Wednesday, 3 September 2014

MAKALAH TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN SEREALIA “budidaya tanaman sorgum pada lahan salin”

MAKALAH
TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN SEREALIA
“budidaya tanaman sorgum pada lahan salin”




Di susun oleh :
REFLI JUNAIDI
(1006121470)


Class Agroteknologi B
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
2012



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sorgum adalah tanaman yang memiliki adaptasi luas dan tahan terhadap kekeringan. Tumbuhan ini, mampu membantu Indonesia mengatasi masalah pangan seperti masalah musim kemarau serta masalah kekurangan stok beras yang selama ini terjadi di Indonesia.
Sorgum merupakan genus yang terdiri dari 20 spesies rumput-rumputan, berasal dari kawasan tropis hingga subtropis di Afrika Timur, dengan satu spesies di antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman ini dibudidayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Asia Selatan. Sorgum merupakan tanaman
dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum. Sorgum sendiri memiliki 32 spesies. Diantara spesies-spesies tersebut, yang paling banyak dibudidayakan adalah spesies Sorghum bicolor (japonicum). Tanaman yang lazim dikenal masyarakat Jawa dengan nama “Cantel” ini sekeluarga dengan tanaman serealia lainnya seperti  padi, jagung, hanjeli dan gandum serta tanaman lain seperti bambu dan tebu. Dalam taksonomi, tanaman-tanaman tersebut tergolong dalam satu keluarga besar Poaceae yang juga sering disebut sebagai Gramineae (rumput-rumputan). Tanaman sorgum merupakan jenis tanaman serealia yang memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, lemak, kalsium, besi, serta fosfor. Selain dapat digunakan sebagai pengganti pangan, sorgum bisa digunakan sebagai bahan baku industri kertas, bahan baku pakan ternak, serta bahan baku media jamur merang.
Sorgum (Sorghum spp.) adalah tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Sebagai bahan pangan ke-5, sorgum berada pada urutan ke-5 setelah gandum, jagung, padi, dan jelai. Sorgum merupakan makanan pokok penting di Asia Selatan dan Afrika sub-sahara. Keunggulan sorgum terletak pada daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan terhadap kekeringan, produksi tinggi, perlu input lebih sedikit serta lebih tahan terhadap hama dan penyakit dibading tanaman pangan lain.Produksi sorgum di Indonesia masih sangat rendah,bahkan secara umum produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar. Terkait dengan energi, di beberapa negara seperti Amerika, India dan Cina, sorgum telah digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar etanol (bioetanol). Secara tradisional, bioetanol telah lebih lama diproduksi dari molases hasil limbah pengolahan gula tebu (sugarcane). Walaupun harga molases tebu relatif lebih murah, namun bioetanol sorgum dapat berkompetisi mengingat beberapa kelebihan tanaman sorgum dibanding tebu

1.2  Tujuan

1.      Untuk mengetahui bagaimana morfologi, kandungan gizi, dan syarat tumbuh tanaman sorgum di lahan salin.
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara dalam membudidayakan tanaman sorgum khusus nya di lahan salin.
3.      Untuk mengetahui bagaimana potensi tanaman sorgum kedepan sebagai salah satu alternatif penganti tanaman pangan lainnya.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1 JENIS-JENIS TANAMAN YANG MEMILIKI NILAI TINGGI

Terdapat banyak jenis tanaman, antara lain :
1.      Sorgum berumur pendek/semusim (Sorghum vulgare)
2.      Sorgum makanan ternak
Varietas sachartum batangnya banyak mengandung gula yang dapat dipakai untuk membuat sirup. Ditanam juga untuk menghasilkan pakan ternak.
3.      Sorgum penghasil biji non saccharing
Jenis sorgum ini diantaranya kafir, feteria dan heigari batangnya tidak mengandung gula dan bijinya mengandung karbohidrat, protein dan lemak, daun untuk pakan ternak.
4.       Sorgum sapu
Jenis tanaman sorgum ini menghasilkan malai yang panjang tangkainya (30-90 cm) untuk dijadikan sapu dan sikat.
5.      Sorgum rumput (Sorgum vulgare sudanense)
Jenis ini dikenal dengan sebagai rumput sunda, mempunyai sifat tahan kering dan tahan kekurangan air. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di tempat Rumput Benggala dan Paspalum. Rumput ini dapat mencapai ketinggian 1,5 meter.


6.       Sorgum tahunan (Sorgum helepensis)
Jenis sorgum ini merupakan nenek moyang Sorgum vulgare, dimana jenis sorgum ini tidak menghasilkan biji, namun dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Diluar negeri dikenal sebagai rumput Johnson. ( Sirappa, M.P. 2003 )

2.2 Syarat Tumbuh

            Tanaman sorgum dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan yang kurang subur atau lahan salin, air yang terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan dilahan yang berpasirpun sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan memiliki umur yang panjang. Menurut hasil penelitian, lahan yang cocok untuk pertumbuhan yang optimum untuk pertanaman sorgum adalah :
Suhu optimum 23° 30° C
Kelembaban relatif 20% 40%
Suhu tanah ± 25° C
Ketinggian ≤ 800 m dpl
Curah hujan 375 – 425 mm/th
pH 5,0 – 7,5

Selain persyaratan diatas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah podzolik merah kuning yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup. Tanaman sorgum dapat beradaptasi pada tanah yang sering tergenang air pada saat banyak turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat.

2.3 Morfologi

Sorgum memiliki tinggi rata-rata 2,6 sampai 4 meter. Pohon dan daun sorgum sangat mirip dengan jagung. Pohon sorgum tidak memiliki kambium. Jenis sorgum manis memiliki kandungan yang tinggi pada batang gabusnya sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku gula sebagaimana halnya tebu. Daun sorgum berbentuk lurus memanjang. Biji sorgum berbentuk bulat dengan ujung mengerucut, berukuran diameter + 2 mm. Satu pohon sorgum mempunyai satu tangkai buah yang memiliki beberapa cabang buah.

2.3.1 Sifat Ikatan Kulit Biji

Pada biji sorgum, diantara kulit biji dan daging biji dilapisi oleh lapisan testa dan aleuron, Lapisan testa termasuk pada bagian kulit biji, dan lapisan aleuron termasuk pada bagian dari daging biji, jaringan kulit biji terikat erat oleh daging
biji, melalui lapisan tipis yang disebut lapisan semen. Pada prows penggilingan, ikatan kulit biji dengan daging biji ini sulit dipisahkan. Komposisi bagian biji sorgum terdiri dari kulit luar 8%, lembaga 10% dan daging biji 82%.
            Biji tertutup oleh sekam yang berwarna kekuningkuningan atau Kecoklat-coklatan. Pada umumnya biji sorgum berbentuk bulat pair fang dengan ukuran biji kira -kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg - 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi atas:
- sorgum biji kecil        (8 - 10 mg)
- sorgum biji sedang    ( 1 2 - 24 mg)
- sorgum biji besar       (25-35 mg)
Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum kafir dan yang ber-warna merah/cokelat biasanya termasuk varietas Feterita. Warna biji merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya.
Sedangkan varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman. Untuk memperbaiki warm biji ini, biasanya digunakan larutan asam tamarand atau bekas cucian beras yang telah difermentasikan dan kemudian digiling menjadi pasta tepung.
Warna biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas.

2.3.2 Sifat-Sifat Morfologis dan Fisiologis
Adapun sifat-sifat morfologis dan fisiologis tanaman sorgum adalah sebagai berikut :
1.      Sistem Perakaran
Sistem perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (aka-rakar primer) pada dasar buku pertama pangkal batang, akar-akar koronal (aka-rakar pada pangkal batang yang tumbuh ke arah atas) dan akar udara (aka-rakar yang tumbuh dipermukaan tanah). Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung.
2.      Batang
Batang beruas-ruas dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym). Tinggi tanaman berkisar 2,6 s/d 4 meter bahkan lebih tergantung varietas.




3.      Daun
 Daun tumbuh melekat pada buku-buku batang dan tumbuh memanjang, yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian daun. Daun berlapis lilin yang dapat menggulung bila terjadi kekeringan.
4.      Bunga
Bunga tersusun dalam malai. Tiap malai terdiri atas banyak bunga yang dapat menyerbuk sendiri atau silang.

2.4 Kandungan Gizi
Kandungan protein pada biji sorgum juga sangat tinggi, dibandingkan sumber pangan lain seperti beras, singkong dan jagung, sorgum mempunyai kadar protein yang paling tinggi. Dibandingkan beras, sorgum juga unggul dari segi kandungan mineral seperti Ca, Fe, P dan kandungan vitamin B1-nya. Kandungan nutrisi sorgum dibandingkan dengan produk serealia yang lain ditunjukkan oleh Tabel 1.

Tabel 1.   Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dibanding bahan pangan lainnya.

Bahan Pangan Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (%) Air (%) Serat (mg) Ca (mg) P (mg) Fe (mg)
Sorgum 332 11 3,30 73 11,20 2,30 28 287 4,40
Beras 360 7 0,70 79 9,80 1 6 147 0,80
Jagung 361 9 4,50 72 13,50 2,70 9 380 4,60
Kentang 83 2 0,10 19 - 11 56 0,70
Ubi kayu     157 1,20 0,30 35 63 - 33 40 0,70
Ubi jalar 123 1,80 0,70 28 - - 30 49 0,70
Terigu 365 8,90 1,30 77 - - 16 106 1,20
Sumber: Beti et al. (1990).

Kandungan nutrisi sorgum yang begitu tinggi tersebut saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan pengembangan sorgum sendiri belum mencapai taraf pengembangan yang memuaskan. Para petani masih setengah hati untuk menanam sorgum karena nilai jual sorgum belum tinggi sebagaimana halnya produk serealia yang lain seperti beras, jagung, gandum dan kacang-kacangan. Pemanfaatan sorgum oleh petani sendiri masih terkendala dengan kelengkapan fasilitas yang diperlukan seperti mesin pemecah biji dan peralatan pengolahan pasca panen lainnya.
Saat ini sorgum masih dimanfaatkan hanya sebatas potensi utamanya saja yaitu dari bijinya. Adapun potensi lainnya seperti akar, daun dan tangkai biji hanya dimanfaatkan seadanya saja seperti untuk pakan ternak dan kompos. Nira sorgum merupakan produk yang memiliki keunggulan bahkan apabila dibandingkan dengan nira tebu. Keunggulannya terletak pada tingkat produktivitas dan ketahanan tanaman sorgum. Sebagaimana diketahui bahwa tanaman tebu merupakan tanaman yang memiliki tuntutan perawatan yang cukup tinggi, atau dengan kata lain, tanaman tebu lebih manja perawatan dibandingkan dengan tanaman sorgum. Produksi biji dan biomass lebih besar dibandingkan dengan tebu. Tanaman tebu tidak menghasilkan biji sebagaimana halnya sorgum sehingga produk utama tanaman tebu hanya berupa nira dari batang. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum dengan tebu dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Budidaya Sorgum dengan Tebu.

Karakteristik Sorgum Tebu
Produktivitas Biji dan biomass Biomass
Lahan Tanam Marginal Subur
Kebutuhan air 332 kg / kg bahan kering 3 kali sorgum
Laju Fotosintesis Tinggi dan cepat Lebih rendah
Kebutuhan benih 4,5-5 kg / ha 4.500-6.000 kg stek / ha
Umur Produksi 3-4 bulan > 10 bulan

Sumber : Setyaningsih (2009)


Sorgum dapat menghasilkan nira yang memiliki kadar gula yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Walaupun demikian, terdapat beberapa kekurangan nira sorgum dibandingkan dengan nira tebu, yaitu dalam kadar pati serta abunya yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Perbedaan karakteristik nira sorgum dengan nira tebu dapat dilihat selengkapnya pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Komposisi Nira Sorgum dan Nira Tebu

Komposisi Nira sorgum Nira tebu
Brix (%) 13.6 – 18.40 12 – 19
Sukrosa 10.0 -14.40 9 -17
Gula reduksi (%) 0,75 – 1,35 0,48 – 1,52
Abu (%) 1,28 – 1,57 0,40 – 0,70
Amilum (ppm) 209 – 1764 1,50 - 95
Asam akonitat 0,56 0,25
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan (1996)
Dari Tabel 3 diatas, terlihat bahwa kadar gula (dalam derajat Brix) nira sorgum lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Nira sorgum memiliki kelemahan dalam kadar abu, amilum dan asam akonitat yang lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Dalam pengembangan bahan bakar nabati yang memanfaatkan beberapa komoditas tanaman pangan seperti tebu, singkong, kedelai, jagung, dan lain-lain, terdapat kekhawatiran pengembangan tersebut akan menyebabkan kenaikkan harga komoditi tersebut secara global. Sebenarnya bagi Indonesia sebagai negara agraris merupakan suatu peluang untuk mengembangkan komoditi-komoditi tersebut di seluruh wilayah Indonesia yang masih luas. Apalagi dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM dan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain.
Salah satu jenis bahan bakar nabati yang sudah lama dikembangkan untuk menggantikan BBM adalah bioetanol (etil alkohol) yang dibuat dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi). Ada berbagai jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai sumber bahan baku bioetanol, salah satu diantaranya yang paling potensial dikembangkan di Indonesia adalah tanaman sorgum manis (Sorgum bicolor L. Moench). Tanaman sorgum memiliki keunggulan tahan terhadap kekeringan dibanding jenis tanaman serealia lainnya. Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah yang luas mulai 45 oLU sampai dengan 40 oLS, mulai dari daerah dengan iklim tropis-kering (semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat menghasilkan pada lahan marginal. Budidayanya mudah dengan biaya yang relatif murah, dapat ditanam monokultur maupun tumpangsari, produktifitas sangat tinggi dan dapat diratun (dapat dipanen lebih dari 1x dalam sekali tanam dengan hasil yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan tanamannya). Selain itu tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit sehingga resiko gagal relatif kecil. Tanaman sorgum berfungsi sebagai bahan baku industri yang ragam kegunaannya besar dan merupakan komoditas ekspor dunia. ( Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono.  1990 )



































BAB III
PEMBAHASAN

3.1  TEKNIK BUDIDAYA

Teknik budidaya yang diperlukan dalam penanaman tanaman sorgum tidak jauh berbeda dengan tanaman serealia lainnya, namun untuk penanaman di lahan salin beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah sebagi berikut:

1.      Persiapan Lahan

Lahan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian dicangkul atau dibajak 2 kali setelah itu baru digaru dan diratakan. Setelah tanah diratakan, dibuat saluran drainase di sekeliling atau di tengah lahan. Ukuran petakan disesuaikan dengan keadaan lahan. Untuk lahan yang hanya mengandalkan residu air tanah, pengolahan hanya dilakukan secara ringan dengan mencangkul tipis permukaan tanah untuk mematikan gulma. Pengolahan tanah secara ringan sangat efektif untuk menghambat penguapan air tanah sampai tanaman panen. Tanah yang sudah diolah sebaiknya diberikan pupuk organik, misalnya pupuk kandang atau kompos.
Pengolahan tanah ini bertujuan antara lain untuk memperbaiki struktur tanah, memperbesar persediaan air, mempercepat pelapukan, meratakan tanah dan memberantas gulma. Sebaiknya pengolahan tanah paling baik dilakukan 2 -4 minggu sebelum tanam.

2.      Pemilihan Varietas

Untuk mendapatkan hasil yang baik, yang harus diperhatikan adalah penanaman jenis varietas unggul yang cocok dan sesuai dengan lingkungan hidup setempat serta penerapan teknik budidaya yang tepat. Varietas unggul yang dianjurkan untuk ditanam harus memperhatikan kegunaan dan lingkungan tumbuhnya. Untuk keperluan konsumsi manusia (pangan) varietas yang dianjurkan antara lain UPCA S1, Keris, Badik dan Hegari Genjah. Karena varietas ini mempunyai keunggulan seperti berumur genjah, tinggi batang sedang, berbiji putih dengan rasa olah sebagai nasi cukup enak. Varietas Kawali dan Numbu yang dilepas tahun 2001 juga mempunyai rasa olah sebagai nasi cukup enak, namun umurnya relatif lebih panjang. Sedangkan untuk pakan ternak dipilih varietas sorgum yang tahan hama penyakit, tahan rebah, tahan disimpan dan dapat diratun.

3.      Waktu Tanam

Umumnya benih sorgum ditanam pada awal musim hujan, penentuan waktu tanam yang tepat agar dapat memperhitungkan masa masaknya biji yang jatuh pada musim kemarau. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada saat pembungaan dan menghindari serangan cendawan.







4.      Penanaman dan Pola Tanam

Lahan sebaiknya telah diolah/dipacul/dibajak/digaru sebelum dilakukan penanaman. Pemberian pupuk kandang (5-10 ton/ha) pada lahan yang siap tanam sangat dianjurkan.

Sorgum dapat ditanam secara monokultur (hanya tanaman sorgum yang ditanam di suatu lahan) ataupun dengan cara tumpang sari (menanam tanaman sorgum bersama-sama dengan tanaman lain). Untuk tanaman monokultur diperlukan benih 10-15 kg/ha, kebutuhan benih tergantung kepada jarak tanam dan pola tanam yang digunakan.
1)            Jarak tanam untuk monokultur: 75 x 40 cm dengan 4 tanaman/lubang dan 75 x 20 cm: 2 tanaman/lubang.
2)            Jarak tanam untuk tumpangsari: Stripcropping (1 baris): 200 x 25 cm dan Stripcropping (> 2 baris): 75 x 25 x 400 cm.
3)            Benih ditanam cara tugal sedalam 4-5 cm (5-12 biji/lubang).
Setelah benih ditaruh dalam lubang sebaiknya ditutup dengan abu dan dilalukan pengairan untuk menjaga kelembaban tanah. Benih hanya akan dapat tumbuh bila tanah cukup lembab dan kandungan air cukup untuk proses perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman muda. Kelembaban tanah perlu terus dijaga sampai tanaman berumur 4 minggu (1 bulan) setelah tanam.

5.      Pemeliharaan
a)      Sulam
Penyulaman merupakan suatu proses yang dilakukan setelah penanaman benih sorgum dengan melakukan tanam ulang benih sorgum yang tidak tumbuh dikarenakan mati. Misalnya dalam penanaman benih sorgum dalam metode pola tanam monokultur (75 x 20 cm: 2 tanaman/lubang), apabila dalam lubang hanya tumbuh satu tanaman saja maka layak untuk ditanami benih sorgum dengan tanaman sorgum yang memiliki umur yang sama dengan tanaman yang berada dalam satu lubang tersebut.
b)      Pengairan
Tujuan pengairan adalah menambah air bila tanaman kekurangan air. Bila tidak kekurangan maka pengairan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, bila kebanyakan air justru harus segera dibuang dengan cara membuat saluran drainase. Sorgum termasuk tanaman yang tidak memerlukan air dalam jumlah yang banyak, tanaman ini tahan terhadap kekeringan, tetapi ada masa tertentu tanaman tidak boleh kekurangan air yaitu :
Tanaman berdaun empat, masa bunting waktu biji malai berisi, pada waktu tersebut tanaman tidak boleh kekurangan air.
Selama pertumbuhan pemberian air cukup dilakukan 3 s/d 6 kali setiap 4 s/d 10 hari sekali.
Pemberian air dilakukan pada pagi/sore hari, saat suhu tanah tidak terlalu tinggi.


c)      Pemupukan
Pupuk yang diperlukan adalah urea dengan dosis 100 kg/ha, TSP dan KCl dengan dosis masing-masing 60 kg /ha. Masing-masing pupuk diberikan 3 kali yaitu 1/3 pada waktu tanam, 1/3 pada saat tanaman berumur 3 minggu, dan 1/3 pada saat tanaman berumur 7 minggu. Pupuk diberikan dalam larikan diantara baris tanaman, kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pupuk majemuk (pupuk compound) juga baik untuk tanaman sorgum dan untuk dosis pemakaian dapat mengikuti anjuran seperti tertera pada kemasan pupuk yang bersangkutan.

d)     Penjarangan Tanaman
Pertumbuhan tanaman sorgum biasanya sudah merata/seragam pada umur 2 minggu setelah tanam. Namun demikian tidak semuanya tanaman yang tumbuh di tiap lubang dengan baik. Apabila terdapat tumbuh yang kurang baik perlu dilakukan penjarangan dengan mencabut tanaman yang kurang baik tersebut. Sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang terbaik untuk dipelihara hingga panen.
e)      Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan mencabut tumbuhan pengganggu (gulma) hingga perakarannya secara hati-hati agar tidak mengganggu perakaran tanaman utama. Keberadaan gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam mendapatkan air dan unsur hara yang ada di dalam tanah atau bahkan menjadi tempat hama atau penyakit. Oleh sebab itu gulma harus secara rutin disiangi. Gulma yang telah dicabut sebaiknya ditampung atau dikubur di suatu tempat agar membusuk sehingga kemudian dapat dijadikan kompos.
f)       Dangir atau Bumbun
Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah disekitar tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal batang tanaman sorgum sehingga membentuk guludan-guludan kecil yang bertujuan untuk mengokohkan batang tanaman agar tidak mudah rebah dan merangsang terbentuknya akarakar baru pada pangkal batang.
g)      Pemangkasan
Pemangkasan umunya dilakukan pada tanaman sorgum yang pada batangnya terdapat banyak jumlah daunnya. Dalam bidang pertanian istilah ini disebut sebagai defoloasi. Pengambilan daun pada bagian daun bawah  yang brtujuan untuk  mengarahkan translokasi fotosintat pada sink organ (biji sorgum), keamanan pemeliharaan, tambahan pakan ternak, dll.
h)      Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemeliharaan tanaman adalah berupa pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang dapat berupa gulma, hama dan penyakit tanaman. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual atau menggunakan herbisida. Beberapa hama yang sering ditemui dalam budidaya tanaman sorgum adalah penggerek batang dan ulat malai. Pengendalian hama yang berasal dari tanah mungkin dapat dilakukan dengan penaburan insektisida seperti Furadan 3G. Sedangkan pengendalian penyakit pada batang atau daun dapat dilakukan dengan fungisida seperti Deicis, Basudin dsb. Hama lain yang banyak menyerang tanaman sorgum adalah tikus dan burung. Merujuk pada pengalaman di India, untuk perkebunan sorgum yang luas, pengusiran hama burung dapat dilakukan dengan pengaturan sistem amplitudo suara. Adapun metode lain yang dapat dilakukan adalah penyungkupan, yaitu pembungkusan tangkai biji sorgum agar serangga dan burung tidak dapat menyerang.

Tanaman Sorgum termasuk tanaman yang sedikit terserang hama penyakit bila dibandingkan dengan tanaman lainnya. Namun terdapat beberapa hama dan penyakit tanaman sorgum yang utama seperti :
Lalat bibit (Atherigona exiqua Stein)
o Lalat bibit ini menyerang tanaman di bagian pangkal batang tanaman dengan menggerek dan menyerang tanaman sorgum muda (berumur 3 minggu setelah tanam) sehingga menyebabkan berlubang kecil tidak teratur dan akhirnya tanaman menjadi layu kemudian mati mati. Pengendalian lalat bibit dapat dilakukan dengan melakukan pertanaman serempak dan menaburkan insektisida 10 kg Furadan 3 G per hektar pada saat tanam.


Ulat Tanah (Agrotis sp)
o Ulat ini biasanya menyerang tanaman pada malam hari dengan sasaran tanaman sorgum stadium muda. Serangannya menyebabkan pangkal batang tanaman terpotong tepat diatas permukaan tanah sehingga bekas serangannya tampak terkulai. Cara pengendalian dengan menaburkan insektisida Furadan 3 G berdosis 20 s/d 30 kg/ha yang dilakukan bersamaan saat penanaman.
Hama bubuk
o Disebabkan oleh serangan Sitophilus sp yang menyerang biji sorgum di gudang penyimpanan. Serangga ini menyerang biji sorgum yang berlubang-lubang dan keropos sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Pengendalian hama bubuk ini dengan cara menyimpan biji sorgum yang dicampur dengan serbuk daun putri malu (Mimosa pudica) dengan perbandingan 10 : 1. Hal ini disebabkan karena daun putri malu mengandung protein mimosan yang dapat merusak dan menghambat pertumbuhan larva hama bubuk.



Karat daun
o Gejala serangannya adalah munculnya noda-noda kecil berwarna merah karat yang kemudian diikuti dengan timbulnya massa tepung berwarna coklat kekuning-kuningan yang menutupi permukaan daun. Pengendaliannya dengan cara memangkas daun yang terinfeksi berat dan melakukan pergiliran/rotasi tanaman.
Bercak daun
o Ditandai dengan munculnya bercak bulat berukuran kecil dan berwarna kuning yang dikelilingi warna coklat pada daun yang terinfeksi. Pengendalian penyakit bercak dapat dilakukan dengan menanam varietas yang tahan (Mandau) dan disemprot dengan fungisida (Dithane M45 atau Antracol 70 WP).
Kapang Jelaga
o Gejala serangan pada permukaan atas daun tertutup oleh lapisan yang berwarna hitam, kering dan tipis dan dapat dikendalikan dengan menyemprotkan kapur atau menghembuskan belerang.


3.2  PANEN

Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal, waktu musim penanaman diusahakan tepat sehingga pada saat pemasakan biji sampai panen berada pada musim kering. Karena apabila pada waktu pemasakan pada musim hujan dikhawatirkan banyak biji yang busuk dan berkecambah. Kualitas dan kuantitas hasil panenan sorgum sangat ditentukan oleh ketepatan waktu (baik tanam maupun panen), cara panen dan penanganan pasca panen.

Hendaknya tanaman dipanen pada saat biji telah mencapai masak fisiologis, yaitu ditandai dengan hilangnya cairan dan berganti tepung saat biji dihancurkan dengan jari. Setelah itu beberapa malai diikat jadi satu dan digantung terbalik untuk proses pengeringan. Setelah kering biji dirontok dan dikeringkan lebih lanjut sampai kadar air biji mencapai 14 % untuk disimpan lama. Tanaman sorgum sudah dapat dipanen pada umur 3 s/d 4 bulan tergantung varietas.
Penentuan saat panen sorgum dapat dilakukan dengan berpedoman pada umur setelah biji terbentuk atau dengan melihat ciri-ciri visual biji. Pemanenan juga dapat dilakukan setelah terlihat adanya ciri-ciri seperti daun-daun berwarna kuning dan mengering, biji-biji bernas dan keras serta berkadar tepung maksimal.

            Tabel 4. Umur Panen Tanaman Sorgum Berdasarkan Varietas
No Varietas Umur Panen (HST)

1 Malang No. 26
110 – 120

2 Birdproof No. 65
105 – 115
3
Katengu No. 183
105 – 115

4 Pretoria No. 184
100 – 105
5 Cempaka (Ekwangit)
100 – 110


6 Numbu
100 – 105

7 Kawali
100 – 110

Panen yang dilakukan terlambat atau melampaui stadium buah tua dapat menurunkan kualitas biji. Biji-biji akan mulai berkecambah bila kelembaban udara cukup tinggi. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca cerah/terang. Pada saat pemanenan sebaiknya pemotongan dilakukan pada pangkal tangkai/malai buah sorgum dengan panjang sekitar 15 s/d 25 cm. Untuk meningkatkan produksi sorgum dapat dilakukan budidaya lanjutan dengan cara ratun yaitu pemangkasan batang tanaman pada musim panen pertama yang dilanjutkan dengan pemeliharaan tunas-tunas baru pada periode kedua.
Adapun tata cara budidaya sorgum ratun setelah panen musim pertama adalah sebagai berikut :
Seusai panen pada musim pertama segera dilakukan pemotongan batang yang tua tepat diatas permukaan tanah.
Tanah disekitar tanaman sorgum dibersihkan dari rumput liar/gulma.
Di buatkan larikan kecil sejauh 10 s/d 15 cm dari pangkal batang tanaman sorgum kemudian disebarkan pupuk yang terdiri dari 45 kg Urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl per hektar. Satu bulan kemudian diberikan pupuk susulan berupa 90 kg Urea/ha.
Tanaman yang berasal dari tunas-tunas baru (ratun) dipelihara dengan baik seperti pada pemeliharaan tanaman periode pertama.
Pada stadium buah tua dilakukan panen musim kedua. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah tata cara pemotongan batang tanaman. Pemotongan harus tepat dilakukan diatas permukaan tanah agar tunas-tunas baru tumbuh dari bagian batang yang berada di dalam tanah.



3.3  PASCA PANEN

Setelah proses pemanenan adapun juga proses pasca panen yakni sebagai berikut :
1.       Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dijemur dibawah sinar matahari atau dengan menggunakan mesin pengering. Lama penjemuran hingga biji sorgum berkadar air 12% s/d 14% adalah sekitar 60 jam.
2.       Perontokkan
Biji sorgum dirontokan dari malainya dengan cara diirik atau dapat pula dengan menggunakan mesin perontok. Biji sorgum dibersihkan dari kotoran atau limbah (sekam) kemudian dijemur ulang dengan disebarkan secara merata diatas lantai jemur.
3.      Pewadahan dan Penyimpanan
Biji sorgum segera diwadahi dalam karung, tiap karung sebaiknya berkapasitas 25 kg 50 kg, kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan yang kering dan berventilasi baik.


      3.4  PROSPEK,  KENDALA, DAN SOLUSI PENGEMBANGAN SORGUM

3.4.1        Potensi Lahan dan Produksi Sorgum
Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas, meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Di lahan tegal dan sawah tadah hujan, sorgum ditanam sebagai tanaman sisipan atau tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah atau tembakau, sehingga luas tanaman sorgum yang sesungguhnya agak sulit diukur. Demikian juga di lahan sawah, sorgum sering ditanam secara monokultur pada musim kemarau, namun sejak awal tahun 1980-an tanaman ini terdesak oleh tanaman lain, seperti jagung, kedelai, tebu, semangka, dan mentimun.
Produktivitas yang tinggi dapat dicapai dengan menerapkan teknologi budidaya  secara optimal, antara lain dengan penggunaan varietas hibrida, pemupukan secara optimal, dan pengairan. Sebaliknya di beberapa negara produsen sorgum, rata-rata produktivitas sorgum masih di bawah 1 t/ha, yang disebabkan oleh pengaruh iklim yang kering, penggunaan varietas lokal yang hasilnya rendah, pemupukan minimal, dan penanaman secara tumpang sari.  Luas areal sorgum dunia sekitar 50 juta hektar setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton dan rata-rata produktivitas 1,30 t/ha.  Negara penghasil sorgum utama adalah India, Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia termasuk negara yang masih ketinggalan, baik dalam penelitian, produksi, pengembangan, penggunaan, maupun ekspor sorgum.
Meskipun dalam jumlah yang terbatas, produksi sorgum Indonesia telah diekspor ke Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Jepang untuk digunakan sebagai bahan baku pakan serta industri makanan dan minuman. Ekspor sorgum selama Pelita V mencapai 1.092.400 kg dengan nilai US$ 116.211, sedangkan impor sorgum mencapai 4.615 kg atau US$ 3.988, sehingga masih terjadi net ekspor 1.087.785 kg atau perolehan nilai devisa US$ 112.233.





Hingga kini, perkembangan produksi sorgum nasional belum masuk dalam statistik pertanian, yang menunjukkan bahwa komoditas tersebut belum mendapat prioritas untuk dikembangkan.  Namun ditinjau dari daerah pengusahaan yang cukup luas, rata-rata produktivitas yang lebih tinggi dibanding negara produsen utama sorgum, serta adanya defisit permintaan sorgum di beberapa negara, sorgum mempunyai prospek yang cukup cerah di Indonesia.


3.4.2        Prospek  Sorgum sebagai Bahan Pangan, Pakan Ternak, dan Industri
Penggunaan sorgum sangat beragam, tetapi secara  garis besar dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai bahan pangan, bahan pakan, dan bahan industri.

A.    Sorgum sebagai Bahan Pangan

Sorgum mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan pangan, namun pemanfaatannya belum berkembang karena pengupasan biji sorgum cukup sulit dilaksanakan. Di Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan makanan substitusi beras, namun karena kandungan taninnya cukup tinggi (0,40−3,60%), hasil olahannya kurang enak. Masalah ini telah dapat diatasi dengan memperbaiki teknologi pengolahan.  Kulit biji dan lapisan testa dikikis dengan menggunakan mesin penyosoh beras merek “Satake GrainTesting Mill” atau “Satake Polisher Rice Machine” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dengan permukaan yang kasar.

Kandungan nutrisi sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan lainnya, sehingga cukup potensial sebagai bahan pangan substitusi beras. Begitu pula kandungan asam aminonya tidak kalah dengan bahan makanan lainnya. Beberapa jenis makanan dari sorgum berdasarkan cara pengolahannya yaitu :
Makanan sejenis roti tanpa ragi, misalnya chapati, tortila.
Makanan sejenis roti dengan ragi, misalnya injera, kisia, dosai.
Makanan bentuk bubur kental, misalnya to, tuwu, ugali, bagobe, sankati.
Makanan bentuk bubur cair, misalnya ogi, ugi, ambili, edi.
Makanan camilan, misalnya pop sorgum, tape sorgum, emping sorgum.
Sorgum rebus, misalnya: urap sorgum, som.
Makanan yang dikukus, misalnya couscous, wowoto, juadah-sorgum.

B.     Sorgum sebagai Pakan Ternak

Penggunaan biji sorgum dalam ransum pakan ternak bersifat suplemen (substitusi) terhadap jagung, karena nilai nutrisinya tidak berbeda dengan jagung. Namun karena kandungan tannin yang cukup tinggi (0,40-3,60%), biji sorgum hanya digunakan dalam jumlah terbatas karena dapat mempengaruhi fungsi asam amino dan protein.  Kandungan tanin dalam ransum di atas 0,50% dapat menekan pertumbuhan ayam, dan apabila mencapai 2% akan menyebabkan kematian.
Biji sorgum dapat diberikan langsung berupa biji atau diolah terlebih dulu dan dicampur dengan bahan-bahan lain dengan komposisi sebagai berikut: biji sorgum 55-60%, bungkil kedelai/kacang tanah 20%, tepung ikan 2,50-20%, dan vitamin-mineral 2-8%. Penggunaan sorgum 30−60% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap performa ayam. Sorgum dapat mengganti seluruh jagung dalam ransum pakan ayam, itik, kambing, babi, dan sapi tanpa menimbulkan efek samping.

Penggunaan biji sorgum dalam ransum dengan berbagai rasio tidak mempengaruhi produksi telur dan bobot ayam. Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14-16% dari bobot segar batang atau sekitar 3 t daun segar/ ha dari total produksi 20 t/ha. Setiap hektar tanaman sorgum dapat menghasilkan jerami 2,62 t bahan kering. Konsumsi rata-rata setiap ekor sapi adalah 15 kg daun segar/hari.
Daun sorgum tidak dapat diberikan secara langsung kepada ternak, tetapi harus dilayukan dahulu sekitar 2-3 jam. Nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan pucuk tebu. Komposisi kimia dari limbah sorgum yang didukung oleh nilai daya cerna dan komponen serat dari limbah tersebut,  tidak kalah dibanding  jerami  jagung  dan  pucuk tebu.

C.     Sorgum sebagai Bahan Industri

Biji sorgum mengandung 65-71% pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana. Biji sorgum dapat dibuat gula atau glukosa cair atau sirup fruktosa sesuai dengan kandungan gula pada biji.  Gula sederhana yang diperoleh dari biji sorgum selanjutnya dapat difermentasi untuk menghasilkan alkohol.
Setiap ton biji sorgum dapat menghasilkan 384 liter alkohol. Alkohol umumnya dibuat dari biji sorgum yang berkualitas rendah atau berjamur. Alkohol dapat juga dibuat dari nira sorgum yang terdapat dalam batang.  Kualitas nira sorgum manis setara dengan nira tebu, kecuali kandungan amilum dan asam akonitat yang relative tinggi. Kandungan amilum yang tinggi tersebut merupakan salah satu masalah dalam proses kristalisasi nira sorgum sehingga gula yang dihasilkan berbentuk cair. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) telah merekayasa alat “Amylum Separator” yang mampu menurunkan kandungan amilum sampai 50% dari kadar awal.
Biji sorgum juga dapat dibuat pati (starch) yang berwarna putih.  Pati sorgum digunakan dalam berbagai industri, seperti perekat, bahan pengental, dan aditif pada industri tekstil, sedangkan hasil samping dari pembuatan pati dapat digunakan sebagai makanan ternak. Pati merupakan bahan utama pada berbagai sistem pengolahan pangan, antara lain sebagai sumber energi utama, serta berperan sebagai penentu struktur, tekstur, konsistensi, dan penampakan bahan pangan.
Sorgum dapat digunakan sebagai pengganti dalam industri pati jagung karena adanya beberapa persamaan, namun ekstraksi pati sorgum masih menjadi masalah. Pengikatan pati pada sorgum berkisar antara 35-38%, sedangkan pada jagung 8-15% .
Produk industri penting dari biji sorgum adalah bir. Selama dekade terakhir, biji sorgum dapat menggantikan barley dalam pembuatan bir. Sifat kimia biji sorgum yang sangat penting dalam pembuatan bir adalah aktivitas diastatik, alfa-amino nitrogen, dan total nitrogen yang dapat larut. Namun, konsentrasi amilopektin yang tinggi dalam pati sorgum menyebabkan pati sangat sulit dihidrolisis.  Aktivitas diastatik yang tinggi dapat meningkatkan fraksi albumin-globulin protein, di mana albumin dan alfa-amino protein digunakan untuk faktor rasa, stabilitas busa, dan kepekaan dingin dari bir.
3.4.3        Kendala dan Solusi Pengembangan Sorgum
Dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering, pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih.





Di daerah-daerah yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam. Pengembangan sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat pemanfaatan sorgum di luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura, Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211. Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor sorgum dapat menyumbang devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, daTimur Tengah. Dengan demikian terdapat peluang untuk meningkatkan ekspor sorgum ke luar negeri.
Tantangan dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat petani yang rendah terutama pada saat panen serta kesulitan dalam pengupasan biji. Nilai sorgum yang rendah dapat diatasi apabila sorgum dapat diangkat menjadi salah satu komoditas strategis dalam pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri. Sementara itu kesulitan pengupasan biji sorgum diatasi dengan pengadaan mesin penyosoh beras tipe “Satake Polisher Rice Machine”. Penyosohan dengan alat ini dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan tidak pahit.
Masalah penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi. Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh beras sorgum dengan mesin penyosoh beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu. Demikian juga jerami sorgum cukup potensial sebagai pakan ternak, namun kandungan serat, lignin dan silika yang tinggi serta kadar nitrogen yang rendah merupakan kendala pemanfaatan jerami sorgum untuk pakan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kualitas jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi urea.
Tantangan pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan pascapanen serta jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung, sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.
Secara umum, masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :

1.      Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi sorgum relative rendah dibandingkan komoditas serealia lain.
2.      Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada skala rumah tangga masih sulit dilakukan.
3.      Harga sorgum di pasaran belum kondusif, baik di tingkat regional maupun nasional.
4.      Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
5.      Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
6.      Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih kurang.
7.      Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu, dan tempat).

3.4.4        Dukungan Teknologi dan  Kebijakan Operasional.
Untuk menciptakan sistem agribisnis dan agroindustri sorgum, ketersediaan teknologi mutlak diperlukan, yang meliputi teknologi budi daya serta pascapanen/ pengolahan .  Teknologi budi daya sorgum  meliputi: Varietas unggul berdaya hasil tinggi, tahan kekeringan, genangan, dan ratun, rasa manis dengan rendemen gula tinggi dan kadar amilum rendah, teknologi budi daya spesifik lokasi, perlindungan tanaman secara terpadu, serta pengaturan  saat  tanam/pergiliran  tanaman.


Teknologi tersebut diperoleh melalui penelitian yang meliputi :
a.       Penelitian teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi.
b.      Penelitian terapan.
c.       Penelitian terpadu dan terapan di lahan petani (on-farm research).

Program pengembangan sorgum mencakup:
a.       Evaluasi teknologi dan penyusunan paket teknologi.
b.      Penyebaran varietas unggul.
c.       Pengembangan interaksi antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, dan petani dalam proses alih teknologi, dan
d.      Pemantauan bersama antara peneliti, penyuluh, instansi terkait, pengambil kebijakan,  dan  petani  pada penelitian di lahan  petani.

Dalam pengembangan sorgum untuk industri diperlukan keterkaitan antara kebijakan pemerintah, petani produsen, dan industry mulai dari penelitian (perakitan teknologi), pengembangan (alih teknologi), produksi (penyediaan sarana produksi), pelaksanaan agribisnis/agroindustri (pengumpulan, penyimpanan, pemasaran, dan pengolahan), dan penggunaan hasil (industry makanan dan minuman, industri pakan, industri gula dan maltose, dan ekspor).
Pengembangan sorgum perlu memperhatikan empat hal yaitu:
1.      Wilayah/ tipologi lahan (areal tanaman sorgum).
2.      Sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya).
3.      Ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), dan
4.      Industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri).



























BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas.  Teknik budidaya tanaman yang relatif  mudah; tidak banyak perbedaan dengan budidaya tanaman jagung yang sudah biasa dilakukan oleh petani.
Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan, sebagai bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku industri.  Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun biji sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan menggunakan penyosoh beras merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang relatif rendah, penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan pengelolaan system produksi sorgum secara menyeluruh (holistik) melalui empat dimensi, yaitu: 1) wilayah (areal tanam sorgum), 2) ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3) sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha taninya), dan 4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri makanan dan pakan ternak).

4.2 Saran
Dalam pengembangan budidaya sorgum sebaiknya pemerintah lebih serius dalam memproduksinya karena jenis serelia ini sangat memiliki keunggulan dan prospek yang baik di masa yang akan datang.















DAFTAR PUSTAKA

Beti, Y.A., A. Ispandi, dan Sudaryono.  1990.  Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang

BPTP NTT. 2005. Budidaya Sorgum.

Fanindi,  Achmad., Siti Yuhaeni  Dan Wahyu H. 2005. Pertumbuhan Dan Produktivitas Tanaman Sorgum (Sorghum Bicolor (L) Moench Dan Sorghum Sudanense (Piper) Stafp) Yang Mendapatkan Kombinasi Pemupukan N, P, K Dan Ca di lahan Salin . Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Balai Penelitian Ternak. Bogor

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum manis komoditi harapan di propinsi kawasan timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.4-1996: 6− 12.

Kebun Penghasil Bensin. www.trubusonline.com

Setyowati,  Mamik., Hadiatmi dan Sutoro. 2005.  Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Plasma Nutfah Sorgum (Sorghum vulgare (L.) Moench.) dari Tanaman Induk dan Ratoon. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.2 Th.2005. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor

Setyaningsih, Dwi. 2009. Kuliah Teknologi Bioenergi. TIP-IPB. Bogor.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di Indonesia sebagai Komoditas Alternatif Untuk Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar.

Supriyanto dan Bambang Purnomo. 2009. Pengembangan Agroindustri Bioetanol Berbasis Sorgum Secara Terpadu Dan Berkelanjutan.

Y.A., Rahmi, Syuryawati, Zubachtirodin. 2007. Teknologi Budidaya Gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.

No comments:

Post a Comment