa cukup besar karena selain dapat mengendalikan laju kehilangan air
tanah juga dapat mensuplai unsur-unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Hardjowigeno,
1987)
Tingginya hasil cabai varietas Hot Chili (13,20 t/ha), karena potensi hasilnya yang
didukung oleh komponen hasil terutama jumlah buah per tanaman yang dihasilkan berbeda
nyata dibanding jumlah buah yang dihasilkan oleh varietas Jatilaba dan Tit Super.
Disamping jumlah buah per tanaman, berat buah cabai varietas Hot Chili relatif lebih tinggi
meskipun tidak berbeda nyata (Tabel 3). Menurut Asnawai dan Dwiwarni, (2000),
beberapa sifat agronomi dapat dipengaruhi oleh lingkungan, akan tetapi ekspresi gen yang
membawa karakter tertentu tidak dapat dipengaruhi lingkungan seperti pada berat buah
pada cabai sehingga tidak berpengaruh nyata, adanya pengaruh gen ini pada tiga varietas
cabai yang ditanam diduga menyebabkan berat buah cabai menjadi tidak berbeda nyata.
Tingkat hasil cabai yang diperoleh oleh ketiga varietas cukup tinggi, hal ini diduga
ketiga varietas mempunyai daya adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan di lahan
rawa lebak dalam suasana kering. Dilihat dari morpologi tanaman, memang cabai varietas
Hot Chili masih memperlihatkan keunggulan dibanding varietas Jatilaba dan Tit Super,
namun demikian ketiga varietas cabai ini memperlihatkan prospek untuk dikembangkan di
lahan rawa lebak pada musim kemarau.


C.Pinang
Panen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

1. Panen buah masak penuh.

Panen dapat dilakukan pada buah yang menjelang masak atau sudah masak. Tanda buah siap panen adalah warna kulit berwarna kuning atau kemerahan. Panen dapat dilakukan setiap bulan dengan menggilir beberapa kelompok tanaman. Pada skala usaha luas 1 ha, panen dapat diatur sekali sebulan dengan produksi rata-rata 400 kg biji pinang kering.

2. Panen buah muda.

pinang kacung 110Panen dilakukan saat buah masih berwarna hijau tua atau berumur antara 7-8 bulan (Gambar 4). Biasanya buah yang dipanen cara seperti ini, dalam proses pasca panen melalui perebusan sehingga buah akan mengeras dan tidak mudah terserang hama/penyakit.

B. Penanganan pasca panen

Sesudah di panen buah dibelah menjadi dua tujuannya adalah agar buah cepat kering, setelah buah terbelah semua segera dikeringkan dengan panas sinar matahari, setelah kering buah yang masih mempunyai kulit tadi di cungkil setelah itu buah di jemur kembali selama 50 jam. Penjemuran berlangsung selama 4 hari secara berturur-turut. Setelah kering biji pinang dapat dikemas dalam karung plastik untuk dijual atau disimpan dalam gudang.

KANDUNGAN DAN KHASIAT PINANG

Tanaman pinang dapat dijadikan tanaman pagar, penghijauan, bahan bangunan, dan hiasan, bagian-bagian tanamannya pun sangat berguna. Kandungan zat-zat dalam bagian-bagian tanamannya sangat berkhasiat menyembuhkan beberapa penyakit.



4.2Pembahasan

4.2.1Iklim
Cuaca dan iklim adalah proses interaktif alami (kimia, biologis dan fisis) di alam, Khusus nya di atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya sumber energi, yaitu Matahari dan gerakan rotasi Bumi pada poros (kurang 24 jam) serta revolusi Bumi mengelilingi Matahari. Dalam peristiwa ini, pendekatan fisis lebih dominan dari pada kimia dan biologis.Cuaca sebagai kondisi udara sesaat dan iklim sebagai kondisi udara rata-rata dalam kurun waktu tertentu merupakan hasil interaksi proses fisis.Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan . Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal.
Perubahan iklim didefinisikan sebagai perubahan pada iklim yang dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia yang merubah komposisi atmosfer, yang akan memperbesar keragaman iklim teramati pada periode yang cukup panjang (Trenberth, Houghton and Filho. 1995).
Iklim merupakan komponen ekosistem dan faktor produksi yang sangat dinamik dan sulit dikendalikan. Dalam praktek, iklim dan cuaca sangat sulit untuk dimodifikasi/dikendalikan sesuai dengan kebutuhan Iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi pertanian. Karena sifatnya yang dinamis, beragam dan terbuka, pendekatan terhadap cuaca/iklim agar lebih berdaya guna dalam bidang pertanian , diperlukan suatu pemahaman yang lebih akurat teradap karakteristik iklim melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik antar instasi pengelola dan pengguna data iklim demi menunjang pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Menyimak pemberitaan beberapa media masa akhir-akhir ini tentang semakin rawannya ketersediaan pangan di Indonesia tentunya sangat memprihatinkan. Pengaruh kegagalan panen, bangkrutnya petani dan harga pangan yang makin meningkat dapat meruntuhkan prospek pertumbuhan ekonomi. Kondisi dimana harga bahan pangan dan komoditi lain yang tinggi tentu saja berakibat pada peningkatan inflasi. Semakin rawannya ketahanan pangan di Indonesia merupakan akibat semakin menurunnya luas lahan pertanian dan produktivitas lahan yang tidak mungkin ditingkatkan. Artinya beberapa upaya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian sudah tidak ekonomis lagi.
Peningkatan kebutuhan terhadap produksi pertanian akibat peningkatan jumlah penduduk di satu sisi, dan semakin terbatasnya jumlah sumber daya pertanian disisi lain, menuntut perlunya optimalisasi seluruh sumber daya pertanian, terutama lahan dan air. Oleh sebab itu, sistem usahatani yang selama ini lebih berorientasi komoditas (commodity oriented) harus beralih kepada sistem usahatani yang berbasis sumber daya (commodity base), seperti halnya sistem usahatani agribisnis. Salah satu aspek penting dalam pengembangan agribisnis adalah bahwa kualitas hasil sama pentingnya dengan kuantitas dan kontinuitas hasil.
Disamping faktor tanah, produktivitas pertanian sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan berbagai unsur iklim. Namun dalam kenyataannya, iklim/cuaca sering seakan-akan menjadi faktor pembatas produksi. Hal tersebut disebabkan kekurang selarasan sistem usahatani dengan iklim akibat kekurang mampuan kita dalam memahami karakteristik dan menduga iklim, sehingga upaya antisipasi resiko dan sifat ekstrimnya tidak dapat dilakukan dengan baik. Akibatnya, sering tingkat hasil dan mutu produksi pertanian yang diperoleh kurang memuaskan dan bahkan gagal sama sekali.
Sesuai dengan karakteristik dan kompleksnya faktor iklim, maka kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam memodifikasi dan mengendalikan iklim sangat terbatas. Oleh sebab itu pendekatan yang paling efektif untuk memanfaatkan sumber daya iklim adalah menyesuaikan sistem usahatani dan paket teknologinya dengan kondisi iklim setempat. Penyesuaian tersebut harus didasarkan pada pemahaman terhadap karakteristik dan sifat iklim secara baik melalui analisis dan interpretasi data iklim. Mutu hasil analisis dan interpretasi data iklim, selain ditentukan oleh metode analisis yang digunakan, juga sangat ditentukan oleh jumlah dan mutu data.
Selain proses metabolisme, proses pembungaan, pengisian biji dan pematangan biji atau buah tanaman padi juga sangat dipengaruhi oleh radiasi surya (intensitas dan lama penyinaran), suhu udara dan kelembaban nisbi serta angin. Secara aktual, berbagai proses fisiologi, pertumbuhan dan produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh unsur cuaca, yaitu keadaan atmosfer dari saat ke saat selama umur tanaman, ketersediaan air (kelembaban tanah) sangat ditentukan oleh curah hujan dalam periode waktu tertentu dan disebut sebagai unsur iklim, yang pada hakikatnya adalah akumulasi dari unsur cuaca (curah hujan dari saat ke saat).
Demikian juga, pertumbuhan dan produksi tanaman merupakan manivestasi akumulatif dari seluruh proses fisiologi selama fase atau periode pertumbuhan tertentu oleh sebab itu dalam pengertian yang lebih teknis dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh berbagai unsur iklim (sebagai akumulasi keadaan cuaca) selama pertumbuhan tanaman.
Resiko pertanian akibat pengaruh iklim antara lain terjadi melalui dampak kekeringan, kebasahan atau banjir, suhu tinggi, suhu rendah atau “frost”, angin, kelembaban tinggi dan lain-lain. Resiko pertanian akibat iklim tersebut, selain menyebabkan rendahnya hasil baik secara kuantitas maupun kualitas, juga ketidakstabilan produksi pertanian secara nasional. Faktor penyebab resiko pertanian antara lain, fluktuasi dan penyimpangan iklim, ketidaktepatan peramalan iklim, perencanaan usahatani dan pemilihan komoditas/varietas yang kurang sesuai dengan kondisi iklim.
Analisis iklim dalam kaitannya dengan resiko pertanian antara lain adalah pemodelan iklim untuk peramalan iklim dan penyimpangannya, karakteristik dan analisis sifat curah hujan, peluang deret hari kering (tanpa hujan) dalam kaitannya dengan kekeringan, intensitas dan pola curah hujan dalam kaitannya dengan resiko ancaman banjir, erosi dan lain-lain.
Berdasarkan analisis resiko akibat iklim, dapat dikembangkan sistem pengelolaan lahan yang terintegrasi dengan mempertimbangkan karakteristik biofisik, terutama sumberdaya tanah dan iklim. Untuk lebih efektif dan berdaya hasil tinggi dan berkelanjutan, diperlukan kombinasi optimal antara teknologi produksi dan komoditas padi tertent dengan sistem pengelolaan
Pengaruh Iklim Terhadap Hama Penyakit Tanaman
Pengaruh iklim yang terdapat di Indonesia, di satu pihak sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sedangkan di pihak lain unsur iklim juga dapat menyebabkan kurangnya unsur hara dan zat makanan yang tersedia dalam tanah melalui proses pengangkutan dan penghanyutan. Penanggulangan hal tersebut yang kurang dipikirkan dengan matang misal cara pengolahan tanah yang salah serta teknik budidaya yang salah, justru akan meningkatkan perkembangan hama dan penyakit tanaman. Misalnya:
1) Tujuan pembajakan lahan adalah selain untuk memperbaiki aerasi tanah, sifat tanah, kelembaban tanah, daya pengikatan tanah terhadap air, daya penyerapan tanah terhadap unsur-unsur hara, dan air, juga dapat membunuh benih-benih gulma dan spora patogen tanah. Pembajakan lahan harus dilakukan dengan baik, jika pembajakan atau pengolahan tanah sebelum penanaman kurang baik, maka selain aerasi tanah, sifat tanah, kelembaban tanah, daya pengikatan tanah terhadap air, daya penyerapan tanah terhadap unsur-unsur hara, dan air akan berkurang juga benih-benih gulma dan spora patogen tanah akan subur dan berkembang biak di lahan tersebut. Jika lahan tersebut ditanami suatu tanaman yang merupakan inang bagi patogen tanah tersebut, maka seluruh tanaman pada lahan tersebut akan terserang.
2) Teknik budidaya yang kurang baik, seperti penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat sampai permukaan tanah tertutupi, juga dapat menghalangi masuknya radiasi matahari ke tanah permukaan dan menghalangi proses penguapan tanah (evaporasi berkurang), hal ini dapat meningkatkan kelembaban di lahan tersebut. Semakin tinggi kelembaban maka perkembangan patogen tanaman akan semakin meningkat di lahan tersebut. Penggunaan jarak tanaman yang terlalu rapat juga sangat disukai oleh tikus karena menjadi tempat persembunyian yang baik untuk perkembangan tikus di lahan tersebut.
3) Apalagi jika tempat dimana kita melakukan budidaya merupakan tempat dengan curah hujan yang tinggi, penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat dapat meningkatkan perkembangan penyakit di lahan tersebut, hal ini disebabkan karena percikan-percikan air hujan dapat membantu proses penyebaran penyakit.
4) Pada tempat yang kedudukannya dekat dengan matahari, atau karena mulai menipisnya lapisan ozon di atmosfer akan menyebabkan suhu tanah permukaannya biasanya lebih tinggi, hal ini dapat menyebabkan mikroflora dan mikrofauna yang diperlukan untuk menyuburkan tanah akan mati sehingga yang berkembang di dalam tersebut biasanya patogen tanah yang mematikan. Kalau tidak segera dilakukan pencegahan (tidak segera dilakukan mulching/pemulsaan), kemudian tanah tersebut digunakan untuk budidaya pertanian, maka kegiatan pertanian tidak akan berhasil karena bisa diserang oleh penyakit tanaman yang sudah berkembangbiak di tanah tersebut.
5) Pada musim kemarau kecepatan angin sekitar 3,5 m/detik (12,6 km/jam) lebih besar dari musim penghujan. Angin dapat membantu penyebaran spora patogen dari satu lahan yang terserang penyakit ke lahan lain yang ada di sekitarnya yang kebetulan tanamannya merupakan inang dari patogen tanaman tersebut. Jika tidak diantisipasi dengan penggunaan tanaman barier (penghalang) untuk mencegah masuknya atau menyebarnya spora patogen ke lahan punya kita, maka perkembangan penyakit tanaman di lahan kita tidak bisa dihindari.
6) Pemanasan global dapat mempengaruhi iklim atau dapat menyebabkan perubahan iklim, salah satunya adalah terjadinya pergantian antara musim kemarau dan hujan yang tidak menentu, musim hujan dan musim kemarau dalam satu tahun bisa berlangsung menjadi lama dan panjang. Musim kemarau yang panjang ini dapat menguntungkan bagi perkembangan hama penggerek batang padi (Scirpophaga innotata). Hama ini setelah menyerang tanaman padi kemudian dapat melakukan diapause di bagian pangkal batang. Diapause dilakukan ketika musim kemarau tiba, dan setelah tanaman padi dipanen pun masih masih tetap berdiapuse di pangkal batang padi (tunggul-tunggul padi). Selama diapause di tidak makan, tidak minum namun tidur. Tidurnya lama sekali yaitu sepanjang musim kemarau. Pada saat hujan pertama di musim hujan turun, maka hama ini akan membentuk kepompong. Lamanya masa kempompong untuk menjadi dewasa tergantung dari lamanya masa musim kemarau, semakin lama masa musim kemarau akan semakin cepat dia akan berubah menjadi hama dewasa yang siap untuk meletakkan telurnya pada tanaman-tanaman padi yang ada disekitarnya. Kalau keadaan ini tidak diantisipasi, misalnya dengan cara membenamkan tungul-tunggul padi hasil panen ke dalam air, atau membakar tunggul-tunggul padi, maka perkembangan hama batang padi ini akan terus meningkat di lahan tersebut.
Pengaruh Iklim Terhadap Perkecambahan Benih
Pada umumnya benih dari kebanyakan tanaman menghendaki beberapa syarat untuk dapat memulai perkecambahan. Syarat utama yang dibutuhkan untuk perkecambahan (merangsang aktifnya pertumbuhan embrio dalam benih) adalah:
1) Air
Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses perkecambahan benih. Pada umumnya dibutuhkan kadar air benih yang berbeda untuk dapat membuat benih berkecambah, tergantung jenis benihnya. Kadar air benih di mana benih mulai dapat berkecambah disebut “titik kritis perkecambahan”. Titik kritis perkecambahan pada benih tanaman serealia seperti gandum, padi, jagung, adalah 30-35 %. Sedangkan benih Legum seperti kacang tanah, kedelai, yaitu sekitar 50-55 %.
Fungsi air bagi proses perkecambahan adalah:
a) Air yang diserap oleh benih berguna untuk melunakkan kulit benih.
b) Air memfasilitasi masuknya oksigen ke dalam benih. Dinding sel yang tadinya kering hampir tidak permeabel terhadap oksigen, tetapi bila dinding sel benih sudah dimasuki oleh air, maka oksigen akan segera masuk ke dalam sel benih secara difusi.
c) Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan bermacam-macam fungsinya. Selama periode waktu pemasakan biji, sebagian besar air di dalam protoplasma sel-sel embrio pada benih hilang (dehidrasi), semenjak itu aktivitas protoplasma hampir seluruhnya berhenti, tapi apabila protoplasma mengandung sejumlah air (rehidrasi), maka protoplasma akan aktif kembali. Jika protoplasma sudah mengalami rehidrasi, biji akan menghasilkan hormon Gibberellin yang kemudian akan mengaktifkan enzim-enzim yang diperlukan untuk mencerna/menguraikan bahan-bahan makanan yang terdapat dalam cadangan makanan
d) Air berguna sebagai alat transport/pengangkut larutan makanan hasil pencernaan, dari jaringan penyimpan cadangan makanan kepada titik-titik tumbuh pada embrio
Faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air oleh benih, dipengaruhi oleh:
a) Permeabilitas kulit biji
Penyerapan atau imbibisi air akan lebih cepat ke dalam benih yang kulitnya tidak keras, jika keadaan benih yang kulit benihnya keras, tidak akan berkecambah walaupun benih tersebut dikecambahkan pada medium perkecambahan dengan kelembaban yang cukup, sehingga harus dilakukan perlakuan fisik/mekanis terhadap benih untuk mempermudah masuknya air ke dalam benih
b) Konsentrasi air
Apabila konsentrasi air di luar benih lebih besar daripada di dalam benih, maka air akan berdifusi ke dalam benih dengan baik. Apabila konsentrasi air di benih lebih besar daripada konsentrasi air dalam larutan di luar benih, maka yang terjadi adalah pergerakan air dari dalam benih ke luar, hal ini yang dikenal dengan plasmolisis.
Fenomena plasmolisis sangat penting artinya dalam praktek di lapangan sewaktu:
• Pemberian pupuk anorganik pada tanaman.
Pemberian pupuk cair yang pekat, jika terlalu dekat dengan benih akan mengakibatkan cairan pupuk meliputi benih tersebut, hal ini dapat menyebabkan terhambatnya penyerapan air ke dalam benih (menghalangi rehidrasi dalam benih), sehingga dapat menyebabkan terhambatnya proses perkecambahan benih di lapangan. Begitu pula pemberian pupuk cair yang pekat yang terlalu dekat dengan akar tanaman, akan menyebabkan penyerapan air oleh akar akan terganggu. Kejadian ini akan memperlihatkan gejala layu pada daun atau bagian tanaman yang lainnya di atas permukaan tanah dan jika hal ini berlangsung lama akan menyebabkan kematian tanaman.
• Penanaman benih di lahan dengan salinitas tinggi
Benih yang ditanam pada tanah dengan tingkat salinitas tinggi, akan menyebabkan tidak terjadinya perkecambahan, hal ini disebabkan karena terjadi plasmolisis, dimana air dari dalam benih bergerak ke luar benih karena konsentrasi air dalam benih lebih besar daripada air dalam larutan garam di luar benih, plasmolisis ini mengakibatkan proses difusi air ke dalam benih terhambat, dan proses rehidrasi protoplasma benih pun terhambat, dan akibatnya perkecambahan benih terhambat
Keberadaan air dalam tanah tergantung dari kelembaban tanah tersebut. Kelembaban tanah dipengaruhi radiasi cahaya matahari dan intensitas curah hujan yang turun pada suatu tempat. Pengaruh radiasi matahari akan menyebabkan penguapan, penguapan yang berlebihan pada tanah akan menurunkan kelembaban tanah atau tanah menjdi kering, tanah seperti ini kurang baik untuk proses perkecambahan benih. Sebaliknya curah hujan yang terlalu tinggi, biasanya dapat menyebabkan intensitas cahaya matahari yang datang ke tanah semakin berkurang, sehingga penguapan akan berkurang, jika kebetulan tanah yang ada merupakan tanah yang bersifat liat berlempung atau clayed soil Akibatnya kelembaban tanah menjadi sangat tinggi, kondisi tanah ini kurang baik untuk perkecambahan benih, bahkan benih bisa membusuk karena kelebihan air.

4.2.2 Kompos
  Pembuatan bakteri
Berdasarkan data hasil pengamatan, kami dapat menyimpulkan bahwa dalam pembuatan bakteri ini memerlukan langkah yang benar-benar sesuai. Jadi komposisi bahan pembuatan bakteri harus baik dan restangnya jangan sampai berlebihan. Jikaada yang berlebihan maka hasilnya akan kurang maksimal.Dari hasil eksperimen, kami menemukan beberapa masalah yaitu:1.Dalam buku referensi kami, waktu pembuatan ½ hari. Namundalam eksperimen kami membutuhkan 5 hari untuk proses pembuatan bakteri.2.Pertumbuhan bakteri lambat, selain itu setelah 5 hari bakteri timbul belatung.
Pembahasan Eksperimen
1.Penggunaan air yang terlalu banyak dan berlebihan menyebabkan pertumbuhan bakteri yang lambat, karena media yang kurangmemadaiserta rasio perbandingannya kurang sekali.13

 
2.Dalam proses pembuatan, terutama saat pemasakan media tumbuh bakteri yaitu larutan nanas, trasi dan bekatul. Jangan sampaihangus, karena nantinya media yang tercipta kurang sempurna.3.Susu yang dipalai harus murni, jangan memakai susu yang basi,karena susu yang basi menyebabkan bakteri yang dihasilkan sedikitserta kemungkinan bakteri yang tumbuh lebih besar.4.Dalam proses fermentasinya, wadah harus ditutup rapat agar tidak ada lalat atau serangga lain yang dapat mengganggu prosesfermentasi.
B. Pembahasan kompos
Berdasarkan data hasil pengamatn, kami dapat menyimpulkan bahwa dalam pembuatan kompos ini kami belum 100% berhasil,
±
60 %, karena selain hasilnyadalam 9 hari itu, belum cukup memuaskan karena kompos masih terasa lembab danmasih berair. Masalah-masalah yang muncul dalam pembuatan kompos ini:1.Walaupun sudah 9 hari namun pembusukan masih belumsempurna.2.Tempat kurang sesuai3.Cuaca yang tidak menentu
Pembahasan Eksperimen
1.Kompos dari bahan yang berbeda juga membutuhkan perlakuanyang berbeda. Jika bahan itu lunak dan mudah membusuk, makakelembaban diminimalkan dan kadar pembusukan agar kering. Jadidalam proses pembusukannya bisa sempurna. Jika bahan itu dariorganic dan berbatang keras, maka kelembaban dijaga agar tinggi.2.Luas permukaan bahan

Jika bahan

Jika permukaan bahan agak lebar maka pembusukan akankurang sempurna3.Penggunaan bakteri EM414
 
Penggunaan bakteri terbukti mempercepat proses pembusukanserta akan meminimlkan bau yang timbul.4.Media pembuatan kompos harus disesuaikan dulu dengan bahanseperti palu yang dapat menyerap air atau tabung yang adaventilasinya atau tidak.5.Jenis bahan

Dalam pembuatan kompos sebenarnya menggunakan bahanyang sejenis, harus pembusukan dan pengampasan akan lebihsempurna serta merata.







BAB  IV
PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Banyak factor yang mempengaruhi dalam terjadinya proses pertanian, salah satunya adalah iklim. Iklim mempunyai pengaruh yang besara terhadap baik atau buruknya pertumbuhan tanaman dalam proses pertanian yang berlangsung. Seperti yang kita ketahui, iklim mempengaruhi tanah sebagai media tanam dalam bertani. Suhu udara, angin, curah hujan, material tanah, oksigen dan mineral pada tanah sangat berpengaruh pada proses bercocok tanam, dan hal tersebut sangat di pengaruhi iklim sebagai sumber pengaruh semua itu. Bahkan berubahnya iklim bisa mengakibatkan semua hal tadi berubah pula, baik pada perubahan yang di harapkan bahkan pada perubahan yang tidak di harapkan yang dapat menggarahkan proses pertanian pada hal yang kurang baik.


 Saran
Globalisasi adalah hal yang dapat merubah hal yang mempunyai pengaruh terhadap pertanian kea rah yang tidak lebih baik, bahkan cenderung merugikan. Dengan globalisasi berarti terjadi perubahan iklim, salah satunya adalah radiasi yang dapat mengganggu proses pertanian. Maka dari itu marilah kita cegah sama-sama hal tersebut, karena dengan mencegah hal terrsebut berarti kita mencegah hal yang tidak di inginkan bila terjadi globalisasi nantinya.

















DAFTAR PUSTAKA
.
http//www.indekspengaruhiklimterhadappertaniankonvensional.com/wikipedia.com/inc/.hohuw.com
Tjasyono, 2004 “iklim ,suhu terhadap permukaan bumi”
Wisnubroto, S. 1997. Kekeringan Dalam Pertanian Tinjauan Khusus dari Unsur Curah Hujan. Makalah alam Seminar Nasional Dampak Kemarau Panjang diselenggarakan oleh Perhimpunan Agronomi Indonesia Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta.
Trenberth, Houghton and Filho. 1995” keadan iklim Indonesia
 Hillel, D.1972. The Field Water Balance and Water Use Efficiency in D. Hillel (ed) Optimizing The Soil Physical Environment Toward Greater Crop Yields. Academic Press. New York.
. Nasir A.N, dan S. Effendy. 1999. Konsep Neraca Air Untuk Penentuan Pola Tanam. Kapita Selekta Agroklimatologi Jurusan Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor.
Sosrodarsono dan Takeda. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. Penerbit Pradnya Paramita. Jakarta.
Hassink, J. and A.P. Whitmore, 1997. A model of physical protection of organic matter in soils. Soil Sci. Soc. Am. J. 61:131-139.
Achmad, Y.N., S.R. Untung, dan A. Hakim. 2000.environmental management at the Selogiri gold mine. Indonesian Mining Journal 6(1):53-61.
Salampak, 1999. Peningkatan ProGambut yang DisawPemberian Bahan Ameliora Berkadar Besi Tinggi. Di Pascasarjana, IPB Bogor.
.Google.com,2009. agroklimatologi. Pengaruh iklim terhadap pertanian.Badung


.Handoko ahmad, 1994.Penerimaan radiasi surya di permukaan bumi sangat bervariasi menurut tempat dan waktu. Jakarta: balai pustaka.
Benyamin lakitan, 1994.Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup misalnya pada manusia dan hewan. Juga akan berpengaruh pada metabolisme yang berlangsung pada tubuh makhluk hidup, misalnya pada tumbuhan. Penyinaran yang lebih lama akan memberi kesempatan yang lebih besar bagi tumbuha tersebut untuk memanfaatkanya melalui proses fotosintesis.
Guslim. 2009. Agroklimatologi. USU Press. Medan.
Guslim, O.K Nazaruddin H, Roeswandi, A. Hamdan, dan Rosmayati. 1987.  Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar, landasan pemahaman fisika atmosfer dan unsur-unsur iklim.  PT. Dunia Pustaka Jaya, Jakarta.
Hanum, C. 2009. Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
http://agung4.wordpress.com. 2009. Iklim dan Cuaca,  diakses pada tanggal           6 November 2009.
http://abuhaniyya.files.wordpress.com. 2009. Kelembaban Udara, diakses pada tanggal  6 November 2009.
http://one.indoskripsi.com/node/714. 2009. Kelembaban Udara,  diakses pada tanggal  6 November 2009.
Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Diterbitkan dengan Biaya Proyek Peningkatan dan Pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Lakitan, B. 1994. Dasar-Dasar Klimatologi. PT.  Raja Grafindo Persada, Jakarta
Anonim, 2008.
 Petunjuk Praktikum Agroklimatologi

Laboratorium Teknik Sumberdaya Alam Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM.Yogyakarta.Benyamin Lakitan. 1994.

 Dasar-dasar Klimatologi
PT. Raja Grafindo Persada.JakartaDoronbos, J. 1976.

 Agro Meteorological Field Stations. Irigation and Drainage Paper
 No. 27. FAO. RomeILACO B.V. 1981.

Agricultural Compendium For Rural Development in TheTropics and Subtropics
Elsevier Science Publishers B.VHanafi. 1988.

 Klimatologi. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
BandungMasrukhi.2010.

Petunjuk Praktikum Agroklimatologi
Fakultas PertanianUniversitas Jenderal Soedirman.Prawiro wardoyo, Susilo 1996.
Meteorologi

ITB. Bandung.Waryono, dkk. 1987.
 Pengantar Meteorologi dan Klimatologi
.
PT Bina Ilmu.Surabaya.Wisnubroto, Soekardi, dkk. 1981.
 Asas-Asas Meteorologi Pertanian.
GhaliaIndonesia. Jakarta


































No comments:

Post a Comment