HUBUNGAN EROSI TANAH DENGAN FAKTOR PEMBENTUK NYA SESUAI DATA PENELITIAN
Latar Belakang
Ketergantungan manusia terhadap sumberdaya tanah terus meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan penduduk terhadap lingkungan tanpa memperhatikan kemampuan lingkungan itu sendiri. Keadaan ini akan mendorong kemerosotan sumberdaya tanah baik mutu
maupun jumlahnya. Gejala fisik yang nampak jelas di tempat kejadian (on site) adalah semakin tipisnya lapisan tanah, sehingga kemampuan fungsi tanah sebagai media tumbuh tanaman dan media pengatur daur air menjadi terbatas yang pada akhirnya kemunduran kemampuan lingkungan tidak dapat terhindarkan.
Beberapa fungsi tanah yang dapat dikemukakan yaitu antara lain sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, landasan tumbuh bagi tanaman, tempat hidup bagi hewan dan manusia, tempat dikuburkannya manusia, sebagai bahan urugan perumahan dan jalan, tempat mendirikan bangunan, sanitasi lingkungan (penyaring, penyangga, dan alihrupa), dan bahan pembuat manusia pertama (Adam). Sebagian dari fungsi tanah tersebut yaitu sumber unsur hara, sumber air, penyedia udara, dan landasan tumbuh bagi tanaman lebih berorientasi pada media tumbuh tanaman (pertanian), sehingga di sini pembahasannya ditekankan pada hal-hal tersebut.
Sebagian besar daerah-daerah di Indonesia yang beriklim tropika mempunyai rata-rata curah hujan dan intensitas hujan yang relatif tinggi serta didukung kondisi topografi yang berbukit-bukit merupakan salah satu pemacu timbulnya proses erosi. Bahaya erosi ini akan semakin mengkhawatirkan, apabila di dalam mengelola sumberdaya alam tanpa memperhatikan kaidah konservasi sumberdaya alam khususnya sumberdaya tanah, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap kelestarian kemampuan fungsi lingkungan. Upaya pelestarian ini salah satunya adalah melalui pengendalian erosi tanah di setiap tipe penggunaan lahan (Rahim, S.E., 1995). Untuk itu usaha pengendalian erosi secara tepat perlu dilakukan dalam upaya melestarikan kemampuan fungsi lingkungan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi
Erosi merupakan suatu proses hilangnya lapisan tanah, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Foth, 1995, halaman 665-666). Di daerah beriklim tropika basah, seperti sebagian besar daerah di Indonesia, air hujan merupakan penyebab utama terjadinya erosi sehingga di sini pembahasannya dibatasi erosi tanah yang disebabkan oleh air.
Menurut Arsyad S. (1989, halaman 30), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut yang kemudian diendapkan pada suatu tempat lain.
Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami yaitu antara lain air atau angin. Erosi oleh angin disebabkan oleh kekuatan angin, sedangkan erosi oleh air ditimbulkan oleh kekuatan air.
Kekuatan perusak air yang mengalir di atas permukaan tanah akan semakin besar dengan semakin panjangnya lereng permukaan tanah. Tumbuhan-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat memperbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan butir-butir perusak hujan yang jatuh, serta daya dispersi dan angkutan aliran air di atas permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan kualitas lahan tersebut.
Berdasarkan asasnya dapat disimpulkan bahwa erosi merupakan akibat interaksi antara faktor-faktor iklim, topografi, tumbuh-tumbuhan, dan campur tangan manusia (pengelolaan) terhadap lahan, yang secara deskriptif dinyatakan dalam persamaan seperti di bawah ini :
E = f (i, r, v, t, m)
E = besarnya erosi,
i = iklim,
r = topografi,
v = tumbuh-tumbuhan,
t = tanah,
m = manusia.
Persamaan tersebut di atas mempunyai makna dua jenis peubah, yaitu: 1) Faktor yang dapat diubah oleh manusia, seperti; tumbuh-tumbuhan, sifat-sifat tanah, dan satu unsur topografi yaitu panjang lereng, 2) Faktor yang tidak dapat diubah oleh manusia yaitu; iklim, tipe tanah, dan kecuraman lereng.
Tabel 1. Dampak Erosi Tanah.
Bentuk Dampak Dampak di Tempat Kejadian Dampak di Luar Tempat
Erosi Kejadian Erosi
1. Langsung - Kehilangan lapisan tanah yang baik bagi berjangkarnya akar tanaman - Pelumpuran dan pendangkalan waduk, sungai, saluran dan badan air lainnya
- Kehilangan unsur hara dan kerusakan struktur tanah - Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan bangunan lainnya
- Peningkatan penggunaan energi untuk produksi - Menghilangnya mata air dan memburuknya kualitas air
- Kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat dipergunakan untuk berproduksi - Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, terumbu karang dan sebagainya)
- Kerusakan bangunan konservasi dan bangunan lainnya - Kehilangan nyawa dan harta oleh banjir
- Pemiskinan petani penggarap/ pemilik tanah - Meningkatnya frekuensi dan masa kekeringan
2.Tidak Langsung - Berkurangnya alternatif penggunaan tanah - Kerugian oleh memendeknya umur waduk
- Timbulnya dorongan/ tekanan untuk membuka lahan baru - Meningkatnya frekuensi dan besarnya banjir
- Timbulnya keperluan akan perbaikan lahan dan bangunan yang rusak
Sumber: Arsyad S. (1989)
Mengingat bahaya erosi yang merugikan bagi lingkungan, sejak beberapa tahun yang lampau manusia telah menyadari dan melakukan berbagai usaha pencegahan (pengendalian) erosi.
Klasifikasi Erosi Tanah
Atas dasar intensitas campur tangan manusia, erosi dibedakan antara erosi alami atau erosi geologi (geological erosion) dan erosi dipercepat (accelarated erosion) (Arsyad S., 1989, halaman 30). Erosi geologi terjadi secara alami pada tanah yang masih tertutup vegetasi secara alami, dan biasanya berjalan sangat lambat. Dalam kondisi seperti ini, jumlah tanah terangkut sangat sedikit, dan baru akan meningkat jika terjadi bencana alam yang berakibat tanah jadi terbuka. Erosi dipercepat terjadi karena manusia membuka tanah dengan membuang vegetasi baik sebagian maupun seluruhnya, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (tempat tinggal, industri, usaha tani, dan lain-lain).
Proses erosi ini akan berjalan dengan cepat, terlebih di daerah yang mempunyai potensi erosi dan tanpa usaha pengendalian.
Erosi yang terjadi dapat dibedakan berdasarkan produk akhir yang dihasilkan proses itu sendiri. Erosi juga dapat dibedakan karena kenampakan lahan akibat erosi itu sendiri. Atas dasar itu erosi dibedakan yaitu : 1) erosi percikan (splash erosion), 2) erosi lembar (sheet erosion), 3) erosi alur (rill erosion), 4) erosi parit (gully erosion), 5) erosi tanah longsor (land slide), 6) erosi pinggir sungai (stream bank erosion) (Rahim S.E., 1995, halaman 33 - 34).
Erosi percikan terjadi pada awal hujan. Intensitas erosi percikan meningkat dengan adanya air genangan tetapi setelah terjadi genangandengan kedalaman tiga kali ukuran butir hujan, erosi percikan minimum. Pada saat inilah proses erosi lembaran dimulai. Erosi lembar akan dapat ditemukan secara jelas di daerah yang relatif seragam permukaannya.
Erosi alur dimulai dengan adanya konsentrasi limpasan permukaan. Konsentrasi yang besar akan mempunyai daya rusak yang besar. Bila ukuran alur sudah sangat besar, tidak dapat dihilangkan hanya dengan melakukan pembajakan biasa, atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama, maka erosi yang terjadi telah memenuhi kategori erosi parit. Sedangkan erosi tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama. Hal ini disebabkan karena kekuatan geser tanah sudah tidak mampu untuk menahan beban massa tanah jenuh air di atasnya. Kejadian ini terutama terjadi pada lapisan tanah atas dangkal yang terletak lepas di batuan atau lapisan tanah tidak tembus air (impermeable). Adapun erosi pinggir sungai yang mirip erosi tanah longsor mengikis pinggir sungai-sungai yang karena sesuatu hal mengalami longsor terutama bila pinggir sungai itu vegetasi alaminya ditebang dan diganti dengan tanaman baru.
Batas Toleransi Erosi
Sebagai sumber daya yang banyak digunakan, tanah dapat mengalami pengikisan (erosi) akibat bekerjanya gaya-gaya dari agen penyebab, misalnya air hujan, angin dan/atau hujan. Jadi, secara alamiah tanah mengalami pengikisan atau erosi (Rahim S.E., 1995).
Erosi dipercepat yang disebabkan oleh manusia, masih dianggap aman jika tidak melewati suatu batas toleransi (soil loss tolerance atau permisible erosion). Banyak pendapat para pakar erosi yang mengemukakan besarnya batas toleransi erosi, yang masing-masing berbeda tergantung dari faktor lingkungan di sekitarnya. Secara khusus, penelitian batas toleransi erosi untuk tanah-tanah di Indonesia sampai saat ini belum ada. Oleh Arsyad (1989, halaman 237 - 244), dianjurkan untuk mempergunakan batas toleransi erosi yang dikemukakan oleh Thompson (1957), seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pedoman Penetapan Nilai T (batas toleransi erosi) (Thompson, 1957)
Sifat Tanah dan Substratum Nilai T
Ton/acre/tahun Ton/ha/tahun
1. Tanah dangkal di atas batuan 0,5 1,12
2. Tanah dalam, di atas batuan 1,0 2,24
3. Tanah dengan lapisan bawahnya (subsoil) padat,
di atas substrata yang tidak terkonsolidasi (telah
mengalami pelapukan) 2,0 4,48
4. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
lambat, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 4,0 8,96
5. Tanah dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas
sedang, di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 5,0 11,21
6. Tanah yang lapisan bawahnya permeabel (agak
cepat), di atas bahan yang tidak terkonsolidasi 6,0 13,45
Dengan menggunakan kriteria yang dipergunakan oleh Thompson (1957), dengan menentukan T maksimum untuk tanah yang dalam, dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas bahan (substratum) yang telah malapuk (tidak terkonsolidasi) sebesar 2,5 mm/tahun, dan dengan menggunakan nisbah nilai untuk berbagai sifat dan stratum tanah, maka nilai T seperti tertera pada Tabel 3 disarankan untuk menjadi pedoman penetapan nilai T tanah-tanah di Indonesia.
Tabel 3. Pedoman Penetapan Nilai T Untuk Tanah-tanah di Indonesia.
Sifat Tanah dan Substratum Nilai T
mm/tahun
1. Tanah sangat dangkal di atas batuan 0,0
2. Tanah sangat dangkal di atas bahan telah melapuk (tidak terkonsolidasi) 0,4
3. Tanah dangkal di atas bahan telah melapuk 0,8
4. Tanah dengan kedalaman sedang di atas bahan telah melapuk 1,2
5. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang kedap air di atas substrata yang telah melapuk 1,4
6. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah berpermeabilitas lambat, di atas substrata telah melapuk 1,6
7. Tanah yang dalam dengan lapisan bawahnya berpermeabilitas sedang, di atas substrata telah melapuk 2,0
8. Tanah yang dalam dengan lapisan bawah yang permeabel, di atas substrata telah melapuk 2,5
Catatan :
Kedalaman tanah efektif yaitu kedalaman tanah yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman, yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat ditembus akar tanaman. Kriterianya : > 90 cm = dalam,
50 - 90 cm = sedang,
25 - 50 cm = dangkal,
< 25 cm = sangat dangkal.
Pendugaan Erosi
Faktor Curah Hujan
Faktor curah hujan diperoleh dengan menggunakan persamaan Bols yang menghitung persamaan El30 berdasarkan rata-rata curah hujan bulanan dan jumlah hari hujan serta curah hujan maksimum selama 24 jam.
Tabel 2. Daftar Nilai El30 Bulanan Kebun Tambunan A
No. Bulan Curah Hujan
(cm) Hari Hujan Curah hujan maks.
24 Jam
(cm) El30
1. Januari 23.19 12.8 4.90 192.35
2. Februari 25.03 10.8 5.01 231.21
3. Maret 26.95 12.9 5.60 246.72
4. April 21.40 11.7 4.10 165.65
5. Mei 33.16 14.2 5.70 305.95
6. Juni 18.03 8.8 5.80 184.94
7. Juli 24.17 11.7 5.04 90.86
8. Agustus 28.12 12.0 5.77 346.72
9. September 41.32 16.0 6.74 412.56
10. Oktober 43.19 16.4 7.17 444.57
11. Nopember 37.34 18.1 6.32 332.87
12. Desember 34.09 17.3 5.90 293.64
Sumber: PT. Kiner Lipaga Tambunan B
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa indeks erosivitas hujan tahunan (R) = 3248.08 ton.m/ha/cm hujan. Tingginya nilai R disebabkan oleh curah hujan dan hari hujan yang cukup tinggi, demikian pula dengan curah hujan maksimum selama 24 jam. Hal ini sesuai dengan pendapat Utomo (1988) dan Utomo (1989) yang menyatakan bahwa sifat hujan yang terpenting adalah curah hujan, intensitas dan distribusi. Ketiga sifat hujan ini secara bersama-sama akan menentukan kemampuan hujan untuk menghancurkan butir-butir tanah serta jumlah dan kecepatan limpasan.
Erosi akan lebih hebat terjadi pada bulan September sampai bulan Oktober bila diamati distribusi nilai El30 selama sepuluh tahun, hal ini disebabkan El30 pada bulan-bulan tersebut cukup tinggi. Besarnya nilai El30 ini berhubungan dengan curah hujan, hari hujan dan curah hujan maksimum 24 jam. Dengan semakin besarnya curah hujan maka energi yang ditimbulkan oleh curah hujan untuk memecah dan mengangkut partikel-partikel tanah akan semakin besar. Evans (1980) dalam Utomo (1989) mengemukakan bahwa interaksi curah hujan yang besar didukung dengan intensitas yang besar dan lamanya hujan serta dengan makin besarnya ukuran butir hujan, kekuatan yang diakibatkan akan semakin meningkat, terutama pada saat energi kinetik mencapai maksimum. Dengan demikian kekuatan hujan untuk merusak agregat tanah semakin meningkat. Diketahuinya penyebaran El30 ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam menentukan waktu tanam, agar tanaman mampu mengurangi daya pukulan pada saat yang tepat.
Diharapkan pada saat El30 tinggi tajuk tanaman sudah bisa menutupi tanah sehingga tanah terhalang dari pukulan butir hujan secara langsung, meningkatkan infiltrasi yang selanjutnya mengurangi besarnya aliran permukaan yang menyebabkan terkikisnya lapisan tanah atas.
Nilai Faktor LS
Dari hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan klinometer dan meteran terdapat 6 kelas lereng dengan 96 unit lereng dimana nilai faktor LS (panjang dan kemiringan lereng) di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Panjang Lereng, Kemiringan Lereng & Nilai LS
Satuan Unit Lereng Segmen Panjang Lereng
(m) Kemiringan Lereng (%) Nilai LS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
77.
78.
78.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91
92.
93.
94.
95.
96. 1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1 48
37
57
25
52
43
46
49
27
39
34
22
28
26
47
36
31
19
51
33
53
43
28
52
42
22
26
51
54
23
47
41
49
35
45
51
35
47
31
25
46
47
49
52
27
43
26
27
43
32
51
23
34
46
36
47
57
49
53
39
42
36
49
51
43
59
34
35
39
38
47
45
25
33
42
41
52
30
48
23
28
32
43
29
32
43
39
25
31
21
26
28
46
41
37
23
26
51
37
38
43 5
6
8
12
5
6
14
11
13
35
46
13
12
4
3
10
41
37
18
14
16
8
7
8
11
15
21
7
8
5
12
9
16
11
19
7
7
38
13
15
25
17
19
8
13
10
25
8
3
9
15
33
28
30
36
16
8
11
15
12
17
42
25
22
23
5
12
13
10
34
34
35
42
38
35
4
7
6
5
41
43
41
24
32
35
18
36
43
45
43
47
34
40
36
38
46
46
18
38
47
46 0.864
0.74
1.254
0.8
0.936
0.86
1.748
1.421
0.918
11.595
16.650
0.748
0.896
0.442
0.752
0.936
13.302
8.846
2.754
1.254
2.385
0.946
0.558
1.114
1.218
0.902
3.072
1.071
1.188
0.414
1.504
0.984
2.205
1.105
2.7
1.071
0.375
14.519
1.054
1.025
17.251
2.35
2.94
1.144
0.918
1.118
5.454
0.594
0.688
0.768
2.091
8.091
7.519
9.791
11.656
2.115
1.254
1.421
2.173
1.248
2.1
14.885
7.486
6.185
6.113
1.062
1.088
0.85
1.014
10.919
12.140
12.453
12.406
12.164
12.027
0.697
1.092
0.6
0.864
11.453
13.618
13.515
6.558
8.644
10.503
2.322
12.134
12.869
15.372
11.795
15.042
9.373
15.577
12.440
12.879
13.688
14.559
2.754
12.879
18.184
18.724
Besarnya nilai LS di lokasi penelitian berkisar antara 0.414 - 18.724. Nilai LS terendah dijumpai pada unit lereng 29 yaitu 0.414 dengan panjang lereng 23 meter dan kemiringan lereng 5% sedang nilai LS yang tertinggi dijumpai pada unit lereng 96 dengan panjang lereng 43 meter dan kemiringan lereng 46% yaitu 18.724.
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kemiringan lereng lebih mempengaruhi besarnya nilai LS dari pada panjang lereng. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada unit 9 dengan kemiringan lereng 35% dan panjang lereng 39 meter mempunyai nilai LS sebesar 11.595 dan unit 17 dengan kemiringan lereng 37% dan panjang lereng 19 meter mempunyai nilai LS sebesar 18.846 dimana besarnya nilai LS unit 9 adalah 1.3 kali nilai LS unit 17. Dalam hal ini unit lereng 9 panjang lerengnya dua kali lebih panjang dari unit 17 sedangkan unit 24 dengan kemiringan lereng 11% dan panjang lereng 42 meter mempunyai nilai LS sebesar 1.218 dan unit 62 dengan kemiringan lereng 23% dan panjang lereng 43 meter mempunyai nilai LS sebesar 6.113 dimana besarnya nilai LS unit 62 adalah 5.01 kali lebih besar dari 24 unit, sedangkan panjang lerengnya tidak jauh berbeda. Dari keadaan ini dapat dilihat bahwa pertambahan nilai LS jauh lebih besar daripada perbandingan kemiringan lereng dua kali lipat dari pada perbandingan panjang lereng dua kali lipat. Arsyad (1989) menyatakan bahwa dengan makin curam/miringnya lereng, maka jumlah butir-butir tanah yang terpercik ke bawah oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng permukaan tanah menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya erosi persatuan luas menjadi 2 sampai 2.5 kali lebih banyak.
Hal ini disebabkan semakin curamnya suatu lereng maka akan mengakibatkan makin cepatnya laju aliran air di permukaan tanah yang dengan demikian memperbesar energi angkut air untuk mengikis tanah.
Daftar kelas kemiringan lereng pada setiap satuan unit lereng di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kelas Kemiringan Lereng pada Satuan Unit Lereng di Lokasi Penelitian
No. Kelas Kemiringan Satuan Unit Lereng
1. 0 – 3
(datar) 14,46
2. 3 – 8
(berombak) 1,2,3,4,5,6,13,21,22,27,28,29,34,35,41,45,54,63,73,74,75, 76
3. 8 – 15
(bergelombang) 4,7,8,11,12,15,19,23,24,25,30,32,37,38,42,43,47,48,55,56, 64, 65,66
4. 15-25
(berbukit) 18,20,26,31,33,39,40,44,53,58,60,61,62,80,83,93
5. 25-45
(curam) 9,16,17,36,49,50,51,52,59,67,68,69,70,71,72,77,78,79,81, 82,84,85,86,88,89,90,94
6. > 45
(sangat curam) 10,87,81,92,95,96
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kelas kemiringan lereng di lokasi penelitian didominasi kelas lereng curam yang menyebabkan kondisi lahan peka terhadap erosi. Hal ini menyebabkan perlunya dilakukan tindakan konservasi di lokasi penelitian agar potensi erosi dapat ditekan ke batas erosi yang terbolehkan.
Metode Pengendalian Erosi
Usaha pengendalian erosi pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 3 metode, yaitu :
1. Metode Vegetatif
Metode ini mempergunakan tumbuhan atau tanaman dan sisa-sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan yang jatuh, jumlah dan daya rusak aliran permukaan. Fungsi tumbuhan dalam metode ini untuk : a) melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan, b) melindungi tanah dari aliran permukaan, dan c) memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah dan penahanan air yang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Termasuk dalam metode vegetatif ini diantaranya; budidaya tanaman semusim (jagung, kacang tanah, dan lain-lain) secara musiman atau tanaman permanen, penanaman dalam strip cropping, pergiliran tanaman, sistem pertanian hutan (agro forestry), pemanfaatan sisa tanaman.
2. Metode Mekanik
Metode mekanik adalah semua perlakuan fisik mekanis yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi, serta meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Metode mekanik dalam pengendalian erosi berfungsi: a) memperlambat aliran permukaan, b) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak, c) memperbaiki atau memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi tanah, serta d) menyediakan air bagi tanaman. Termasuk dalam metode mekanik adalah pengolahan tanah (tillage), pengolahan tanah menurut kontur (contour cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras (teras bangku, teras berlereng), dam penghambat (check dam, waduk, rorak, tanggul), dan perbaikan drainase.
3. Metode Kimiawi
Metode kimia dalam pengendalian erosi menggunakan preparat kimia sintetis atau alami. Metode ini sering dikenal dengan sebutan soil conditioner, yang bertujuan memperbaiki struktur tanah. Beberapa contoh soil conditioner yaitu; PVA (Polyvinyl alcohol), PAA (Poly acrylic acid), VAMA (Vinyl acetate malcic acidcopolymer), DAEMA (Dimethyl amino ethyl metacrylate), dan Emulsi Bitumen.
Sering pula dilakukan pengendalian erosi dengan mengkombinasikan dari dua metode pengendalian erosi atau bahkan ketiga metode tersebut di atas digunakan secara bersamaan dalam usaha mengendalikan erosi.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S., 1989, Konservasi Tanah dan Air, IPB Press, Bogor.
Foth H.D., 1995, Dasar-dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Rahim S.E, 1995, Pelestarian Lingkungan Hidup Melalui Pengendalian Erosi Tanah, UNSRI, Palembang.
Schwab G.O., Richard K.F., Kenneth K.B., 1981, Soil and Water Conservation Engineering, John Wiley & Sons, New York.
Syah A.R., 1995, Penentuan Erosi dan Sedimentasi Pada Daerah Aliran Sungai (DAS), Majalah Ilmiah Universitas Jambi No.45 Tahun 1995, Jambi.
Wudianto, R., 1989, Mencegah Erosi, Penebar Swadaya, Jakarta.
No comments:
Post a Comment